Rasanya sekarang hidupku selalu tidak tenang. Selalu saja ada penganggu yang datang. Hidupku sekarang sepertinya lebih rumit. Sungguh aku rindu kehidupanku yang tenang tanpa ada penganggu seperti sekarang. Kalian pasti tahu siapa yang kumaksud sebagai penganggu. Siapa lagi kalau bukan orang yang sedang bersender diri dimobilnya yang terparkir di depan rumahku. Aku tahu apa yang membawanya kesini. Aku hanya bingung pada dia. Apa sekarang urat malunya sudah putus ? Aku sudah menolaknya dan bilang padanya kalau aku tidak mau bertemu dengannya lagi Tapi lihatlah sekarang. Dengan santainya dia datang tanpa mengingat kesalahannya. Aku sengaja tak mau membuka pintu rumahku untuknya. Biarkan saja dia seperti itu. Kesambar petir pun aku tak akan peduli padanya. Biar dia pergi dengan sendirinya.
"Nak, kenapa kau tidak membukakan pintu untuk Christian ?" Aku menolehkan kepalaku pada bibi Brenda yang berdiri disampingku. Aku baru sadar kalau dia berdiri disampingku. Aku berbalik badan dan menyenderkan punggungku ditembok.
"Biarkan saja dia. Aku malas bertemu dengannya. Bibi pasti nanti tahu apa yang dilakukannya nnati kalau kami bertemu. Dia dan mulut kejamnya itu tak bisa berhenti menghinaku."
"Hmmm. Dengarkan bibi nak. Disini bibi tidak membela siapapun. Tapi cobalah untuk menerima kehadiran Christian. Bagaimanapun dia orangtua dari Evan juga. Dia berhak untuk membahagiakan anakmu juga nak. Bibi memang marah dan kecewa saat tahu perilaku buruknya padamu. Tapi, dua perasaan itu akan semakin membuatmu membenci dia."
"Apa bibi rela dia mengambil Evan ?" Bibi Brenda diam mendengar pertanyaanku. Aku tahu kalau dia juga tidak akan mau kalau Evan diambil Christian. Dan juga aku bingung sepertinya bibi Brenda mendukung Christian.
"Begini nak. Pikirkan semuanya. Jangan terlalu egois disini. Karena semua menyangkut kebaikan Evan. Bibi tidak bermaksud apapun. Hanya saja cobalah menerima Christian sebagai ayah Evan." Aku hanya diam mendengarnya. Apa benar ?
Drrrttt...ddrrttt....
Aku terkejut dengan getaran ponselku diatas meja. Segera kuambil ponselku dan kulihat tak ada nama. Hanya barisan angka. Segera kuterima panggilanditeleponku.
"Siapa ?" Tanyaku.
"Sampai kapan kau akan menutup pintumu ? Aku bisa saja mendobrak pintumu tapi aku masih punya hati." Aku baru ingat kalau ini nomor Christian. Aku memang tak menyimpan nomornya. Dan apa dia bilang tadi ? Hati ? Aku tak yakin dia memiliki hati.
"Tunggu, apa kau masih punya hati ? Kupikir hatimu sudah kau telan hingga kau tak punya hati lagi." Sindirku padanya.
"Terserah apa katamu. Lebih baik kau buka saja pintunya biar aku masuk."
"Ck, pemaksa." Jawabku langsung kumatikan saja. Pada akhirnya aku membukakan pintuju untuk dia. Aku masih ingat kalau dia tidak akan pernah main-main dengan ucapannya. Jadi lebih baik kubuka saja pintuku. Kalau tidak, mungkin bisa saja hancur rumahku ini.
Saat kubuka pintu, aku terkejut karena ternyata Christian sudah ada di depan pintu. Berdiri dengan santainya. Apalagi dengan menampilkan. Senyumnya yang menurutku sangat memuakkan.
"Mau apa kau kesini ?" Tanyaku padanya.
"Sudah nak. Biarkan dia duduk dulu. Nak Christian silahkan duduk. Bibi mau kedalam dulu. Kalian jangan bertengkar. Evan sedang tidur." Aku hanya mengangguk mendnegar ucapan bibi Brenda padaku. Setelahnya bibi Brenda meninggalkan kami berdua.
"Untuk apa kau kesini. Apa belum puas aku kemarin menolakmu ?" Tanyaku lagi padanya. Dia tidak menjawabku sama sekali. Dia hanya melihat kearahku. Dan sialnya, jantungku terasa mau lepas dari tempatnya.
"Baiklah kalau kau tidak menjawab silahkan keluar." Lanjutku jengah melihat tingkahnya yang sangat aneh.
"Ck, kau masih saja sama seperti dulu Kyle." Balasnya. Aku hanya menaikkan alisku saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt To Love You
RomanceMpreg Gay story Homophobic ? Gak usah baca ! Highest rank #122 in romance •-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-• "Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganku ? Apa kau masih mau denganku ?" Ucapku dengan pelan. Aku berusaha menatap tepat dimatanya. "Tentu...