19

897 54 12
                                    

Lexi turun dari mobilnya dan memasuki sebuah kedai es krim yang nampak sepi. Entah apa yang membuatnya ingin sekali memakan es krim, padahal cuaca sedang mendung. Setelah mengantarkan Chyra pulang dari butik, ia langsung menuju kemari. Ia mengambil tempat duduk di meja yang pernah mereka tempati juga saat bersama Vanka dan Papanya.

Selesai memakan es krimnya ia tak lupa membayar dan membungkus satu es krim untuk adiknya. Saat ingin masuk kembali ke mobilnya, air mata alam menangis deras. Lexi pun menunggu beberapa menit. Namun, sepertinya hujan tak akan berhenti dalam waktu dekat. Lexi melirik arloji di tangan kirinya, sudah pukul lima sore. Ia berdecak bosan.

Tanpa menunggu hujan turun, ia pun berlari menuju parkiran yang lumayan jauh dari tempat ia berteduh tadi. Lexi melajukan mobilnya membelah jalan raya yang tidak terlalu padat. Ia berhenti sejenak, menajamkan penglihatannya ke arah taman di sekitar kompleksnya. Ia tidak mempunyai penyakit mata rabun, tapi mana mungkin ia salah lihat.

Apa yang dilakukannya di taman pada saat hujan deras begini? Lexi ingin keluar dan memastikannya, tapi egonya menolak.

Keluar

Tidak

Keluar

Tidak

Setelah beberapa menit bergulat dengan egonya, ia pun memutuskan untuk keluar dan menghampirinya. Tak lupa ia mengambil payung hitam di kantong joknya.

"Dasar cewek bego!" Vanka menoleh kiri, ingin melihat siapa yang berani mengatakannya bodoh.

Betapa terkejutnya dia melihat Lexi yang sedang memayunginya, sehingga Lexi sendiri jadi terkena guyuran hujan. Ia cukup terharu. Mereka saling menatap sepersekian detik, Vanka dengan rasa terkejutnya, dan Lexi dengan sedikit rasa penasaran bercampur...khawatirnya.

"Le-Lexi... Lo ngapain disini?" tanya Vanka bingung mengapa bisa Lexi berada di taman saat hujan begini. "Bego. Harusnya gue yang nanya gitu? Ngapain lo disini?" tanya Lexi kesal, lagian untuk apa Vanka duduk di taman hujan-hujanan begini? Apa dia tidak waras?

Vanka diam tak berniat untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Lexi. Vanka mendorong pelan tangan kanan Lexi yang memegang payung untuknya, membuatnya kembali terkena rintikan hujan. "Lo pergi aja, gue masih mau sendiri" Vanka memalingkan wajahnya dari Lexi.

Vanka mendengar suara langkah kaki yang kian menjauh, huh, apa dia pergi begitu saja tanpa membujuk Vanka pulang? Vanka tertawa miris, bagaimana bisa ia berharap bahwa Lexi peduli padanya. Tidak mungkin.

Vanka merasa beruntung Lexi tak melihatnya menangis. Inilah alasan mengapa Vanka suka menangis kala hujan. Hujan mampu menyamarkan tangismu, suaranya mampu menutupi isakanmu dan menyejukkan hati dan pikiranmu. Hujan memang hebat. Ia tak pernah sakit karena hujan, baik itu flu maupun demam. Vanka bersyukur ia memiliki kekebalan tubuh yang sehat.

Vanka kembali menangis, yang ia butuh saat ini adalah menangis. Menangis tanpa seorang pun yang melihatnya lemah. Beberapa orang yang melihat Vanka duduk di tengah taman hujan-hujanan, pasti akan menganggapnya gila, namun ia tak peduli.

Harusnya ia tidak pernah berubah, sehingga ia tak akan merasakan sakit ini. Tapi, jika ia tidak berubah saat itu, mungkin ia tak akan bisa mendapatkan Lexi. Walau kenyataannya, memang belum. Vanka teringat percakapannya dengan ayahnya atau mungkin itu tidak cocok dikatakan percakapan. Vanka tertawa miris lagi.

"Selain bego, ternyata lo gila" Suara itu, bukankah dia sudah pergi. Vanka menoleh mendapati Lexi yang sedang duduk disampingnya. Vanka melihat sekitar Lexi sudah tidak ada payung lagi, apa dia hanya menyimpannya saja lalu kembali? "Sejak kapan lo disini? Bukannya lo tadi udah pergi?" tanya Vanka bingung. Mungkinkah Lexi menemaninya? Vanka langsung menghilangkan pikiran itu. Ia tersenyum senang jika itu benar.

"Sejak lo kembali nangis-" "Gue gak nangis! Gue cuman...cuman duduk sambil mengkhayal" ucap Vanka mengelak, ia tak ingin mengakuinya. "Cuman orang gila yang mengkhayal di tengah hujan deras begini sindir Lexi.

🎬🎥


"Abang? Abang kok basah-basahan? Abang main hujan? Abang kan udah gede" ucap seorang gadis kecil yang melihat Lexi memasuki rumah dengan air yang menetes dari pakaiannya. "Abang gak main hujan" dalam hati Lexi juga berpendapat ia sebenarnya bisa dikatakan bermain hujan. "Abang ke atas dulu ya" pinta Lexi, adiknya itu hanya mengangguk walau masih banyak yang ingin ia tanyakan.

Setelah selesai mandi air hangat, Lexi memakai bajunya dan berniat untuk turun ke bawah. Sesampainya di dapur ia melihat mamanya sedang mengaduk teh, kemudian menuangkan teh itu ke dalam gelas. "Kata adek, kamu kena hujan? Bener?" tanya Mama Ley menatap Lexi, Lexi hanya mengangguk. Kemudian mamanya menyodorkan teh tersebut pada Lexi, yang langsung diminumnya perlahan.

"Kok bisa kena hujan? Gak mungkinkan atap mobil kamu bocor?" ucap Mama Ley. "Bukan" ucap Lexi, ia pun menceritakan kejadian tadi pada mamanya.

"Trus kamu udah nganterin dia kan?" tanya Mama Ley. "Belum"

"Kamu biarin dia disana sendirian? Kamu in-"

"Enggak ma, Lexi bawa pulang ke rumah. Habisnya dia susah banget dibangunin" ucap Lexi.

"Trus dia mana sekarang? Dikamar kamu?" Mama Ley langsung beranjak pergi namun ucapan Lexi membuatnya terhenti.

"Dia tidur di mobil aku ma" ucap Lexi santai. Mama Ley melototkan matanya tak percaya. Bagaimana bisa anaknya sebodoh itu, membiarkan seorang gadis tidur dimobilnya dengan pakaian basah. Wanita paruh baya itu pun langsung beranjak pergi meninggalkan Lexi. Lexi menghembuskan napasnya kasar sebelum pergi menyusul mamanya.

🎬🎥



Bonjour.... Udah lama gak nyapa Lovabers a.k.a Readers Lovable 😁
Gimana kabar kalian sehat dong ya kan?
Btw Kalian lebih setuju Vanka sama Sam atau Lexi? Kalian milih dia karena apa?

Makasih yang udah setia (#eaakk 😂) nungguin cerita ini update, yang udah komen-komen cantik, yang jadi silent readers, tanpa kalian aku mah apa atuh cuman butiran debu 😁

VankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang