x. Pinka Si Mantan Jones

400 34 34
                                    

Oh jadi begini rasanya punya pacar.

Kalian tau? Ceritanya, aku berkunjung ke kantin sehabis meninggalkan Ardi beserta otak berkapasitas dangkalnya yang melekat di kepala. Ugh, bukannya ngatain, tapi fakta.

Fakta memang pahit, jadi jangan salahkan ucapanku yang terdengar seperti hinaan.

Menduduki bangku di tengah kantin seorang diri, aku memainkan ponsel. Tak berapa lama ada yang meletakkan sepiring nasi uduk di mejaku.

"Ini neng."

Loh? Menaikkan sebelah alis. Ini buatku?

"Ini buat saya, Mang?"

"Iya, teh angetnya nanti dianter."

Tunggu deh, aku yakin kok kesadaranku masih penuh. Seingatku, sejak alas sepatuku menapak di lantai ruangan 14×20 meter ini, aku belum memesan apapun serta kepada siapapun.

"Tapi saya nggak pesen, Mang."

"Pacarnya yang pesen kok, neng."

G-gila!

Dari mana mamang ini tau kalau aku baru aja punya pacar beberapa menit lalu? Lagi pula, mamangnya update banget. Dia bahkan lebih dahulu tau dibanding manusia bermuka triplek yang hingga jam ini belum juga memunculkan wajahnya.

Sialan. Kemana tuh anak?

"Mamang kok tau saya punya pacar?"

"Pacarnya yang bilang kalo eneng pacarnya."

Apaan?

Aku tak bergeming, memasang wajah dungu yang minta penjelasan. Seketika, suara seseorang menyambar dari samping—bangku yang berhadapan denganku di sisi meja satunya.

"Makan aja sih, Ar. Itu aku yang pesen."

Otomatis menoleh. Membetulkan arah dudukku. Memastikan mamang tadi pergi, aku kembali menatap ke depan.

"Sejak kapan lu dateng?"

Dia naikin sebelah alis. "'Lu'?"

"Gue? Setengah jam yang lalu gue udah sampe sini."

Pio berdecak, lalu mulai cekikikan sendiri. Ini bocah kenapa sih?

"Gue nggak nanya lu kapan datengnya."

"Dih? Barusan gue tanya, lu gajawab malah nanya balik. Dasar halu!"

Pio malah tergelak. "Ish, gemesin lu. Gue ngutip kata 'lu', Ar, tadi kan lo manggil gue pake kata ganti 'lu'."

Gemesin katanya? Memangnya aku anak ayam?

Mengalihkan pandangan ke arah lain sembari mengedikkan bahu serta mengangkat lengan tanda tak mengerti. "Ya terus? Apa yang aneh dari itu?"

"Well, lo nerima gue kan?"

Pipiku terasa panas sejenak, lantas mengangguk pelan.

"Berarti gue pacar lo sekarang?"

Mengangguk lagi.

Anjir sih, kenapa rasanya ser-seran begini?

"Harus ganti dong kata sapaannya. Yang tadinya 'gue-elu' jadi 'aku-kamu', dan yang tadinya 'Ar-Pio' jadi saling manggil 'bee'."

Sepertinya pipiku makin bersemu merah, senyumku sulit untuk ditahan. Oh sial. Kenapa sikapku jadi menggelikan?

"UUHHHUKKK OHHUUKKK!"

Secara bersamaan, aku serta Pio menoleh ke bangku sebelah dimana ada Ardi duduk disana.

"Batuk, Pak Haji?"

Ar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang