Untuk kalian yang dikecewakan tanggal 13 & 16 kemarin. May the force be with you, next time? 😅
×××××××××××××××
Sejak kejadian di rumah sakit itu, aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Entah kemana kah dia, dua minggu tanpa pergi ke sekolah. Dia pikir dia siapa?
Dan aku juga tidak menanyakan hal itu kepada Jake. Aku menunggunya untuk jujur kepada ku tapi nihil. Dia sudah sembuh, seminggu lebih sudah dia kembali bersekolah. Dan hubunganku dengannya biasa saja, karena aku memang tidak atau mungkin belum mencintainya. Dia hanyalah seorang kakak kelas yang baik, dan ya jadilah kami sepasang kekasih.
Besok ujian kenaikan kelas akan dimulai. Hal itu tentu saja membuat aku dan Jake tidak sedekat dulu. Karena kami perlu fokus untuk menghadapi ujian tersebut.
"Eh ayo, Diba lagi ngelamunin apa?" Tiba-tiba suara ibu mengagetkan ku yang sedari tadi tanpa sadar sedang melamun di kursi ruang keluarga. Aku menggeser dudukku, mempersilakan ibu untuk duduk di samping ku.
"Gak kok bu. Diba gak ngelamunin apa-apa."
"Ah masa? Ibu merhatiin loh dari tadi. Kamu lagi mikirin seseorang ya? Hayo ngaku sama ibu." Goda ibuku.
"Eh gak kok bu. Mau ngelamunin siapa juga, hahaha." Jawabku santai.
"Hm yaudah kalau gitu. Malam ini kita diundang makan malam di rumah bosnya bapak, kamu siap-siap gih."
"Di rumah bos bapak? Kok Diba baru dikasih tahu sih bu?"
"Lah kan kamu baru nyampe rumah dari sekolah. Gimana toh? Udah siap-siap sana, jangan sampai telat nanti gak enak sama bosnya bapak." Ibu menarik lenganku sambil mendorong punggungku agar aku berdiri dari duduk ku dengan halus. Tanpa berkata apa-apa lagi aku langsung menuju ke kamarku. Memilah-milah baju mana yang akan ku pakai malam ini. Gaun merah yang diberikan nenekku sewaktu aku akan pergi ke Amerika lah yang ku pilih. Aku menyukai model dan warnanya.
"Diba, udah belum? Bapak tunggu 20 menit lagi. Jangan lama kamu itu nanti kita telat." Teriak bapakku dari bawah tangga.
"Iya pak." Sautku, berteriak juga. Segera aku mengenakan gaunku, memoleskan sedikit make up, dan aku selesai. Sedikit berlari aku menuruni tangga, dan ku lihat bapak dan ibu sudah siap di depan pintu. Aku berlari melewati mereka, dan segera menuju ke dalam mobil bapak.
Bapak dan ibu mengenakan baju batik sederhana, wajar saja keluarga kami memang sederhana. Bapak memacu mobilnya dengan kecepatan 45 km/jam. Sekitar 10 menit, mobil kami memasuki perumahan elite yang entah berada di jalan apa. Aku memperhatikan rumah yang kami lewati satu per satu, dimulai dari betapa megahnya rumah-rumah tersebut, dan betapa uniknya arsitektur yang mereka ciptakan. Hingga kami berhenti di sebuah rumah yang tidak jauh berbeda besarnya dibanding rumah lain. Kesan pertama ku adalah "hangat". Terlihat sangat klasik, dengan lampu berwarna orange temaram dan kayu jati yang mendominasi tampak depannya. Bapak berbicara melalui sebuah alat yang ditempelkan di samping gerbang rumah tersebut, beberapa detik kemudian gerbangnya terbuka. Aku bisa melihat sebuah kolam ikan di terasnya, lengkap dengan air mancur dan sebuah jembatan kecil.
Kami keluar dari mobil dan aku hanya berjalan di belakang mengikuti ibu dan bapakku. Bapak menekan tombol bel yang ada di pintu yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran batik tersebut, sedangkan ibu memandangku yang sedang terkesima dengan rumah ini. Ibu hanya memberikan ku sebuah senyuman ketika aku mendapatinya sedang menatapku.
Pintu itu terbuka, dan terlihat seorang pria berbadan besar dan tegap membuka pintu dengan senyum lebar. Ia mengenakan baju polo dan celana cokelat selutut. Ia menyalami bapak dan memeluknya, "I've been waiting for you guys. Please come." katanya mempersilakan kami masuk. Ketika kami sudah memasuki rumahnya, sungguh aku merasa seperti sedang berada di rumah. Temperaturnya jauh lebih hangat, lantainya terbuat dari kayu berwarna cokelat yang mengkilap tanpa harus dipel. "Hey, how old are you?" Tanya pria itu kepadaku, ia sedikit menunduk agar bisa melihatku. "I'm 16 sir." Jawabku. "Perfect. My daughter is 16 too. Let's see if you two could be friends." Katanya dengan senyum lebar yang sama sambil mengacak rambutku dengan lembut. Aku menatap ibu dan bapakku yang ikut tersenyum melihat kami berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masochist (gxg)
Любовные романыTidak peduli apa yang telah dia katakan padaku. Tidak peduli apa yang telah dia lakukan padaku. Yang ku tahu hanyalah, aku menginginkannya terus begitu. Aku, tidak ingin dia berhenti. [Cerita Lanjutan dari Is It a Wrong Love]