Sama seperti hari-hari sebelumnya, pagi hari selalu disambut dengan rasa mual yang sangat kuat. Setelah kubersihkan mulutku, segera aku keluar dari kamar mandi dan kudapati Evan yang tengan duduk menatapku cemas. Aku tahu pasti dia sangat khawatir denganku, bisa kulihat dari pancaran matanya. Aku tersenyum seolah mengatakan kalau aku sehat-sehat saja agar anakku tidak terlalu mencemaskanku. Evan langsung memelukku setelah aku duduk disampingnya. Kuelus kepalanya dengan sayang dan kukecup setelahnya.
"Papa tidak apa sayang. Jangan cemas, mungkin papa hanya masuk angin saja." Ucapku menenangkan anakku.
"Tapi papa bukan hari ini saja muntah, Evan tahu kalau dari kemarin papa muntah. Nanti Evan bilang ke Daddy biar papa ke rumah sakit."
"Tidak perlu sayang." Jawabku langsung. "Daddy sedang sibuk bekerja. Tidak baik kalau diganggu. Nanti pekerjaan Daddy tidak akan selesai kalau diganggu. Mengerti ?" Bujukku. Ya, memang Tian sedang berada di luar negeri untuk pekerjaannya. Padahal baru satu minggu yang lalu kami sampai disini dan kemarin Tian berpamitan akan keluar negeri karena ada cabang perusahaannya yang sedang terancam. Bukan singkat dia pergi, bahkan dia bilang padaku kalau dia akan pergi sekitar satu bulan dan itupun kalau pekerjaannya selesai dengan cepat. Kalau tidak, maka entahlah aku tidak tahu. Kemungkinan bisa saja lebih dari satu bulan jika memang pekerjaannya sangat banyak. Awalnya dia mengajakku lagi, tapi segera kutolak. Jelas saja aku menolak karena aku sudah meninggalkan Evan selama satu minggu ke Korea dan haru meninggalkan anakku lagi ? Tentu langsung kutolak. "Sekarang, lebih baik kita turun. Grandpa sama Grandma pasti sudah menunggu kita." Evan mengangguk dan segera kugendong dia untuk turun kebawah karena ku yakin kalau ayah dan ibu Tian sudah menunggu kami untuk sarapan pagi.
"Hey jagoan, kenapa digendong ?" Sapa ayah Tian pada Evan. Segera Evan meminta untuk diturunkan. Setelah Evan turun dari gendonganku, dia berlari dan mengambil tempat duduk di sebelah kakeknya. Selain dia dekat dengan ayahnya, Evan juga sangat dekat dengan kakeknya. Jadi, sekarang wajar saja kalau saat kami berkumpul pasti Evan tidak menempel padaku lagi." Aku tidak merasa sedih karena menurutku perkembangan Evan sekarang sangat pesat. Bahkan Tian bilang padaku kalau dia tidak sabar untuk mengajarkan Evan dalam mengah perusahaan.
Kuambil duduk di sebelah ibu Tian. Dia tersenyum padaku dan kubalas dengan senyuman pula. Sepertinya sekarang aku harus membiasakan diri untuk sarapan tanpa kehadiran Tian walaupun mustahil rasanya. Padahal baru beberapa hari dia pergi, tapi aku sudah merindukannya."Hah, coba saja ada cucu perempuan. Pasti dia akan dekat dengan neneknya." Aku tersedak ludahku sendiri mendengar ucapan ibu Tian disampingku.
"Ah, apakah ini buatan Mom ?" Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan dan sepertinya berhasil karena ibu Tian mengangguk dan tersenyum. Setelahnya, tidak ada pembahasan lagi karena semua sibuk dengan makanan masing-masing.
"Grandpa, tadi Evan lihat Papa muntah-muntah." Aku merutuki diriku sendiri karena ulah Evan yang tidak bisa menjaga ucapannya. Kenapa dia harus mengadu. Astaga nak. Kulihat ayah Tian nampak terkejut.
"Benarkah ? Apa kau sakit nak ?" Tanyanya padaku. Aku tersenyum dan menggelengkan kepalaku.
"Tidak, mungkin hanya masuk angin biasa saja." Jawabku.
"Tapi Papa dari kemarin muntah." Aku hanya tersenyum melihat anakku yang sungguh kelewat polos.
"Baiklah, setelah ini akan kupanggil dokter pribadi untuk memeriksamu. Aku tak mau kau sakit Kyle, kalau Christian tahu, bisa saja nanti dia terbang kesini lagi dan tamatlah riwayat perusahaan itu." Aku hanya mengangguk pasrah saja kali ini.
*****
Memang benar, setelah sarapan ternyata ayah Tian langsung menghubungi dokter pribadi dan tak lama kemudian datang dokter laki-laki yang mungkin berumur tiga puluh keatas. Masih cukup muda bukan ? Yang terpenting bikanlah seberapa muda dia dan seberapa mempesonanya dia. Karena penjelasan yang baru saja disampaikan dokter Reand ini sungguh mengejutkanku. Setelah tadi setengah jam menunggu pegawainya untuk mengambilkan alat yang entah aku tidak tahu apa nama alat itu dan langsung memeriksaki dengan alat tersebut, dia menjelaskan apa yang sedang kualami.
Aku hamil.
Ya, aku hamil untuk kedua kalinya. Bahagia ? Tentu saja aku bahagia. Bahkan tak sabar rasanya untuk memberitahukan pada Tian tentang kehamilanku ini. Ternyata usianya sudah dua minggu.
"Dengar Kyle, kuharap ini kehamilanmu yang terakhir. Mengingat kau dulu sudah hamil dan harus operasi. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu jika kau hamil lagi. Dan kau juga harus bersabar untuk mengetahui apakah janin diperutmu itu laki-laki atau perempuan." Jelas dokter Reand padaku. Aku mengangguk dan berterimakasij padanya.
"Ah ya bisakah aku minta satu permintaan dok ?" Dia mengangguk. "Tolong jangan beritahu Tian tentang kehamilanku ini. Aku hanya ingin memberinya kejutan." Dia nampak berpikir dan mengangguk selanjutnya. Ya, aku sengaja ingin memberikannya kejutan. Terlebih lagi pasti dia sekarang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Karena itulah aku tidak mau menganggu pekerjaannya.
"Baiklah, tugasku sudah selesai dan jangan lupa untuk rutin datang dan mengecek kandunganmu. Jaga juga kandunganmu. Aku permisi dulu."
"Terimakasih dok." Dia tersenyum dan keluar dari kamarku setelah membereskan alat-alatnya. Tak lama, kudengar pintu terbuka dan Evan langsung memelukku. Dia tampak sangat bahagia.
"Papa ! Apa benar Evan akan punya adik ?" Aku mengelus kepalanya dan mengecupnya.
"Iya sayang kamu akan punya adik." Jawabku. Evan semakin mengeratkan pelukannya.
"Evan sayang Papa."
"Papa juga nak."
"Ehm....selamat nak atas kehamilanmu. Ternyata benar dugaanku kalau kau hamil. Semoga kali ini anakmu perempuan." Aku membalas pelukan ibu Tian.
"Selamat nak." Aku mengangguk dan tersenyum menanggapi ayah Tian. Aku berterimakasih pada mereka yang mengucapkan selamat padaku. Tidak lupa juga aku memohon pada mereka untuk tidak memberitahukan Tian tentang kehamilanku ini dengan alasan kalau aku ingin memberinya kejutan juga tak mau menganggu pekerjaannya. Awalnya mereka berdua menolak hingga akhirnya dengan permohonannku beberapa kali mereka menyetujuinya.
Tak lupa juga aku memberitahu ayahku. Dia sangat bahagia mendengarnya. Aku pun merasa sangat bahagia saat mendengar ayahku berbahagia atas kehamilanku. Awalnya aku ragu untuk memberitahunya karena aku masih ingat bagaimana sikapnya dulu saatvaku mengandung Evan. Tapi nyatanya sekarang berbeda.Sungguh aku jadi tidak sabar untuk melihat reaksi Tian kalau tahu dia akan mempunyai seorang anak lagi.
TBC
Update lagi....
Vote dan komennya ya 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt To Love You
RomanceMpreg Gay story Homophobic ? Gak usah baca ! Highest rank #122 in romance •-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-• "Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganku ? Apa kau masih mau denganku ?" Ucapku dengan pelan. Aku berusaha menatap tepat dimatanya. "Tentu...