Dua puluh enam

536 33 21
                                    

Diplay ya😊🙏

Alana menghapus air matanya sambil berjalan tergesa-gesa meninggalkan taman tersebut. Tanpa sempat menghindar, tubuhnya menabrak seseorang. Ia mengangkat kepala untuk melihat siapa orang itu.

"A–Airin?"

Airin mengerutkan alisnya, menatap Alana lamat-lamat. Kenapa sahabatnya itu terlihat gugup berhadapan dengannya? Kemudian Airin kaget, melihat mata Alana yang kelihatan sekali habis menangis.

"Alana lo kenapa?" Airin menangkup kedua pipi Alana.

"Aku—gak papa." Perlahan Alana menurunkan tangan Airin dari pipinya.

Airin berdecak, "Gak papa gimana? Jelas-jelas lo habis nangis begini. Siapa yang bikin lo nangis?!"

"Rin...," Alana menarik napas. "Aku mau pulang dulu."

Airin membuka mulut, ingin mencegah Alana pergi. Tapi ia mengurungkan niatnya. "Ya udah, hati-hati. Jangan nangis lagi."

Alana menyunggingkan senyum dan mengangguk kecil. Mengusap lengan Airin sebentar, kemudian ia melangkah pergi. Lama-lama langkahnya mencepat lagi. Menuju ke dalam mobil.

Airin menatap ke arah yang tadi dilewati Alana. Dari taman belakang, batinnya. Penasaran, Airin mengambil langkah menuju taman itu. Taman itu sepi.

Tapi kemudian Airin melihat dari samping seorang cowok yang familier sedang menjambak rambutnya sendiri. Matanya melebar memikirkan kemungkinan penyebab sahabatnya menangis adalah cowok itu. Dia sudah geram sendiri.

"Arnes!" Airin berlari kecil ke arah Arnes. Cowok itu menoleh. Bibirnya bungkam sesaat ketika melihat keadaan Arnes yang sama kacau.

"Alana nangis. Gara-gara siapa? Elo?" tanyanya tanpa basa-basi. Arnes hanya diam mengusap wajahnya. "Arnes, jawab!" suaranya meninggi.

"Apaan sih?!"

Airin mendelik, "Kok lo ngegas?! Kan gue nanya baik-baik."

"Gak ada urusan sama lo." Kalimat itu meluncur begitu saja saking ia sedang kalut.

"Jelas ada urusannya sama gue. Alana sahabat gue." Airin menarik napas, berusaha sabar. "Sekarang gue tanya sama lo, kenapa Alana bisa nangis begitu?"

Menatap Airin sebentar, Arnes melengos. Hendak berlalu dari hadapan Airin sebelum cewek itu mencegatnya, mendorong bahunya. Airin harus menadapat penjelasan. Ia sayang sahabatnya.

"Sejak kapan lo jadi pengecut, Nes?" sarkas Airin dengan nada ejekan.

Arnes bergeming meski batinnya tertohok. Ia menghindari tatapan interogasi Airin. Sejak kapan?

"Lo sayang sama Alana, kan?"

Banget.

"Kenapa lo tega buat dia nangis?"

Karena... gue egois.

"Nes," Airin lebih mendekat. "Lo bisa cerita sama gue. Gue bisa bantu kalian. Tapi kalau kalian gak ada yang mau cerita, gimana gue bisa bantu?"

Keheningan diisi oleh helaan bapas berat Arnes. Matanya memandang Airin sendu. Luka yang sama seperti yang ia lihat di mata Alana. "Masalahnya gak mudah, Rin."

"Lo mau perasaan lo ke Alana kalah sama masalah?"

Jleb

Arnes menggeleng lemah.

"Kalau gitu cerita, Arnes!" sergahnya.

"Kayaknya lo juga bakal benci sama gue kalau gue cerita."

Heart Like YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang