Ar ˹Hari Pertama Liburan˼

307 33 5
                                    

Yes.

I'm really evil.

Pio benar, seharusnya aku tak menerimanya dari awal. Karena memang aku ragu. Aku meragukan semuanya, perasaanku, perasaannya, dan juga-perasaanku pada Ardi. Pio bahkan adalah orang yang pertama kali menegur soal perasaanku pada sepupunya itu.

"Lu suka sama Shaka ya?"

Dan aku bersikeras mengelak, padahal aku tak betul-betul meyakini diriku saat menjawab pertanyaannya.

"Lu yakin kalo nggak menganggap Shaka lebih dari sahabat?"

Aku salah. Seratus persen salah.

"Berarti kalau lo jadian sama orang, orang itu udah pasti bukan Shaka?"

Orang yang akhirnya jadi pacarku memang bukan Ardi, tapi Pio-orang yang mengajukan pertanyaan itu. Tetapi sialnya, aku benar-benar membohongi diriku karena orang yang amat berarti buatku sejak awal adalah Ardi.

Argh.

Suara klakson mobil terdengar. Disusul suara roda koper dari luar pintu kamar serta suara cempreng Ruby yang meneriaki namaku. Pintu tersibak, menyebabkan bunyi 'brak' yang cukup kencang. Ruby menampakkan diri di sana.

"IH AYO! DIPANGGILIN DARI TADI JUGA!"

Setelah ketus kesewotannya, Ruby lenyap dimakan lubang pintu.

Dengan langkah tergesa, ku raih koper yang berdiri di sebelah meja belajar. Menarik gagangnya keluar, mulai menggeretnya. Sekiranya 5 senti ku seret, tanpa sengaja tanganku menyenggol tas karton dari gantungan sebelah meja hingga benda itu tergeletak di lantai.

Berjongkok buat memungutnya. Tanganku menyentuh kertas yang menggantung pada talinya.

Biar putih!
-Ar.

Senyumku terulas. Paperbag ini dari Ardi waktu memberiku oleh-oleh dari Jepang awal semester lalu yang isinya 1 set perawatan pemutih kulit dan wajah. Membalik lembar kertas itu hingga bagian belakangnya nampak. Ternyata ada tulisan lain.

Belum terlambat.
Belum terlambat kan?

Mengernyitkan alis dalam. Sukses terhanyut dalam kebingungan juga keterkejutan. Sejak kapan ada tulisan ini? Dan, apanya yang belum terlambat?

Mengambil waktu untuk berpikir sesaat, lalu mendengus kala menemukan spekulasi yang sangat menohokku. Kalau yang dia maksud adalah belum terlambat membuatku jadi putih-oh sialan, ini benar-benar penghinaan!

"WOI, PINK, BURUAN!"

Teriakan Ruby dari luar rumah, menyadarkan lamunanku. Aku buru-buru berlari ke bawah sambil menarik koper dan menggendong ranselku. Perlu ku tegaskan, meski komunikasiku dengan Pio terhenti sejak sehari lalu-yeah, karena kejadian drama abis di kantin rumah sakit kala itu-rencana liburan bersama tetap dijalankan.

Sepersepupuan WW memarkirkan 2 mobil Land Rover milik keluarga mereka di luar pagar rumahku. Mobil pertama disupirkan Gio, sedang yang ke-2 dikendarai Pio.

"Sono lu di mobil Pio aja sama Tami," kata Ardi yang mengusirku begitu aku membuka pintu tengah mobilnya.

Di mobil ini ada Gio di kursi pengemudi bertemankan Ruby di kursi sebelahnya. Wah, entah bagaimana cewek itu malah duduk di sebelah mantan, padahal kemarin dia dengar sendiri kalau sahabatku-yang notabene suka sama Gio-baru aja putus dari hubungan pacaran bohongan yang mereka lakukan.

Seolah mampu membaca pikiranku, Ruby berkata, "Tami tukeran tempat sama gue."

Mengabaikan informasinya, ku layangkan pandangan ke second row seats dimana double Ar-iya, ARDI dan ARIN duduk di sana.

Ar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang