Karma dan Mukjizat (Sampah Lewat)

937 135 35
                                    

Semua orang punya selera masing-masing, bukankah begitu?😂

Aku suka thrill, banyak yang ngehindarin thrill. Aku nggak suka teenlit, banyak yang nggandrungin teenlit. Pokoknya, kita punya kesukaan masing-masing.

Tapi meskipun begitu, kita tetep harus pertahanin imej dunia kepenulisan di Indonesia, 'kan?

Indonesia menganut budaya timur. Masa iya anak SMA udah diceritain ngelakuin hubungan orang dewasa? Secara gamblang, dibuat mulus--tanpa hambatan & karma--terkesan bisa dijadiin panutan pula😂

Masa iya pelecehan seksual malah terkesan didamba-dambakan karena ending kayak film Barbie dan nggak adanya karma yang setimpal? Masa iya penculikan juga diharapin terjadi, asal yang culik itu cowok keren, tajir, diktator, dan pada akhirnya berakhir bahagia?

Iya, semua ide boleh dituangin ke dalam tulisan. Tapi sebagai penulis yang bertanggung jawab, aku dan kalian harus nunjukin, dong, kalau perilaku-perilaku buruk semacam itu bukan buat ditiru?

Misalnya, aku bikin tokohku--yang notabenenya pembunuh--ditangkap polisi, dihukum mati, padahal anaknya yang selama ini koma baru aja bangun. Misalnya, aku bikin cerita badboy, terus bikin si laki-laki di-DO dari sekolah, masa depannya suram, hidupnya luntang-lantung. Misalnya, aku bikin cerita tentang penculikan cewek, si cewek kubuat psikopat, dia bunuh si penculik. Misalnya, aku bikin pelaku pelecehan seksual ketahuan masyarakat, digebukin, imejnya rusak, bangkrut, terus hidup di kolong jembatan.

Apa pun.

Yang penting--menurutku pribadi--kita harusnya nunjukin kalau perilaku buruk pasti dapat karma, bukan malah mukjizat. Karena kalau nggak gitu, pasti anak SD bisa bilang, "Kalau gitu, aku mau dilecehin juga, ah, ntar kalau udah SMA. Biar dapat pasangan ganteng dan hidup bahagia kayak gitu."

Naudzubillah, aku nggak bisa bayangin😖

Dunia TintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang