Ar ˹Aku yang Jahat˼

381 35 2
                                    

alert ; memasuki ending part!
            tiap part panjang, siapkan mata!


(#)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(#)

[PL]

Well, siapa sih yang tak akan senang jika sudah disuguhkan dengan waktu ernama liburan—WAH GILA AKU UDAH ENGGAK SABAR MAU MAIN DI PANTAI.

Meski kulitku gelap hingga Gio punya julukan baru buatku yaitu Keling, aku tetap tidak takut terpapar sinar matahari. Kalau boleh jujur, aku juga sudah lelah. Persetan dengan kulit seputih susu bak uni Korea yang sering muncul dalam ponsel Ruby, aku tak membutuhkannya. Lagian masih bisa pakai sun block—yeah, meski tak ada pengaruhnya buatku.

Segala barang sudah ku masukkan dalam koper juga ransel. Mulai dari pakaian santai, pakaian main, sampai perlengkapan mandi. Aku sangat siap.

Usai packing, merebahkan tubuh di atas sofa sembari menonton kartun sore di televisi. Sesekali terkekeh sendiri karena adegan konyol khas acara kartun muncul.

"SAMLEKUM!"

Sempat tersentak karena suara besar yang berasal dari luar pintu rumah, aku buru-buru menerka siapa pemilik suara itu. Kayaknya Cintami Kasih binti Babeh Somad bin Abdullah berkunjung ke rumahku tanpa pemberitahuan.

Dan benar saja setelah menyibak daun pintu, sosok kecil berselempangkan secuil tas yang ku sinyalir hanya muat untuk ponsel tampak. Ekspresinya sangat mengenaskan.

"Kenapa lo?" tanyaku sambil duduk kembali.

Tami duduk di sebelahku tanpa minat menyaut. Mukanya masih sama tak enaknya.

"Putus?" tanyaku lagi disertai cengiran.

Maksud hati bercanda, namun siapa sangka dia akan melemparkan tatapan maut bagai laser yang dapat melubangi kepalaku seketika. Tak lama bibirnya cemberut, matanya berembun.

Mataku terbelalak. "Beneran putus?"

Oke, salahku karena sekarang Tami mulai bercucuran air mata. Suara tangisnya menenggelamkan suara televisi yang masih menyala. Ku raih beberapa lembar tisu dari kotak yang teronggok di atas meja, kemudian menyodorkannya pada cewek itu. Nyaris 15 menit dia baru meredakan isakan.

"Jadi gimana ceritanya?"

Tami baru akan menjawab tetapi kedatangan Ruby menghentikannya. Saudara tiriku itu mendaratkan bokong di sofa tanpa membaca suasana, dengan ketidakpekaan luar biasa tangannya meraih remote televisi dan membesarkan volume suaranya.

"By, please deh, minggat sana! Ga bisa liat kondisi banget sih!"

"Tenang aja kali. Gue ga bakal nguping," sautnya.

"Woi, siapa pun juga bisa denger tanpa segala nguping kalo jaraknya segini deket!"

Ruby malah sewot. "Yaudah si, cerita tinggal cerita. Gue juga ga peduli kali."

Ar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang