[Chapter Dua Puluh]

2.7K 239 77
                                    

READER POV

Hana sama sekali tidak menjawab panggilanku dan Levi dari luar kamar untuk membuka pintu kamarnya. Aku menoleh kearah Levi yang datang membawa kunci cadangan untuk membuka pintu kamar Hana.

Selang beberapa detik, Levi perlahan membuka pintu kamar. Sudah 2 jam sejak Hana mengurung diri di kamarnya dan aku sangat mengkhawatirkannya.

Pandanganku langsung tertuju kearah Hana yang tertidur diatas karpet tepat disebelah tempat tidurnya. Setengah berlari aku menghampiri tubuh Hana, tangannya menggenggam erat kertas yang kuyakini adalah surat dari Farlan.

Levi dengan cepat mengangkat tubuh Hana dan meletakkannya diatas kasur, aku mengambil surat yang digenggam Hana dan melipatnya kembali dengan rapi lalu kuletakkan diatas lemari kayu kecil disebelah tempat tidur Hana.

Kuselimuti tubuh Hana dan kuelus lembut keningnya yang baru kurasakan terasa sangat panas.

"Levi, Hana panas tinggi!" teriakku spontan.

Levi berlari kearah luar kamar, ia kembali dengan sebaskom air di tangan lengkap dengan handuk kecil didalamnya. Aku dengan cepat meraihnya dan meletakkan handuk kecil itu di kening Hana.

"(y/n), aku akan menelpon Farlan. Ia harus kembali secepatnya, seenaknya saja meninggalkan anakku sampai seperti ini" ucap Levi kesal.

Aku hanya bisa mengangguk lemah dan membiarkan Levi pergi dengan ponsel ditangannya.

Aku duduk disebelah kasur Hana dengan kursi kayu yang biasa didudukki Hana di depan meja belajarnya. Aku tak henti memandangi wajah Hana, kedua matanya sembab karena terlalu lama menangis. Air mata yang dari tadi kutahan akhirnya keluar dan membasahi selimut Hana.

"Aku tahu kau pasti sangat sedih nak, aku tahu kau sangat mencintai Farlan" ucapku sembari mengelus lembut pipinya.

LEVI POV

"Farlan, Hana panas tinggi. Kau harus kembali secepatnya"

Hanya kalimat itu yang bisa kusampaikan di voice mail. Sepertinya Farlan memutuskan untuk mematikan ponselnya sesaat setelah ia pergi meninggalkan Tokyo.

DAMMIT FARLAN

Ia bahkan tidak meminta pendapatku mengenai rencananya ini. Rencana yang menurutku sangat bodoh. Ia meninggalkan anakku Hana dan menukar keberadaannya hanya dengan selembar surat.

Walaupun aku tahu Hana adalah gadis yang kuat, tetapi setelah mendengar isi hatinya beberapa hari lalu tentang cinta sejati yang sangat diimpikannya. Aku jadi tahu kalau cinta bisa melemahkannya.

Aku memasukkan ponselku ke saku celana dan kembali masuk ke kamar Hana.

Terlihat (y/n) tertidur di samping tubuh Hana dengan tubuh bagian bawah yang masih terduduk di kursi Hana. Wajar saja, ini dini hari dan biasanya ia sudah tertidur pulas dikamar.

Aku perlahan berjalan mendekatinya, hingga bisa kulihat jelas satu tangannya menggenggam tangan Hana dengan erat. Ada bekas air mata mengering di pipinya, aku tahu ia pasti sangat mengkhawatirkan Hana.

Hatiku tercekat melihatnya, tega tak tega aku menepuk pundaknya pelan membuat ia terbangun dan kedua matanya yang sayu menatap mataku.

"Sayang, kau harus istirahat.. biar aku yang menjaga Hana sekarang" ucapku.

Ia menangkap tanganku yang sedang mengelus pipinya, senyum indah ia berikan padaku. Ya, walaupun wajahnya terlihat sangat lelah saat itu, tapi bagiku ia akan selalu terlihat indah.

"Aku akan tidur disini sampai Hana membaik, aku tidak ingin meninggalkan Hana. Boleh ya Levi?"

Ya Tuhan, cobaan apalagi ini? bagaimana bisa aku menolak permintaan dari seorang ibu yang sedang mengkhawatirkan anaknya ini?

Levi x Reader | Shorty's Little Family (Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang