Kyle Ty POV

18.2K 1.5K 15
                                    

"Hari ini kau tidak ke kantor ?" Tanya Mr.Preston pada Tian. Kulihat dia menggelengkan kepalanya.

"Aku harus bersiap-siap karena nanti malam harus ke Korea mengurus perusahaan yang sedang dibangun disana." Aku terkejut dengan ucapannya. Kenapa dia tidak bilang padaku terlebih dulu ?

"Kenapa kau tidak memberitahu ku ?" Tanyaku. Tian tersenyum dan mengelus kepalaku.

"Sebenarnya aku ingin memberitahumu kemarin malam. Tapi kau malah tertidur setelah kita melakukan...."

"Jangan diteruskan ! Memalukan." Potongku, sungguh dia tidak tahu tempat untuk mengatakan hal itu. Aku tahu apa yang akan diucapakannya. Karena itulah lebih baik aku memotong ucapannya.

"Ow....Evan sayang, sepertinya kamu akan mempunyai adik." Aku menolehkan wajahku ke Anna yang memangku Evan. Pasti dia mengetahui apa yang dimaksud Tian tadi. 

"Beneran ? Evan tak sabar punya adik." Kulihat Evan tersenyum senang yang malah membuatku tak bisa berkata-kata lagi. 

"Bisakah kalian tidak membicarakan hal aneh-aneh disaat makan ? Kebiasaan." Kini ibu Tian yang berucap. 

"Mom, apa kamu tidak senang kalau mempunyai cucu lagi ?"

"Tentu saja senang Anna, tapi bisakah kau tidak membahas hal ini disaat kita makan ?" Kulihat Anna hanya tersenyum. Aku menggelengkan kepalaku melihat tingkah Anna yang sungguh berbanding terbalik dengan Tian. Tian yang sangat dingin sangat berbeda dengan Anna yang hangat dengan sekitarnya. 

"Berapa lama kau disana ?"

"Satu minggu Dad, aku akan mengajak Kyle kesana. Dan Evan dia harus sekolah. Jadi, tidak bisa." Sekali lagi aku terkejut dengan ucapannya. Rasanya ingin sekali aku memberi jitakan ke kepalanya yang seenaknya hatinya saja tanpa meminta persetujuan dulu. "Kau jangan menolak Kyle, aku tidak mau tiket yang sudah kubeli untukmu terbuang percuma." Aku hanya mendengus kesal mendengarnya. Sungguh mengesalkan.

Kudengar bel rumah berbunyi. Siapa yang bertamu sepagi ini ? Sophie, ibu Tian berdiri.

"Tidak perlu Mom, biarkan aku saja yang membukanya." Ujarku dan berdiri langsung berjalan kearah pintu utama. ya, aku memang sudah memanggilnya dengan sebutan itu. Bukan hanya Ibu Tian, tapi ayahnya juga kupanggil sama seperti Tian memanggil ayahnya. Ini sebenarnya bukanlah kemauanku, tapi merekalah yang memintanya. Ah, lebih tepatnya memaksa. Mereka juga memintaku untuk tidak berbicara dengan formal. Mereka bilang tiak nyaman kalau au berbicara dan memanggil mereka dengan sangat formal. Terlebih lagi mereka sudah menganggapku sebagai keluarga mereka sendiri. Dan masalah tentang tinggal dirumah ini, kami belum memberi jawaban apakah kami akan tinggal disini atau tidak karena sesuai kesepakatan kemarin malam, kalau ayahku memaafkanku maka kami akan tinggal disini. tapi jika tidak, maka kami hanya akan berkunjung kesini dan kembali ke apartment. Walaupun begitu, tetap saja Tian menolak untuk tinggal disini. Bahkan dia memaksaku untuk membatalkan kesepakatanku dengan ayah Tian. Dia bilang kalau dia akan berusaha dengan caranya sendiri tanpa bantuan dari orang lain walaupun itu adalah ayahnya. Tapi, menurutku itu akan sia-sia karena aku tahu bagaimana keras kepalanya ayahku. Apalagi dengan Tian yang juga keras kepala. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang lebih buruk nantinya. Jadi, aku berharap pada ayah tian. Aku yakin kalau ayahku akan memaafkanku.

Kubuka pintu, aku terpantung melihat siapa yang datang. Dia, ayahku kini berdiri tepat didepanku. Lidahku kelu untuk mengucapkan kata-kata. Bahkan untuk menyapanya saja rasanya tidak sanggup. Jantungku berdebar dengan cepat. Takut, ya aku takut kalau dia akan mengusirku lagi dan berkata kasar padaku, meneriakiku. 

"Apa kau tidak mempersilahkanku masuk ?" Aku tersadar dari ketakutanku. Aku segera menyingkir dari tengah pintu. Dia masuk dan melewatiku. Entahlah, walaupun dia tidak mengumpat padaku tapi tetap saja aura dingin yang diberikannya masih menakutkan. Aku mengikutinya dibelakang. Dia duduk di kursi meja makan dan menyapa ayah Tian begitupun sebaliknya. Aku kembali duduk di kursiku tadi. AKu melihat kearah Tian, dia hanya tersenyum dan mengangguk seolah-olah berkata kalau tidak akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Aku tidak menyangka kalau kau akan datang sepagi ini." Ujar ayah Tian pada ayahku.

"Kau yang meminta bodoh." Mereka terlihat sangat akrab.

"Apa ada sesuatu yang tidak kami ketahui ?" Tanya Anna. Ayahnya tersenyum menanggapi pertanyaan anaknya. Sedangkan Tian ? Jangan ditanya, dia hanya diam dan melanjutkan acara sarapannya. Begitupun dengan Evan. Lama-lama mereka berdua sangat mirip.

"Baiklah, jadi Kyle sepertinya kau harus tinggal disini karena ya, kau sudah tahu sendiri." 

"Maksudnya ?" Sungguh aku tidak mengerti sama sekali.

"Aku disini tidak menumpang sarapan. Jadi Mr.Christian, apa yang bisa anda janjikan untuk bersama anak saya ?" Aku terkejut dengan apa yang diucapkan ayahku. Apa ini maksudnya kalau dia sudah merestui kami ?

"D-dad ?"

"Sudah nak, aku sudah tidak muda lagi. Lupakan masalalu keluarga kita. Aku sadar, yang paling penting adalah kebahagiaan anak-anakku. Silahkan jawab Christian." Akhirnya airmataku jatuh. "Jangan menangis nak, aku sudah memaafkanmu. Begitupun ibumu." Inilah kata-kata yang selama ini aku tunggu dan ingin kudengar. Akhirnya aku bisa mendengarkan kata-kata itu. Aku tidak menyangka kalau akan terjadi seperti ini. Dulu, kurasa hanya menjadi mimpi saja untukku mendengarkan kata maaf yang akan keluar dari muluth orangtuaku. Tapi, mimpi itu sudah menjadi kenyataan. 

"Aku akan membahagiakan anakmu. Anda bisa melihat sendiri." Kudengar Tian menjawab pertanyaan ayahku. 

"Hmm....apa dramanya belum selesai ? Kurasa aku harus segera berangkat karena aku tak mau terlambat masuk." Suara Anna menginterupsi. Kulihat dia berdiri dan berpamitan pergi.

"Hati-hati dijalan !" Teriak Ibunya.

*****

Kini kami duduk diruang keluarga dengan EVan yang berada di pangkuanku.

"Apa itu anak kalian ?" Tanya ayahku. Aku tersenyum dan mengangguk.

"Iya, dia Evan. Evan Ucapkan salam pada Grandpa."

"Hai Grandpa." Sapa Evan pada ayahku. Tadi, ayahku sudah menceritakan semuanya yang terjadi selama ini. Benar dengan apa yang diceritakan Tian padaku kemarin. 

"Lalu, tunggu apalagi ? Cepatlah kalian menikah." Seru ibu Tian yang baru datang dengan beberapa jus di nampan. Aku segera memindahkan Evan dari pangkuanku dan membantunya untuk menaruh gelas berisi jus diatas meja. "Terimakasih Kyle." Aku tersenyum dan mengangguk.

"Kalian tunggu saja." Aku menoleh kearah Tian yang duduk disampingku. 

"Kalian berangkat jam berapa ?"

"Delapan malam." Jawab Tian. 

"Dad, apa aku bisa ke makam Mommy ?" Tanyaku. Sekarang, aku sangat ingin berkunjung ke makam ibuku. Rasanya berdosa sekali jika aku tidak mengunjunginya saat setelah aku mengetahui kalau mereka telah memaafkanku.

"Tentu nak, Aku akan memberikan alamat dimana makan ibumu. Pasti dia sangat merindukanmu nak." 

Jangankan ibuku, aku bahkan sangat merindukannya. Andai saja ibuku masih bernafas dan didepanku saat ini, aku pasti akan memeluknya dengan sangat erat untuk melampiaskan rasa rinduku pada ibuku. Aku sadar, semarah apapun dia dan semurka apapun dia padaku dulu. Pasti dia akan dengan mudah memaafkanku karena bagaimanapun juga dia yang sangat tahu bagaimana diriku. 

TBC

Update lagi....Cie yang ditagih adik hahaha

Vote dan komen ditunggu ya....

Hurt To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang