Kyle Ty POV

34.3K 2.8K 187
                                        

Kubuka pintu rumah yang tertutup. Kulihat bibi Brenda sedang menemani Evan bermain. Mainan ? Aku baru menyadari kaklau aku belum pernah melihat permainan yang sedang dimainkan anakku. Mobil-mobilan remot ? Apa aku pernah membelikannya ? Kucoba ingat-ingat terus tapi sama sekali aku tak pernah ingat kalau aku pernah memebelikan Evan mainan yang kuyakini mahal itu. Karena rasa penasaranku, akhirnya aku mendekati mereka berdua. Aku dudu disamping bibi Brenda.

"Sudah pulang Kyle ?" Tanya bibi Brenda padaku. Aku tersenyum dan mengangguk.

"Iya bi. Tadi aku buka pintu dan sepertinya kalian tidak menyaradariku." Jawabku padanya.

"Hahaha maafkan kami. Evan sedang bermain. Dia terlihat senang sekali." Aku menoleh kearah anakku yang memang terlihat sangat senang sekali.

"Memangnya mainan itu dari siapa ?"

"Itu dari temanmu." Aku semakin bingung. Teman ? rasanya aku belum pernah mengenalkan Evan pada siapapun kecuali Jorge.

"Jorge ?"

"Bukan nak. Kalau tidak salah namanya Christian. Dia tampan menuruk bibi. Rasanya cocok denganmu." Bagaimana bisa dia bertemu dengan Evan ? Rasanya jantungku akan copot kali ini.

"Christian ? Bagaimana dia bisa bertemu dengan Evan bi ? Bahkan aku tidak akan mau dia menemui anakku." Ucapku. Bibi Brenda terlihat terkejut dengan ucapanku. Apa aku salah bicara ?

"Dia bilang ke bibi kalau dia sudah izin padamu. Bahkan bukan hari ini saja. Sudah berhari-hari dia mengajak Evan jalan-jalan." Ucpan bibi Brenda semakin membuatku terkejut.Bagaimana bisa ? Apalagi Evan dan bibitidak pernah memberitahukanku. Evan juga hanya diam saja tanpa mengucapkan apapun.Biasanya kalau dia bertemu dengan siapapun, dia akan langsung memberitahukanku.

"Bagaimana bisa kalian tidak memberitahuku dulu ?" Ucapku sambil menutup wajahku dengan telapak tanganku.

"Maafkan bibi nak. Bibi tak tahu." Aku tahu ini bukan salah mereka berdua. Aku hanya mengangguk meyakinkanya kalau dia tidak salah. Aku berbalik memandang Evan.

"Evan sayang." Panggilku pada anakku yang masih terus fokus dengan mainannya.

"Papa ?"

"Ini darimana sayang ?" Tanyaku padanya. Aku memegang mainanya yang aku tebak dibelikan Christian.

"Itu om Christian yang membelikan Evan mainan."Jawab anakku. Bahkan dia sudah tahu namanya. Sungguh aku merasa gagal menjaga Evan.

"Dengarkan papa sayang. Om itu jahat. Papa mohon kamu jangan mau bertemu dengan dia lagi ya ?" Bujukku padanya. Dia tampak menggelengkan kepalanya.

"Om itu baik pa. Dia membelikan Evan mainan."

"Kyle ? Emang ada apa kamu dengan dia ? Bibi lihat kamu sangat membencinya." Aku menghembuskan nafasku dengan sedikit kasar. Sepertinya aku memang harus menceritakan ini pada bibi Brenda. Sebelum aku bercerita padanya, aku meminta Evan untuk masuk kekamarnya. Dia menuruti ucapanku. Evan masuk kekamarnya dengan membawa mainannya. Ingin sekali aku membuang mainan yang dibelikan Christian pada anakku. Tapi, aku tak tega melihatnya karena Evan sepertinya sangat suka dengan mainan barunya.

"Aku tahu nak mungkin akan berat jika kamu ceritakan. Setidaknya keluarkan semua yang ada di kepalamu. Bibi hanya tidak mau melihatmu seperti ini." Aku mengangguk padanya. Sepertinya memang aku harus bercerita.

"Sebenarnya Christian itu bukan temenku bi. Dia adalah mantan kekasihku.

"Mantan kekasih ?"

Aku mengangguk. " Ya. Aku sudah menceritakan pada bibi kalau aku mengandung Evan. Dan ayah kandung Evan itu Christian. Sebenarnya aku tidak mau mengakui hal ini tapi aku juga tidak bisa melupakan fakta yang sebenarnya. Aku membenci Christian bukan tidak beralasan. Dulu sewaktu aku tahu bahwa diriku hamil, Aku memberitahu Christian. Aku sangat yakin kalau janin di perutku itu adalah karena hubunganku dengan Christian karena aku dulu hanya berpacaran dengannya saja. Tapi, setelah aku berkata jujur dia meninggalkanku." Aku menghapus airmataku yang jatuh saat bercerita. Aku seakan dibawa ke masa kelam itu. " Awalnya aku berpikir kalau dia hanya menenangkan diri dan akan kembali padaku lagi. Tapi lama aku menunggu dan dia tak bisa dihubungi. Dia meninggalkanku dengan rasa sakit. Aku diusir keluargaku sendiri hingga aku menjadi sebatang kara. Aku kecewa dengan sikapnya dulu bi. A-aku hanya tidak mau melihatnya lagi karena itu akan me-membuka lukaku lagi. Dan sekarang dia datang lagi di hidupku." Bibi Brenda memelukku. Aku menangis di pelukannya. Sudah dua kali aku menangis hari ini. Hanya sebentar. Aku melepaskan pelukannya dengan pelan. Bibi Brenda mengelus tanganku.

Hurt To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang