Dua puluh satu

351 31 23
                                    

Sesampainya Arnes di rumah, ia dibukakan pintu oleh Agnes yang mendongak menatapnya. Ia mendesah kecil. Masih memegang gerendel pintu, Agnes bertanya. "Bang, kok gak pernah ajak Kak Alana ke sini lagi?"

Arnes menarik ujung bibirnya sembari menaruh sepatunya di rak, di samping pintu. "Kangen ya sama Alana?"

Agnes memanyunkan bibirnya, menanggguk.

"Emang ngangenin sih, dia."

Agnes tertawa singkat, "Baru sekali ketemu aja aku udah nyaman. Gak kayak yang dijodohin sama Abang tuh."

Berjalan ke dalam, Arnes menarik adik perempuannya itu ke dalam rangkulan. "Emang kamu mau jadi adek iparnya Bella?"

"Ih! Ya enggak lah. Jangan sampe, Bang. Nyebelin tau dia." rengeknya.

"Haha, Dek, apalagi Abang. Santai udah, gak bakal sampe."

Langkah Arnes berhenti. Ia melihat papanya sedang di halaman belakang, berbincang dengan seorang pria yang kira-kira sebaya dengan Daniel. Menajamkan penglihatannya, Arnes yakin, pria itu adalah papanya Bella.

"Ooh, dia papanya Kak Bella, Bang." Kata Agnes melihat arah pandang abangnya, membuat Arnes hanya menaikkan alisnya.

Sesaat Arnes memalingkan pandangan, lalu Agnes menyikut pinggangnya beberapa kali. Saat Arnes menoleh lagi, ternyata Daniel dan pria itu menghampirinya.

Arnes menundukkan kepalanya singkat, bersikap sopan pada kedua pria di hadapannya. Dilihat Arnes, pria di samping Daniel mengulurkan tangannya. Arnes pun membalas uluran tangan itu.

"Saya Fernan, papa Bella." Fernan tersenyum. "Yang akan jadi tunangan kamu nanti."

Rahang Arnes mengeras, berdecih dalam hati. Ia menarik tangannya, dengan senyum penuh paksaan. Ia melirik Daniel, "Pa, Arnes ke kamar dulu."

"Arnes, tunggu sebentar," cegah Daniel.

Arnes pun mengurungkan langkahnya. Menaikkan sebelah alisnya, bertanya. Agnes hanya diam, mendongak menatap Arnes.

"Papa sama Om Fernan udah merencanakan makan malam bersama keluarga kita."

Sialnya, perkataan Bella tadi menjadi kenyataan.

"Iya, ya udah. Arnes istirahat dulu Pa, Om." pamitnya lalu beranjak menaiki tangga.

Agnes, ia tersenyum kikuk. "Pa, Om, Agnes ke kamar juga ya. Hehe."

Setelah dibalas senyum dan anggukan kedua pria itu, Agnes menyusul Arnes ke atas. Alih-alih ke kamarnya, Agnes duduk di salah satu sofa yang di lantai atas.

Di kamar, Arnes melepas kemeja sekolahnya, melemparnya ke keranjang cucian yang tersedia di sana. Menyisakan kaos hitam polos melekat di tubuhnya. Arnes berdiri di depan cermin, menyisir rambutnya dengan jari.

"Dinner aja sendiri." Ucapnya yang ditujukan kepada William, dan Bella. Perlahan, Arnes membaringkan tubuhnya di pulau kapuk. Menutup mata sejenak.

Tok tok tok!

Ketukan itu membuat Arnes menoleh ke arah pintu. Arnes menjawab: "masuk."

"Bang!" sembur Agnes yang berlari kecil mendekatinya. Arnes mengerutkan alis, bertanya.

"Ada Kak Bella," Agnes bersedekap di depan Arnes, yang sedang mengambil posisi duduk.

"Sumpah?"

Agnes mengangguk cepat. "Tadi tuh aku lagi ngintip dari tangga, trus Kak Bella ngeliat. Eh disuruh manggil Abang deh."

Heart Like YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang