"Apa kau gila !?"
"Iya, aku gila karenamu sayang."
"Jangan merayuku Tian."
"Kau yang menggodaku." Sial ! Dia memang sudah gila. Yang benar sjaa dia ingin melakukannya di tempat ini. Tidak akan aku mau menuruti keinginannya. Jelas dia gila karena ingin melakukan hal itu di Topfloor.
"Tidak !" Tolakku lagi. "Lebih baik kita tidak melakukannya dan sekarang aku ingin pulang."
"Ah ayolah sayang. Apa kau tidak kasihan padaku ?" Aku tak mau mendengar ocehannya lagi. Lebih baik sekarang pergi dari sini. Anginnya semakin kencang dan dingin. Kudengar langkah kaki Tian, mungkin dia mengikutiku. Ah, biarkan saja.
Pada akhirnya, kami berdua hanya melakukan ciuman yang sedikit panas di dalam lift. Aku tahu ini gila, tapi kalau aku menolak dia akan mengancamku lebih dari apa yang ingin dia lakukan. Kalina juga sudah tahu kalau Tian sangatlah tidak menerima penolakan. Tapi, setidaknya aku harus bisa melawan sikap buruknya itu. Hewan buas saja bisa takluk apalagi Tian yang jelas-jelas manusia. Aku tidak menyamakan dirinya dengan seekor hewan buas. Tapi keganasannya saja. Terdengar lucu memang. Aku saja yang membayangkannya hampir tertawa. Kalau saja tidak ada Tian disebelahku saat ini, mungkin aku sudah tertawa puas membayangkan diriku menyamakannya dengan hewan buas.
"Yakin mau pulang ?" Aku menoleh kearahnya dan mengangguk menjawabnya.
"Ya, aku ingin pulang. Kenapa ? Kau tidak ingin pulang ?" Sarkasku padanya.
"Aku ingin mengajakmu makan malam."
"Aku sudah memasak tadi. Entahlah sekarang apa jadinya masakanku." Ya, memang aku tadi sudah memasak untuk makan malam. Tapi karena dengan tiba-tiba ada yang menjemputku dan berakhir disini.
"Mungkin masakanmu sudah dingin Kyle." Aku mengangguk membenarkan ucapannya. "Lebih baik sekarang kita makan malam diluar saja. Bagaimana ?"
"Terserahmu."
Sampai diruangan kerja Tian, dia langsung membereskan barang-barang pentingnya dan segera mengajakku keluar untuk makan malam dan pulang setelahnya. Aku sedikit terkejut saat Tian memegang tanganku saat kami berjalan didalam kantornya. Bukan masalah ia menggenggam tanganku ataupun tangan kami yang saling bertautan. Hanya saja aku merasa risih saat pegawai Tian melihat kearah tangan kami. Setiap lewat pasti akan selalu bertemu dengan pegawainya dan mereka satu persatu menyapa kami dan setelahnya melihat kearah tangan kami. Ada yang tersenyum tapi juga ada yang melihat entah pandangan tidak suka atau semacamnya. Aku tidak tahu dengan pasti.
"Tian, apa tidak apa kau menggenggam tanganku seperti ini ? Aku risih melihat pandangan mereka." Ucapku pada Tian yang sepertinya hanya masa bodoh dengan keadaan sekarang.
"Biarkan saja seperti ini, kalau mereka berani mengomentari aneh-aneh sudah kupastiokan hidup mereka tidak akan tenang." Aku bergidik ngeri mendengarnya. Dia selalu menggunakan kekuasaannya untuk hal apapun.
Hingga sampai di pasrkiran dan masuk kedalam mobil, aku bisa bernapas lega karena akhirnya bisa terlepas dari berbagai pandangan para pegawai Tian. Aku tahu ada beberapa yang memandang jijik kearah kami. Tapi, aku tidak mau memberitahukan pada tian karena kurasa mereka berhak berpendapat tentang hal seperti ini. Dan lagipula aku merasa klasiohan kalau nantinya mereka akan dibuat tidak tenang oleh Tian. Contohnya mungmin mereka akan susah mendapatkan pekerjaan, aku sudah pernah merasakan bagaimana susahnya untuk mendapatkan pekerjaan.
Dalam perjalanan hanya lantunan lagu yang mencairkan suasana. Kami berdua terhanyut dalam kegiatan kami masing-masing. Tian fokus dengan setirnya sedangkan aku fokus memandangi pemandangan kota dari kaca mobil. Entah kenapa tiba-tiba aku merindukan Brenda. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya.
"Tian, apa kau besok bisa mengantarku ke tempat Brenda ? Aku merindukannya." Ucapku memulai perbincangan. Kulihat Tian mengangguk.
"Besok kita mengunjunginya. Tapi ada satu syarat." Aku menaikkan alisku bingung.
"Apa ?"
"Nanti akan ku beritahu." Sial !
Tak lama, mobil yang kutumpangi berhenti didepan restoran yang cukup mewah. Sepertinya sedang ramai pengunjung. Terlihat dari banyaknya kendaraan yang parkir disini. Tapi aku tak mau memusingkan hal itu karena aku tahu kalau tian belum makan malam. KAmi berdua keluar dari mobil dan langsung berjalan masuk kedalam restoran. Kami disambut seorang pelayan yang membukakan pintu dan mengucapkan selaat malam kepada kami. Ah, lebih tepatya kepada tamu yang datang. Aku tersenyum menanggapinya sedangkan Tian tetap dengan ekspresi dinginnya. Aku bingung, apa dia tidak bosan berekspresi seperti itu terus. Dan anehnya, kenapa banyak yang memuja dia padahal sikapnya sangat dingin dengan orang lain. Aku berbicara fakta, buktinya baru saja kami masuk dan pandangan beberapa wanita dan beberapa pria memandang kearah kami atau mungkin lebih tepatnya kearah Tian.
*****
Sudah larut malam dan kami baru pulang. Aku mendudukkan diriku di kursi depan tv dan Tian membersihkan badannya. Aku merogoh ponselku di dalam saku celanaku. Ku cari nomor kontak yang kuingin telepon. Aku langsung menghubunginya. Tak berapa lama panggilanku diterima dan kudengar suaranya.
"Bi, aku besok akan berkunjung kesana. Sungguh aku merindukan bibi." Ucapku pada Brenda., terdengar tawa kecil dia. Apa aku salah berbicara ?
"Suaramu seperti anak kucing saja Kyle. Bibi juga merindukanmu." Aku tersenyum mendengarnya.
"Bagaimana dengan Evan ? Aku tadi tidak tahu kalau Evan ada disana. Tian tidak memberitahuku kalau dia mengantarnya kerumah bibi."
"Dia baik-baik saja nak. Dia sudah tidur. Sudah lebih baik sekarang kalian nikmatin malam berdua kalian. Bibi tahu kalau ada Evan pasti dia mengangguk orangtuanya."
"Ah, bibi ngomong apa ?" Jawabku dengan sedikit tawa walaupun rasanya wajahku memanas sekarang. Apa yang sudah dikatakan Tian pada Brenda ? Aku yakin kalau dia sudah memberitahu sesuatu.
"Sudah nak lebih baik kau istirahat. Selamat malam."
"Selamat malam bi." Ucapku sebelum panggilan terputus.
"Kau berbicara dengan siapa tadi ?" Aku menoleh kearah suara. Cepat sekali dia mandi.
"Ah, tadi bibi Brenda. Aku hanya menanyakan Evan. Kenapa ?" Dia hanya menggelengkan kepalanya dan berjalan kearahku. Dia tidur dengan kepala diatas pahaku.
"Aku merindukanmu Kyle." Aku tahu maksud dia apa. Rasanya sudah jadi kebiasaan dia kalau menginginkan sesuatu pasti akan mengucapkan kalimat seperti itu.
"Aku tahu maksudmu." Jawabku. Sepertinya dia terkejut dengan apa yang kuucapkan untuk menjawabnya karena kulihat dia mendongakkan kepalanya kearahku dan langsung duduk. Dia memelukku dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leherku. Aku menggeliat gheli saat dia mencium leherku. Sial !
"Aku tidak akan memberimu ampun kali ini Kyle." Aku bergidik ngeri mendegarnya. Tian semakin cepat menciumi leherku dan kuyakin kalau akan ada bekas di leherku. Dia tak berhenti disitu, ciumanya semakin lama bergeser hingga dia mencium bibirku. Awalnya aku menutup dua bibirku agar lidahnya tak masuk tapi sialnya dia mengigit bibir bawahku. Aku memang selalu lemah kalau sudah bersamanya. Akhirnya aku juga yang terjatuh kedalam permainannya. Kami berdua berciuman dengan nafsu hingga saat kurasa aku membutuhkan pasokan udara, kudorong pelan tubuh Tian dan pangutan kami berhenti.
"Aku menginginkamu Kyle." Bisiknya ditelingaku.
"A-aku juga." Dan kegiatan panas kami terus berjalan dan kuyakin dia akan mengeluarkan cairannya didalamku karena memang beberapa kali kami bersetubuh, dia selalu mengeluarkan didalamku. Aku tahu apa nanti yang akan terjadi dan masih ada sedikit rasa takut. Tapi, aku harus melawan rasa takut itu.
TBC
Yah kok adegannya gak di liatin sih !!!
Kepala lagi enut enut buat enakenak 😭Dan lagi jangan kebanyakan adegan anuk-anukan entar jatuhnya cerita asek-asek diranjang 😂
Tapi percayalah nanti akan ada chapter anuk-anukan mereka.
Btw btw author lagi opmem grup line.
Mau join ???
Komen id line kalian ya
Grup yaoi-fujo-fudan-dll
Ingat ! Grup lineMuah 💕 vote dan komen ditunggu ya 💋
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt To Love You
RomanceMpreg Gay story Homophobic ? Gak usah baca ! Highest rank #122 in romance •-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-•-• "Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganku ? Apa kau masih mau denganku ?" Ucapku dengan pelan. Aku berusaha menatap tepat dimatanya. "Tentu...