Kyle Ty POV

18.8K 1.6K 41
                                    

Aku terduduk lemas, rasanya kakiku tak bertenaga walaupun hanya untuk digerakkan. Mataku memanas, entah sudah berapa banyak airmata yang ku keluarkan. Tak lama. Sedih, marah, sakit bercampur menjadi satu.

"Inilah kenapa aku tidak mau menceritakan padamu." Tian yang mulanya duduk disampingku kini memelukku berusaha menenangkanku. "Menangislah." 

Kenapa aku baru mengetahuinya ? Tidak ! Sebenarnya aku sudah tahu saat aku datang kerumahnya. Tapi, kenapa setelah mendengar cerita ini sangat menyakitkan untukku. 

Flashback....

Sesuai dengan janji Tian padaku, dia akan mengurus semuanya. Semua tentang perdebatanku dengan ayahku saat kami berkunjung kerumahnya. Tidak menunggu lama, keesokannya tian langsung berangkat kesana dan dia mau hari itu juga semua masalah selesai. Tentu saja aku bahagia dengan apa yang di janjikannya padaku karena dengan ini aku bisa melihat kesungguhannya dan juga ketulusannya untuk kembali padaku. Sekarang, aku hanya menunggunya pulang karena dia sudah menghubungiku dan dia berucap kalau dia sudah selesai dengan urusannya. 

Tak lama, kudengar suara pintu terbuka dan munculah sosok yang sudah kutunggu. Tian berjalan masuk dan duduk disampingku. 

"Bagaimana ?" Tanyaku.

"Ayahmu sungguh keras kepala. Kau tahu, aku harus menjatuhkan harga diriku didepannya." Terkejut ? Tentu saja. Setahuku, Tian adalah orang yang sangat menjunjung harga dirinya bahkan dia tak akan mau direndahkan oleh orang lain. 

"Lalu ?" Tanyaku lagi.

"Aku hanya perlu meyakinkan dia saja. Tapi, kurasa ayahku akan membantu kita dalam hal keras kepalanya."

"Kau bilang seperti itu seperti tak berkaca pada dirimu sendiri. Kau juga keras kepala." Sindirku padanya dan hanya diotanggapi dengan senyuman. "Lalu tentang ibuku ?" Inilah yang sungguh aku ingin ketahui. Perkataan ayahku saat itu masih menghantui pikiranku hingga sekarang.

"Aku tidak yakin akan menceritakan padamu. Aku hanya tidak mau kau nanti berbuat yang tidak aku inginkan." Jawabnya. Aku berdecih menanggapinya.

"Biarkan aku mendengarkan. Kumohon Tian, kau tahu sendiri sejak kita kesana aku terus saja kepikiran dengan ucapan ayahku tentang ibuku. Jadi, biarkan aku mengetahuinya dan juga jangan ada yang kau sembunyikan. Aku yakin pasti dia cerita padamu dan kau juga harus menceritakannya padaku." Tian menghembuskan nafasnya dengan keras.

"Baiklah, kau yang memaksaku." Aku mengangguk.

"Awalnya kedatanganku ditolak oleh ayahmu. tapi aku tetap memaksa dan pada akhirnya dia mengalah. Aku memohon padanya untuk merestui hubungan kita. Sialnya, dia malah memarahiku. Aku bertanya kenapa dia sangat membencimu. Awalnya dia diam hingga aku memaksanya dan mengancam akan mencabut sahamku di perusahaannya dan berhasil akhirnya dia bercerita. Dia bilang kalau dia kecewa denganmu, tapi dari semua itu aku bisa menangkap kesimpulan kalau ayahmu hanya tidak ingin namanya menjadi tercoreng karena anaknya hamil terlebih lagi kau adalah seorang pria. Sungguh dia sangat egois." Aku hanya diam mendengarkan cerita Tian. Hatiku sakit mendengarnya. "Dan masalah Ibumu aku juga bertanya setelahnya. Aku bertanya tentang apa maksud yang dia ucapkan saat kita datang kerumahnya. Dia bilang kalau ibumu meninggal beberapa hari setelah kau pergi dari rumah. Dia bilang kalau ibumu sakit parah dan harus menginap dirumah sakit. Ayahmu tidak menjelaskan tentang sakit apa yang dialami oleh ibumu. Tapi, satu hal yag perlu kau ketahui. Ibumu memang kecewa denganmu. Tapi dia memaafkanmu dan bahkan ingin sekali kau pulang kerumah." Airmata yang sudah kutahan akhirnya mengalir. Sungguh sakit rasanya mendengarkan cerita Tian. 

"La-lalu kenapa ibuku tidak mencariku dihari aku pergi ?"

"Dia membujuk ayahmu untuk mencarimu dan membawa pulang. Tapi ayahmu sedang marah besar hingga dia tidak peduli dengan apapun. Yang aku bingung, kenapa dia bercerita seakan-akan dia menyesali perbuatannya. Tapi saat kau datang kemarin, hanya kebencian yang kulihat." 

End flashback.

"Terus, apa yang akan kita lakukan ?" Tanyaku pada Tian.

"Aku akan terus berusaha untuk mendapat restu ayahmu. Aku yakin ayahmu tidak sekeras kepala ayahku. Percayalah kalau dia masih menyayangimu. Bahkan dia tadi menyuruhku untuk membuktikan kalau aku layak. Cih, apa dia tidak tahu siapa aku ? Tentu saja aku sangat layak untuk menjadi menantunya. Semua orang menganti untuk menjadi kekasihku." Aku hanya berdecih mendengar ucapanya yang terkesan sombong.

"Sombong sekali kau." Tian tersenyum menanggapiku. Dia mengangkat tangannya dan menghapus air mataku.

"Lebih baik aku menyombongkan diriku supaya kekasihku tidak sedih. Lihat ? Bahkan kau sangat manis saat tersenyum." 

"Tidak perlu memujiku." Jawabku.

"Aku berbicara fakta sayang. Baiklah, sekarang bersihkan tubuhmu dan bersiaplah untuk menjemput Evan dan menginap kerumah orangtuaku. Mereka merindukan cucu mereka." Aku mengangguk dan bergegas membersihkan diriku.

*****

"Grandma, Evan mau itu." 

"Evan, grandma sedang makan. Kamu bisa ambil sendiri bukan ?" Ujarku pada anakku yang menyuruh ibu Tian mengambilkan kue di tengah meja makan. 

"Tidak apa Kyle. Nah untuk cucu grandma." 

"Makasih grandma." Kulihat ibu Tian tersenyum. Setidaknya sekarang hidupku sedikit lebih tenang karena keluarga Tian menerima kami. Bahkan ibu Tian memaksa kami untuk tinggal bersama mereka. Tentu saja Tian menolak dengan alasan kalau dia ingin memiliki keluarganya sendiri. Ck, aneh. 

"Tian, tadi Martin menghubungi ayah. Katanya kau pergi kesana. Benar ?" Sontak aku menolehkan kkepalaku kearah ayah Tian.

"Iya, aku meminta restu padanya dan berusaha memperbaiki hubungan dia dengan Kyle. Apa salah ?" Kulihat Mr.Simon menggelengkan kepalanya dan tersenyum. 

"Tidak nak. Aku hanya ingin bilang kalau kau sudah dewasa dan bisa menentukan jalanmu sendiri. Lakukanlah selagi itu terbaik menurutmu. Dan lagi aku bisa membantu kalian. Bahkan bisa ku pastikan kalau ayah Kyle akan menyetujui hubungan kalian besok. Tapi ada satu syarat." Mr.Simon tersenyum pernuh arti padaku dan Tian. Entah apa maksud senyumannya.

"Apa ?"

"Kalau besok Martin menyetujui hubungan kalian, maka kalian harus tinggal disini. Bagaimana ?" Aku dan Tian saling berpandangan. Mungkin saja bisa apalagi ayah tian adalah sahabat ayahku. Sudah pasti ayahku akan mendengarkannya. 

"Baiklah kami setuju." Seruku dan tersenyum.

"Kyle ! Ais, lebih baik aku berjuang saja dan tinggal sana." 

"Kumohon Tian." Jawabku. Dia mendengus kesal. Aku hanya tersenyum, aku tahu kalau dia setuju denganku. 

"Baiklah besok kalian akan mengetahuinya." Kini giliran ibu Tian yang berucap.

"Mom....Dad....Aku pulang !" Aku terlonjak kaget mendengar teriakan seorang perempuan. Aku melihat kearah sumber suara dan kulihat seorang wanita yang cukup ah sangat cantik berjalan mendekat ke meja makan.

"Anna ! Jangan teriak didepan orang yang sedang makan. Ais, kebiasaan." 

"Maaf mom. Eh ? Siapa ?" Tunjuk perempuan bernama Anna itu padaku dan Evan. 

"Lebih baik kamu duduk dulu sayang." Dia duduk tepat di depanku. "Dia Kyle, kekasih kakakmu dan ini Evan anak mereka. Kyle, kenalkan dia Arianna panggil saja Anna. Dia adik Christian." Aku mengangguk dan tersenyum.

"Senang berkenalan denganmu Anna." Ucapku dan tersenyum padanya. Anna membalas senyumanku dengan senyuman pula.

"Ah, akhirnya pria es ini bisa ditaklukan juga. Anak ? Kalian adopsi ?"

"Diam kau ! Tidak perlu dijelaskan padanya sayang. Biarkan saja dia mati penasaran." 

"Kau, adik cantikmu ini baru pulang dan langsung kau omeli. Pria tidak berprasaan." 

Aku hanya tertawa melihat perdebatan mereka. Ya, Tian memang dingin layaknya es. Tapi, saat bersama keluarganya dia berubah menjadi pria yang hangat bahkan lebih dari yang kuduga.

TBC

Nih yang nungguin update-an Vadeva. 

Vote dan komen ya....

Hurt To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang