[Chapter Sepuluh]

3.3K 345 50
                                    

LEO POV

Sepanjang hari ini entah mengapa pikiranku selalu tertuju pada percakapan telpon seorang wanita yang kutemui tadi pagi.

Aku merasa nama-nama yang diucapkan wanita itu tidaklah asing di telingaku.

(y/n) dan Levi? Ya Tuhan, dimana aku pernah mendengar nama-nama itu?

Aku berkali-kali menutup wajahku dengan kedua tanganku selama jam pelajaran berlangsung—frustasi. Hingga tak berapa lama seseorang menepuk pundakku dengan keras dari arah belakang dan hampir saja kuberikan bogem mentah ke wajahnya.

"Oi Leo! Kau ini daritadi kenapa sih? Bengong mulu, hati-hati ntar kesambet loh!"

Aku berdiri dari tempat dudukku dan meletakkan satu tali ranselku di pundak lalu bergegas pergi meninggalkan kelas tanpa merespon kata-katanya.

"Oi! Wah udah mulai sarap nih anak satu! Jam pelajaran kan belum selesai!" oceh temanku sayup terdengar tapi tak kuindahkan karena aku tetap nyelonong pergi.

**

Beberapa menit kemudian aku sudah melangkahkan kakiku kedalam salah satu restoran cepat saji terdekat dari sekolahku.

Di menit berikutnya, sebungkus kentang goreng dan satu botol minuman bersoda sudah tersaji di hadapanku, kusenderkan punggungku ke kursi yang menghadap ke jendela besar yang terletak di pojok ruangan.

Hari itu suasana restoran tidak begitu ramai, hanya ada beberapa pengunjung yang datang memesan untuk di bawa pulang dan tepat di sampingku duduk seorang laki-laki yang kuyakini seorang pekerja kantoran yang baru saja menjemput anaknya pulang sekolah. Karena terlihat seorang bocah perempuan yang duduk di hadapannya masih memakai seragam sekolahnya.

Bocah perempuan itu terlihat sangat imut, rambutnya berwarna hitam dengan alis tegas seperti pria yang duduk dihadapannya. Aku bisa mendengar ocehan-ocehannya mengenai kegiatan sekolahnya hari itu dari tempat dudukku ini. Dia tampak bukan seperti bocah biasa, entah mengapa aku merasakan ada sesuatu yang berbeda darinya. Tanpa kusadari terbentuk senyuman di bibirku..

"Oi bocah, bisa kau tidak memandang anak perempuanku ini dengan tatapan pedofil-mu itu?"

Aku menoleh kearah sumber suara yang ternyata diarahkan kepadaku, lelaki bersurai hitam dengan potongan undercut yang baru kusadari mirip tentara Nazi itu menoleh kearahku dengan tatapan kematiannya.

Tunggu, entah mengapa aku merasakan Dejavu saat melihat wajahnya itu

Aku hampir saja tersedak minuman bersoda yang baru kutenggak.

"M-maaf om! Aku tidak bermaksud memandang anak perempuan om dengan tatapan pedofil seperti—"

"Berisik! Lalu kau sebut apa tatapanmu ke anakku itu barusan?"

Ya Tuhan, ini om-om galak bener.

Aku terdiam sambil tersenyum kecut dan berulangkali mengatakan maaf. Aku sama sekali tidak menyadari kalau tatapanku tadi seperti lelaki pedofil, kulihat bocah perempuan yang duduk di hadapannya tersenyum padaku dan kemudian memanggil lelaki dihadapannya yang merupakan ayahnya.

"Ayah sudahlah, kakak itu kan sudah meminta maaf. Apalagi aku yakin ia tidak bermaksud melihatku dengan tatapan yang barusan ayah katakan. Tatapan apa? Pe—"

"Hana, sudah jangan diteruskan. Ayo cepat habiskan makananmu, kita harus cepat kembali ke rumah"

Aku menghela nafas panjang dan kembali terfokus kearah sebungkus kentang goreng yang sudah terlihat tidak menarik lagi dimataku itu. Hingga tak berapa lama lelaki berparas bak tentara Nazi itu bersiap meninggalkan meja di sebelahku sambil menggendong bocah perempuan imutnya yang kutahu bernama Hana itu.

Levi x Reader | Shorty's Little Family (Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang