Setelah kejadian dimana ayah Tian mendatangiku dan memintaku berpisah tapi saat itu pula aku melawannya, sekarang aku sama sekali tidak mendapatkan ancaman apapun. Entahlah firasatku mengatakan kalau yang kulakukan kemarin berhasil. Buktinya, hari itu juga Tian pulang dengan muka yang sedikit cerah walaupun masih ada muka kesal. Dia bertanya padaku apa yang telah aku ucapkan pada ayahnya. Tapi aku belum memberitahukan padanya apa yang telah aku ucapkan. Biarkanlah dia tidak mengetahuinya, aku tak mau membuatnya merasa terbang kelangit ke-tujuh saat mendengarkan ceritaku.
"Sayang...." Aku berdecih mendengar suara orang disampingku. Bukan masalah dia memanggilku dengan sebutan itu, dia sudah sering memanggilku dengan seperti itu. Hanya saja nada yang dia gunakan sungguh tak cocok dengan penampilannya.
"Nada berbicaramu ingin membuatku muntah Tian." Seruku padanya. Kudengar dia tertawa. "Kenapa kau tak bekerja ?"
"Aku ingin menikmati waktuku denganmu."
"Kau seorang bos tapi seenak kau saja."
"Biarkanlah, aku yang menggaji mereka."
"Tidak ada hubungannya, bodoh !"
"Aku hanya ingin tahu apa yang kau ucapkan pada ayahku sampai dia pulang dengan diam tanpa mengucapkan apapun. Hanya itu saja." Aku meletakkan makanan ringan yang awalnya ditanganku ke atas meja.
"Kenapa kau tidak bertanya saja pada dia." Jawabku. Aku berdiri dan pergi kedapur. Rasanya minum jus dingin lebih segar dibandingkan mendengar suara Tian. Tak selang berapa lama, kudengar Tian sedang berbicara. Apa dia benar-benar menelepon ayahnya ? Hah sungguh. Aku hanya mengendikkan bahu dan menuangkan jus kedalam gelasku dan beralih duduk di tempatku semula.
"Kyle. Apa kau serius mengucapkan itu semua pada ayahku ?" Aku menaikkan alisku.
"Memang ayahmu bilang apa ?"
"Dia bilang kalau kau merubah jalan pikirannya."
"Mungkin saja benar." Ucapku.
"Baiklah, nanti malam kita pergi kerumah orangtuaku. Mereka ingin bertemu denganmu." Aku tersedak minuman jus ku sendiri. Apa ? Aku, maksudnya kita pergi kerumah orangtua Tian ? yang benar saja.
"Apa kau gila ?"
"Tidak sama sekali. Ayahku yang memintanya. Sudahlah, lebih baik kau bersiap-siap saja karena mungkin kita akan menginap disana." Aku menggeleng dengan cepat. Tapi, sialnya tian terus memaksaku hingga pada akhirnya aku yang harus mengalah dengannya.
"Oh ya Kyle, kenapa kau sekarang sedikit gemuk ?" Aku melihat ke tubuhku sendiri. Apa benar ? Ah, mungkin hanya penglihatan dia saja yang salah.
"tidak, aku masih sama."
*****
Mataku mengelilingi bangunan yang sangat besar. Pertama kali masuk mataku langsung jatuh cinta dengan interior dalam rumah ini.
"Ehem...." Aku tersadar dari keterpukau-an ku. Kusadari Tian yang tadi entah kemana kini sudah duduk disampingku. "Sebentar lagi mereka kesini. Entah apa yang mereka inginkan. Sepertinya sangat serius." Aku hanya menaikkan alisku saja. Jelas saja pasti hal yang serius karena ini menyangkut anaknya sendiri.
Tak lama, kudengar suara hentakan kaki dan kulihat seorang wanita yang kuduga adalah ibu Tian juga pria yang kemarin memaksaku untuk meninggalkan anaknya, siapa lagi kalau bukan ayah Tian.
Mereka berdua duduk tepat didepan kami."Jadi, ini yang namanya Kyle ?" Aku mengangguk menjawab pertanyaan ibu Tian.
"Perkenalkan, namaku Sophie." Sekali lagi aku mengangguk dan tersenyum padanya."Saya tahu, anda sangat terkenal dengan kelembutan hati anda dan ramah dengan senyum." Jawabku berusaha ramah. Benar memang ucapanku. Wanita didepanku ini sangatlah terkenal dengan kelembutan hati.
"Terimakasih atas pujianmu. Kau juga ramah, Kyle."
"Ehm....apa tujuan disini hanya untuk memuji satu sama lain ?" Baru saja aku hendak menjawab akan tetapi ayah Tian sudah mendahuluinya.
"Kau menganggu kami saja." Seru Sophie. Suaminya hanya menatapnya tajam. "Baiklah, lanjutkan."
Simon berdehem sebelum melanjutkan apa yang menjadi inti dari pertemuan ini. "Hari sebelumnya aku sudah mendatangimu dan memintamu untuk meninggalkan anakku, benar bukan Kyle ?" Kyle mengangguk, Tian yang berada di sampingnya ingin membantah ucapan ayahnya tapi Kyle memegang tangan Tian melarangnya untuk bertindak. Ia tahu kalau ini bukanlah intinya. Simon maupun Sophie melihat apa yang terjadi pada dua anak muda didepan mereka. "Tapi kau memberi penolakan atas perintahku bukan ? Dan juga kau memberiku penjelasan yang menurutku sangat sulit untuk ku pikirkan. Asal kau tahu kalau aku harus rela begadang hanya karena mengingat ucapanmu." Lanjut Simon. Tian sudah tidak sabar akan apa yang diucapkan ayahnya, menurutnya pria tua dihadapannya sangatlah bertele-tele.
"Lebih baik langsung ke intinya saja."
"Baik, mungkin jawabanku ini akan banyak konsekuensinya dan kuharap kalian semua akan siap untuk semuanya. Aku telah berpikir secara matang dan keputusanku adalah membebaskan kalian. Aku tidak akan melarang atau memaksa kalian untuk berpisah. Ucapan Kyle berhasil menohokku dan kuakui kau berbakat dalam debat, nak." Kyle terkejut dengan apa yang diucapkan Simon. Dia tak menyangka kalau akan secepat ini ayah Tian luluh. "Boleh kutahu nama anak kalian ?" Lanjut Simon.
"Evan Ty, dia adalah anakku." Tian sontak menolehkan pandangannya ke Kyle.
"Evan Preston."
"Sejak kapan dia bermarga Preston ? Dia masih tetap Ty." Jawab Kyle. Mereka berdua tetap berdebat hingga tak menyadari dengan seseorang yang sedang terkejut.
"Ty ?" Tian dan Kyle menghentikan perdebatan kecil mereka dan menoleh kearah simon. "Apa nama belakangmu Ty ?" Tanya Simon dan mendapat anggukan oleh Kyle. "Martin Ty ? Apa benar ?" Simon bertanya pada Kyle yang berhasil membuatnya terkejut tapi dengan cepat dia menyembunyikan keterkejutannya. Sudah lama dia tidak mendengar nama itu. Hatinya sakit bahkan rasanya sekarang ingin menangis saat Simon menyebut nama seseorang yang sangat disayanginya.
"Ma-maksud anda ?" Tanya Kyle balik.
"Nama belakang kalian sama. Apa kau keluarga dia ?" Balas Simon. Sophie dan Tian bingung dengan apa yang keduanya bicarakan, mereka hanya mendengarkan. Keadaan hening untuk beberapa saat. "Simon Ty adalah teman lamaku Kyle. Memang sudah lama aku tidak berjumpa dengannya. tapi terakhir kali aku bertemu dengannya kulihat dia sangat kacau. Saat itu aku memang tidak ingin bertanya tentang masalah apa yang sedang menganggunya. Hingga keesokan harinya dia datang kerumahku dan mengeluh padaku kalau dia....ah lebih tepatnya keluarganya sedang kacau sejak anaknya dinyatakan hamil. Dia juga mengaku padaku kalau dia mengusir anaknya sendiri." Kyle tercekat mendengar penjelasan Simon. Ingatannya kembali ke saat-saat menyedihkan dan kehancurannya. Apa dia baik-baik saja sekarang ini ? Tidak ! Bahkan Kyle merasa tidak bisa menggerakkan kakinya karena lemas. Bagaimana bisa Simon mengenal ayahnya ? Dan lagi kenapa dia baru mengetahui kalau ayah Tian dan ayahnya merupakan teman lama yang kelihatannya sangat dekat. Sekarang dia takut bagaimana nantinya kalau ayahnya dan keluarganya mengetahui kalau dirinya menjalin kasih dengan anak sahabat ayahnya. Kyle takut kalau semua ini nanti akan berimbas pada keluarga Tian. Dia tidak menginginkannya. Sangatlah tidak ! "Ah, kenapa aku jadi mendongeng. Baiklah lebih baik kalian beristirahan dan lagi kemana anak kalian ?" Tanya Simon.
"Dia sedang berada dirumah bibinya. Aku sudah menyuruh supir untuk menjemputnya. Mungkin sebentar lagi akan datang. Aku dan Kyle akan ke kamar dulu. Kalian jangan berbuat aneh-aneh dengan anakku nanti." Ujar Tian dan menggandeng tangan Kyle, mereka berjalan menuju kamar Tian yang tak jauh dari tempat duduk mereka tadi.
Tian tidak bodoh, dia melihat ekspresi yang dikeluarkan kekasihnya saat ayahnya menceritakan kisah keluarga sahabat ayahnya. Tian ingin bertanya tapi menurutnya lebih baik dia menyimpannya dulu dan menunggu saat yang tepat untuk Kyle menceritakannya.
TBC
I'm back 👏🏻
Btw....maafkan ya telat update dan kalau ada alur berbeda maafkan juga 🙏🏼🙏🏼Vote dan komen ya ditunggu 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt To Love You
RomanceMpreg Gay story Homophobic ? Gak usah baca ! Highest rank #122 in romance •-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-• "Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganku ? Apa kau masih mau denganku ?" Ucapku dengan pelan. Aku berusaha menatap tepat dimatanya. "Tentu...