Vanka ingin bangun tapi matanya terasa berat untuk dibuka, ia pun kembali tidur sambil memeluk guling dan menaikkan selimut sampai kedagunya. Hangat. Sepertinya hujan sudah reda, Vanka tak mendengar rintikan hujan lagi.
Tapi ada yang aneh menurutnya. Biasanya kamarnya beraroma strawberry, tapi kini ia mencium aroma maskulin. Apalagi di tempat tidurnya, aroma itu semakin jelas. Namun Vanka tak menyangkal, bahwa ia sangat menyukai aroma itu. Ia mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya, menyusuaikan penglihatannya. Dengan jelas ia dapat melihat sekitarnya. Jelas ini bukan kamarnya, lalu kamar siapa ini? Kamar Tante Sisca pun tak semacho ini.
Ia bangkit untuk duduk, berusaha mengingat-ngingat apa yang terjadi sebelumnya. Ah, ia ingat sekarang! Ia yang menangis di taman kota, lalu Lexi menunggunya menangis, dan Lexi mengantarnya pulang namun, sepertinya ia ketiduran. Kebiasaannya setelah menangis di tengah hujan adalah tidur dalam kurun waktu yang lumayan lama.
Vanka cukup malu sekaligus senang mengetahui fakta bahwa ia tidur di kamar Lexi. Ia tak menyangka bahwa Lexi akan membawanya pulang ke rumahnya. Matanya meneliti setiap sudut kamar Lexi, kapan lagi ia bisa melihat-lihat kamarnya. Hanya ada sedikit ornamen di dinding kamar Lexi yaitu jam dan sebuah figura. Vanka menyibakkan selimut hitam yang ia pakai dan kemudian mendekati figura tersebut. Disana Lexi sedang menggendong seorang gadis kecil dengan rambut sebahu. Vanka tak tahu gadis itu siapa.
Kemudian Vanka duduk di kursi belajar Lexi, ia membuka catatan dihadapannya. Meraba setiap lembaran kertas yang berisi tulisan Lexi, seakan itu terbuat dari emas. Tulisan Lexi sangat rapi dan indah. Lalu ia mengambil pulpen di dalam catatan tersebut. Ia merasa jika ia menyentuh pulpen milik Lexi, itu juga berarti ia menyentuh tangan Lexi. Ia tertawa tanpa suara kemudia ia beralih ke jendela. Gelap!
"Ha! Ini udah malem?!" ucap Vanka tak sadar, ia melihat ke arah jam dinding. Jarum jam yang menunjukkan pukul delapan lewat dua puluh tujuh. Mata Vanka terbelalak kaget. Sebelum Vanka beranjak keluar, pintu kamar Lexi sudah terbuka menampakkan si pemilik kamar.
"Lo tidur apa mati sih? Lama bener" ucap Lexi datar, ia melihat Vanka tanpa ekspresi. Vanka yang dilihat seperti itu pun menjadi salah tingkah. "Maaf" hanya itu yang mampu keluar dari mulutnya, ia benar-benar salah tingkah sekarang. Bagaimana tidak sedari tadi Lexi terus menatapnya.
"Lo bener-bener kelihatan kayak zombie sekarang" ucap Lexi. Oh, sedari tadi Lexi memandangnya dengan tatapan ngeri ternyata dan dengan percaya dirinya Vanka menganggap bahwa Lexi sedang memujanya. Salah besar.
Dikatan seperti itu Vanka langsung melihat ke arah cermin di sampingnya. Pantulan cermin itu menampakkan seorang gadis dengan mata bengkak, rambut kepang satunya yang benar-benar sudah berantakan dan...pakaiannya adalah milik laki-laki. "I-ini baju lo?" tanya Vanka tak percaya. "Iya. Nyokap gue yang ganti baju lo. Gue tunggu lima menit lagi di luar" setelah itu Lexi keluar dan menutup pintu kamarnya.
Vanka masih tak percaya, sungguh. Ia senyam-senyum sendiri mengetahui bahwa baju yang ia pakai adalah milik Lexi. Walau sedikit kebesaran, ehm bukan, memang terlalu besar. Tak ingin Lexi menunggu lama, ia merapikan kembali rambutnya.
🎬🎥
Vanka duduk dengan canggung di meja makan yang dihuni oleh keluarga Lexi tersebut. Dia duduk tepat disamping Lexi. Ah, rasanya senang sekali. Jantungnya berdetak tak karuan, apalagi disini ada calon mertuanya. Duh.
"Jadi, kamu tinggal sama siapa disini Van?" tanya mamanya Lexi membuka percakapan. "Sama tante adiknya papa, tan" jawab Vanka berusaha tenang. Semoga saja mereka tak bertanya lebih jauh lagi. Tapi tampaknya, itu tidak mungkin.
"Memangnya papa sama mama kamu dimana Van?" tanya mama Lexi lebih jauh lagi. Inilah yang Vanka tidak suka. Dia harus selalu berbohong untuk menjawab pertanyaan seperti itu. "Papa lagi ada urusan diluar negeri dan mama udah pergi."
"Pergi kemana?" tanya mamanya Lexi lagi, membuat suaminya menyikut lengannya. Suaminya bingung, apakah istrinya tidak mengerti dari kata 'pergi' yang diucapkan Vanka, atau pura-pura tidak tahu.
"Surga, tante" Vanka tersenyum manis, tak terlihat raut kesedihan diwajahnya. "Maaf, tante gak bermaksud buat kamu sedih" ucap mamanya Lexi menyesal. "Gakpapa kok tante."
Setelah selesai makan malam bersama Vanka izin untuk pamit pulang karena sudah terlalu malam. Ia juga minta maaf karena sudah merepotkan mereka.
Baginya ini benar-benar mimpi yang terwujud dalam realitanya. Unexpectedly. Vanka cukup senang, sehingga ia melupakan bahwa ia menangis sebelumnya.
🎬🎥
Maaf chapter ini sikit banget, soalnya ide aku mentok cuman sampai sini doang. Doain aja biar cepet-cepet dapat ilham 😁buat lanjutin cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanka
Teen FictionSulit dipercaya! Seorang Vanka rela menjadi cupu atau fake nerd hanya untuk mengejar Lexi--cowok yang telah merebut seluruh perhatian Vanka. Apakah Vanka tahan untuk terus berpura-pura (?) mengingat sifatnya yang biasanya bar-bar. Yang dulunya...