"Maafkan aku Kyle, sungguh tidak ada niatan sama sekali untukku merusak hubungan kalian. Tapi itu semua kulakukan karena paksaan Mario. Mungkin sekarang kau tidak akan percaya dengan apa yang kujelaskan padamu mengenai sifat asli Mario. Tapi, kumohon maafkanlah aku. Sungguh aku tidak bisa hidup dalam penyesalan. Kekasihku tahu apa yang kulakukan dan sekarang dia pergi meninggalkanku dengan alasan dia tak mau mempunyai kekasih yang buruk hati. Keluargaku hancur, perusahaan ayahku bangkrut. Bahkan sekarang ayahku harus dirawat dirumah sakit. Aku kesini bukan untuk curhat, hanya saja maafkanlah aku." Kupandangi seorang wanita didepanku, tak ada sama sekali kebohongan yang terlihat. Dia sangat terlihat jujur. Dan jujur saja aku merasa kasihan dengan apa yang diceritakannya. Mengenai Mario, kurasa dia juga tidak berbohong.
"Alicia, aku memaafkanmu. Jangan kau pikirkan lagi mengenai hal itu. Semua sudah kuanggap tidak ada dan lagi hubungan kami sudah baik. Setidaknya aku berterima kasih padamu karena dengan ini aku tahu sebesar apa dia mencintaiku." Jawabku. Ya, aku memang memaafkannya. Tapi, untuk Mario aku sama sekali belum bisa memaafkannya. "Hmm....kurasa cukup disini saja Alicia, aku pamit pulang dan semoga ayahmu cepat sembuh juga perbaiki hubunganmu dengan kekasihmu, aku yakin dia hanya mengujimu. Permisi." Aku berdiri dan segera keluar dari restoran. Selangkah maju, aku berhenti dan menoleh kebelakang lalu tersenyum saat Alicia mengucapkan terimakasih padaku.
Pertemuan kami bisa dikatakan tidak sengaja. Aku yang memang sedang ingin makan keluar, memutuskan untuk makan di restoran dekat dengan rumah. Dan tak kusangka aku melihat seorang wanita yang mirip sekali dengan wajah difoto saat itu, dia memakai baju pelayan. Tentu saja aku langsung memanggilnya dan bertanya apakah dia yang berfoto dengan Tian. Ternyata memang benar.
Karena aku tak mau stress memikirkan hal itu, lebih baik aku pulang. Aku yakin semua sudah menungguku.
*****
"Kyle, kau darimana ? Aku kira kau kabur lagi." Aku melirik Arianna yang tengah berdiri disampingku.
"Aku hanya ingin makan diluar saja. Tidak mungkin aku kabur, kalaupun aku kabur pasti kakakmu akan mencariku walaupun ke ujung duniapun." Jawabku. Dia tertawa kecil.
"Baiklah, ah ya jangan lupa nanti kita akan pergi kerumah ayahmu. Lebih baik kau bersiap-siap. Kekasihmu sedang dikamar Evan. Hah, sungguh kalau ada ayahnya, Evan pasti menempel dengan ayahnya sampai melupakanku."
"Jelas saja dia ayahnya." Jawabku dan berlalu meninggalkannya.
Segera aku masuk kekamar dan menyiapkan pakaianku, setelahnya aku langsung membersihkan diriku. Tak butuh waktu lama untukku mandi karena aku buka Tian yang mandi entah apa yang dia lakukan dikamar mandi hingga lama. Aku segera keluar dan mengeringkan badanku. Kupakai pakaianku yang sedikit longgar karena aku tak mau menyiksa bayi didalam perutku. Hah, sungguh aku tak sabar melihat dia lahir.
Tok....tok....tok
"Kyle ? Apa sudah siap ?" Kudengar suara Arianna dari depan kamar.
"Sebentar lagi." Jawabku sedikit teriak. Aku hanya perlu merapikan rambutku dan selesai. Aku berjalan menuju pintu dan segera membukanya. Kulihat Arianna juga sudah berganti baju dari terakhir yang aku lihat tadi. Kutolehkan wajahku kekanan dan kiri. "Dimana yang lain ?" Tanyaku padanya. Dia menaikkan alis dan berjalan lebih dulu. Segera kuikuti dari belakang.
"Mereka sudah duluan Kyle. Kami seperti menunggu seorang ratu saja." Segera kupukul pelan kepala Arianna yang membuatnya mengaduh.
"Aku laki-laki bodoh."
"Jangan mengumpat saat kau mengandung Kyle. Kalau Mommy tahu, habislah riwayatmu." Kupicingkan mataku melihatnya. Tapi sebenarnya yang dia ucapkan memang benar. Coba saja aku mengumpat didepan ibu Tian, sudah pasti aku yang akan diupmpati balik olehnya. Sejak aku kembali kesini, tepat dua minggu yang lalu, ibu Tian semakin protektif dengan kandunganku. Bahkan sebenarnya aku dilarangnya untuk melakukan kegiatan, tentu saja aku segera membantah dengan alasan aku masih sangat kuat bahkan kuyakini pada dia tentang bagaimana saat aku mengandung Evan dulu. Pada akhirnya dia mengalah walaupun masih sering mengawasiku jika dirumah. Sikap ibu Tian tidak ada bedanya dengan anaknya. Siapa lagi kalau bukan Tian. Bahkan ke-protektivannya lebih parah daripada ibunya. Pernah satu kali dia menemaniku satu hari penuh hanya untuk berdiam diri dirumah. Padahal hari itu adalah hari dimana dia harus bertemu dengan klien penting. Bukan hanya itu saja, kemana-mana pun sebenarnya dia meminta seorang pembantu yang bekerja dirumah ini untuk setia menemaniku. Sungguh aku merasa malu saat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt To Love You
RomanceMpreg Gay story Homophobic ? Gak usah baca ! Highest rank #122 in romance •-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-• "Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganku ? Apa kau masih mau denganku ?" Ucapku dengan pelan. Aku berusaha menatap tepat dimatanya. "Tentu...