15 menit sudah aku mengelilingi kompleks perumahan ini, bukan karena aku tersesat tapi aku sengaja berkeliling mengamati rumah-rumah megah yang berjajar di sepanjang tiap jalannya. Terdengar udik memang, maklum saja aku hanya anak gadis dari keluarga sederhana.
Aku menghentikan sepedaku saat aku sudah berada di alamat yang dikirimkan ibu kemarin. Satu lagi rumah yang membuatku kagum akan kemegahannya. Bernuansa putih, 2 buah pilar raksasa menahan atapnya, terlihat seperti arsitektur kerajaan romawi di tv-tv, dan tidak ada kolam ikan di depan rumahnya berbeda dengan yang ku kunjungi di Amerika kemarin.
"Misi, ada keperluan neng?" Tegur seorang satpam dari balik pagar rumahnya. "Eh, saya temannya Dylan pak. Dylan nya ada?"
"Nama neng saha? Di sini kalau mau masuk siapa pun itu harus ada izin ke tuan rumah. Nanti tuan rumah yang bilang ke saya terus saya catat di buku ini, jadi kalau ada tamu tinggal nyebutin namanya siapa nanti saya cek di buku. Kalau ada, sok silakan masuk. Kalau gak ada, ya gak bisa masuk, gitu." Jelasnya pada ku sambil menunjukan sebuah buku tamu.
"Saya Adiba Wigarma. Anak dari Adi Wigarma yang kerja untuk Mr. McKenzy pak."
"Ada tanda pengenal gak neng?" Aku meraih ranselku lalu mengeluarkan kartu pelajarku dan memberikannya pada satpam tersebut. "Oke, sabar ya neng saya cek dulu." Dia membuka buku tersebut lalu memeriksanya, "Adiba Wigarma, teman dari Dylana McKenzy. Berkunjung sampai jam ... Belum ditentukan." Gumamnya.
"Oke, silakan masuk neng." Ucapnya sambil membukakan pintu pagar berwarna cokelat bermotif batik tersebut untukku.
"Makasih ya pak."
"Iya neng, sama-sama."
Baru dua langkah aku beranjak, ku hentikan langkahku dan berbalik ke arah pak satpam tadi. "Pak, boleh tanya gak? Dylan nya ada dimana ya?"
"Ya di dalem atuh neng." Jawabnya dengan senyum lebar.
"Iya tau atuh pak di dalem. Maksudnya di bagian mana?"
"Waduh kalau itu saya kurang tau neng. Coba cari aja di dalam neng. Atau gak tanya sama Bi Sutmi, dia tau itu pasti neng. Pencet aja bel nya, ntar Bi Sutmi yang bukain."
"Oh iya, iya. Makasih ya pak." Aku membalikkan arahku lagi, menaiki beberapa anak tangga menuju pintu rumahnya. Sebuah tombol bel menempel di sisi kanan pintunya. Ku tekan tombolnya dua kali, 5 detik kemudian seorang wanita bertubuh gempal -yang ku tebak bernama Bi Sutmi- membukakan pintu untukku dengan senyum lebar yang menyebabkan matanya menyipit.
"Nyari siapa ya non?"
"Dylan nya ada bi?"
"Oh ada. Ayo, ayo silakan masuk. Non Dylan nya ada di kamar. Paling main game atau tidur. Ayo bibi antar ke kamarnya." Aku hanya mengangguk lalu mengikuti langkah Bi Sutmi dari belakang. Sejauh ini tidak ada kolam maupun akuarium yang terlihat, menarik.
Kami menaiki sebuah tangga berputar yang terbuat dari keramik dengan alas karpet merah. Tidak perlu ku jelaskan, rumahnya sangat besar dan mewah. Aku sudah mengetahui dimana letak kamar Dylan saat kami berada di puncak tangga. Kamar dengan disinfektan lengkap dengan tutorialnya melekat di sisi pintu kamarnya. Belum sempat Bi Sutmi memintaku untuk memakainya, aku sudah berinisiatif untuk memakainya duluan lalu disusul oleh Bi Sutmi yang terlihat sudah sangat hapal dengan SOP (Standard Operational Prosedure) pemakaian disinfektan tersebut. Bi Sutmi mengetuk pintu kamarnya secara perlahan sebanyak tiga kali, lalu menoleh ke arahku dan berbisik "Non Dylan itu pendengarannya tajam kalau gak pelan-pelan nanti dia tidurnya kaget, bisa ngamuk dia." Aku hanya mengangguk-angguk sambil membentuk huruf o di bibirku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Masochist (gxg)
RomansaTidak peduli apa yang telah dia katakan padaku. Tidak peduli apa yang telah dia lakukan padaku. Yang ku tahu hanyalah, aku menginginkannya terus begitu. Aku, tidak ingin dia berhenti. [Cerita Lanjutan dari Is It a Wrong Love]