Sudah beberapa hariini aku tidak bekerja. Bahkan kalau ku hitung mungkin hampir seminggu lamanya au tidak bekerja. Bukan tanpa alasan aku tidak bekerja. Kalau bisa bekrja, aku pasti akan terus bekerja. Tapi, selalu ada yang mengangguk. Ah lebih tepatnya dia melarangku untuk bekerja. Siapa lagi kalau bukan Christian. Kurasa sifat posesif nya semakin bertambah. Bahkan, setiap pagi dia tak akan segan-segan untuk datang kerumahku. Sepagi apapun pasti dia akan datang. Bahkan pernah dia menginap dirumah sini. Rasanya saat pertama kali dia bertingkah laku seperti itu ingin ku lempar dengan pisau dapur. Tapi sayangnya aku masih punya hati nurani.
Sama seperti sekarang. Sekarang dia dengan santainya duduk diruang tamu dengan ponsel yang tidak lepas dari genggamannya. Apa dia sekarang merasa kalau ini rumahnya ? Ck, bodoh.
"Kyle, lebih baik kau temani dia. Apa kau tidak kasihan dia menunggumu daritadi." Aku membalikkan pandanganku yang sekarang menghadap ke arah bibi Brenda.
"Huh, dia sekarang sangat berlebihan. Untuk bekerja saja aku tak bisa."
"Berarti dia menepati semua ucapannya. Mungkin dia seperti ini hanya ingin menebus kesalahannya dan melindungimu." Ya, aku sudah menceritakan semuanya pada bibi Brenda. Semua tentang bagaimana Christian menceritakan sifat Mario. Bahkan Christian memohonpun, aku menjelaskan semuanya pada orang yang kuanggap keluargaku sendiri ini. Dari situ aku tahu kalau bibi Brenda sangat menyetujui kalau aku kembali berhubungan dengan Christian. Tapi, semua tidak mudah.
Aku tahu kalau semua ini demi kebaikan bersama. Maka, disini bukan hanya Christian saja yang berjuang membuktikan ucapannya. Tapi juga diriku sendiri. Aku berjuang untuk menghilangkan rasa kecewaku padanya dulu. Walaupun kuyakin itu sangat susah, tapi aku tidak akan menyerah.
Akhirnya aku menuruti ucapan bibi Brenda. Aku berjalan keruang tamu. Kulihat dia masih belum menyadariku. Ku coba untuk berdehem sampai akhirnya dia menyadariku. Dia menolehkan kepalanya kearahku dan tersenyum. Ku akui walaupun dia sudah bertambah tua, tapi ketampanannya masih seperti dulu. Dia menepuk kursi sampinya yang mengisyaratkan kalau dia ingin aku duduk disebelahnya. Tak mau ambil pusing, aku menurutinya.
"Mau apa kau kesini ? Apa tak bosan setiap pagi terus kesini ?" Tanyaku padanya. Dia hanya tersenyum dan meletakkan ponselnya diatas meja.
"Tidak akan pernah bosan. Aku ingin mengatakan sesuatu."
"Apa itu ?"
"Aku ingin kau tinggal di apartmentku. Aku ingin membawa kalian tinggal disana." Aku tersedak ludahku sendiri karena terkejut. Apa ? Tinggal ditempat dia ? Yang benar saja.
"Apa kau gila ?"
"Tidak. Aku hanya ingin kalian hidup dilingkungan yang pantas dan aku tak mau kalau nanti ligkungan seperti ini akan menghambat perkembangan Evan."
"Apa maksudmu ?"
"Aku tak menerima penolakan sama sekali. Kau sudah tahu bagaimana aku. Aku tidak mau tahu nanti sore setelah bekerja, aku akan menjemput kalian." Ucapnya yang lebih mirip dengan sebuah perintah. Dia berdiri dan langsung keluar rumah tanpa mengatakan apapun lagi padaku. Aku ? Aku hanya mampu terkejut dengan sikapnya. Selalu seperti ini. Jika aku menolak apa yang dia mau, pasti sikapnya akan berubah dingin. Entah makhluk apa Christian itu sebenarnya.
Aku mengusap wajahku hingga aku sadar ada seseorang yang masuk kedalam rumah. Dia kembali lagi. Untuk apa ?
"Apa lagi ?" Tanyaku padanya.
"Evan dimana ? Aku mau mengajaknya ke kantorku."
"Dia dikamar." Christian hanya mengangguk dan melangkahkan kakinya. Mungkin dia ingin kekamarku dan membawa Evan. Memang sekarang Christian sering membawa EVan untuk pergi ke kantornya. Entah kenapa dia mengajak Evan. Apa dia tidak takut kalau Evan mengganggu pekerjaannya. tapi bagaimanapun juga aku percaya kalau anakku tidak akan seperti itu.
Sekarang, aku memikirkan bagaimana semua ini. Apa aku harus tinggal bersama dia ? Yang benar saja. Aku hanya takut. Tapi, kalau aku menolaknya pasti dia akan melakukan apapun agar apa yang dia mau ia dapatkan. Jadi percuma saja kalau aku menolak. Lebih baik, sekarang aku bertanya pada bibi Brenda. Aku berdiri dan mencari keberadaanya. Kulihat dia sedang menonton televisi. Kuhampiri dia dan aku duduk disampinya. Dia menoleh kearahku dan mengerutkan keningnya.
"Ada apa denganmu ?" Tanyanya padaku.
"Hmm. Dia menyuruhku untuk tinggal bersama dia. Dengan Evan juga." Jawabku. Kulihat dia tersenyum.
"Bagus kalau begitu nak. Jadi kalian bisa lebih dekat lagi."
"Tapi bi..."
"Sudah nak jangan menolak."
"Bibi mau juga tinggal bersama kami ?" Tanyaku berharap. Ya, aku berharap kalau bibi Brenda mau pindha bersama kami. Dia sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri.
"Tidak nak. Tempat ini sudah sangat nyaman untukku. Sudah banyak kenangan yang bibi lalui disini." Aku tetap memaksanya untuk tinggal berama kami nantinya. Tapi, semakin aku memaksa dia juga menolak terus dengan berbagai alasan. Sungguh bibi Brenda sangat pandai untuk mencari alasan. Aku tahu walau bagaimana aku memaksanya, dia tidak akan mau. Jadi, aku tidak tahu lagi. Aku hanya mengiyakannya. Yang jelas aku akan rajin untuk mendatangi dirinya nantinya.
Bibi Brenda bertanya padaku tentang bagaimana pekerjaanku nantinya. Aku berpikir hingga aku menjawabnya kalau sepertinya aku tidak akan bekerja disana. Salahkan Christian. Lagipula aku sudah absen selama hampir seminggu tanpa alasan. Satu sisi aku bingun. Selama aku tidak bekerja, Mario sama sekali tidak ada menghubungiku hanya untuk sekedar bertanya kenapa aku tak masuk bekerja.
Mungkin memang dia sudah rela dan tidak akan mau berhubungan denganku. Apapun itu. Kalau memang begitu, mungkin lebih baik. jadi tidak ada rasa dendam apapun atau bahkan juga rasa benci karena aku menolaknya dan bahkan aku mengingkari ucapanku sendiri.
Aku sadar kalau ucapan Christian tadi ada benarnya juga. Bagaimanapun Evan tidak harus merasakan kekurangan seperti ini. Lingkungan yang seperti ini pula. Semua orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Karena itulah akhirnya aku menerima apa yang diucapkan Christian padaku.
Ini semua demi kebaikan anakku.
Aku tidak ingin nantinya dia merasakan apa yang kurasakan saat ini. Serba kekurangan.
Sekarang, lebih baik aku menyiapkan dan berkemas. Aku hanya membawa beberapa bajuku dan juga baju Evan. Tak lupa juga dengan mainannya. Hanya beberapa. Yang selalu harus ada disampinya saja yang akan kubawa. Aku tidak mau membawa terlalu banyak.
*****
Sesuai dengan ucapannya, sore hari Christian datang dan menjemputku. Rasanya tak rela meninggalkan bibi Brenda sendiri. Tapi bagaimana lagi. bahkan aku sudah sangat memaksanya untuk ikut. Bahkan juga Christian pun memaksa bibi Brenda. Tapi memang kemauannya. Dia bilang kalau dia ingin menghabiskan masa tuanya disini.
Ya, kami berdua menyerah. Akhirnya kami meninggalkan bibi Brenda sendirian disini.
Kulihat Evan sangat antusias dengan tinggal bersama Christian. Mereka sekarang sangat dekat dari pada Evan denganku, kurasa. Tapi aku segera menampik pikiran bodohku itu. Lebih baik aku memikirkan kedapannya. Entah nanti apa yang terjadi. Aku tahu kalau kami tinggal bersama dengannya, pasti akan tidak mudah kedepannya.
Tapi, semoga saja itu salah dan hanya sebagian dari pikiran bodohku.
TBC
Hai kembali lagi
Sudah berapa hari gak update ? Lama kayaknya ya hahaha. Maaf ya soalnya udah masuk sekolah dan tugas udah banyak jadi belum sempat update. Ini aja sempat-sempatin hehehe.
Btw kalau votenya banyak, chapter depan bakal 18+ deh. Inget ya !! Kalau votenya banyak wkwkkwkw
Makanya vote dan komen. Jangan lupa share ke temen temen hehehhe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt To Love You
RomanceMpreg Gay story Homophobic ? Gak usah baca ! Highest rank #122 in romance •-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-• "Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganku ? Apa kau masih mau denganku ?" Ucapku dengan pelan. Aku berusaha menatap tepat dimatanya. "Tentu...