TWENTY NINE

24.5K 1.2K 69
                                    

Semua pegawai yang ada di Jasper Company menundukkan kepalanya ketika Max melangkah melewati mereka semua dari ruang rapat ke ruang kerja pribadi Max.

Bahkan sekertaris Max tidak berani menyapa-nya, hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam dan mempersilahkan Max masuk ke ruangannya.

"Max!"

Baru saja Max menutup pintu, Ethan kembali membuka pintu dan membanting sama kerasnya.

"Kau harus mengatur emosi-mu tadi, dan bukannya malah mengamuk di rapat!" Tegur Ethan.

"Kau menyuruhku mengatur emosi sedangkan proyek besar kita di Hongkong batal lagi?! Iya?! Kau menyuruhku untuk mengatur emosi?! Kau gila, Ethan!" Max duduk di sofa-nya, menatap kosong kearah meja kerja-nya dan mengatur napasnya yang memburu. "Kita mengalami kerugian besar, Ethan."

Ethan berdecak kesal, dia juga kesal karena lagi-lagi, untuk kesekian kali-nya, proyek besar perusahaan Jasper batal di tengah jalan.
Ketika Ethan sedang memikirkan hal ini dengan tangan bersedekap dan tubuh bersandar pada dinding, tiba-tiba matanya melebar ketika melihat Max yang melempar Ipad yang tadi digunakan Max.

"Astaga, Max! Apa lagi?!"

Max mengerang keras, dia frustasi. Menundukkan badan dan meremas rambutnya. "Sialan!"

"Kenapa?" Tanya Ethan.

"Penanaman saham perusahaan kita di Lombok, Indonesia, batal." Ungkap Max. "Padahal aku sudah menanam 30% saham disana, tapi mereka menolaknya dengan alasan wilayah yang akan kita kelola masih bermasalah dengan warga disana."

Ethan terdiam, dia merasakan keganjilan pada masalah ini semua sekarang. "Bukankah wilayah Lombok, Bali, dan sekitarnya dikuasai oleh perusahaan Evan Group, Max? Evan Group adalah raja pariwisata disana dan seharusnya kita bisa mengalahkan perusahaan milik keluarga Angelo itu karena kita memegang kekuasaan perusahaan Dominic."

"Karena perusahaan keluarga Angelo adalah partner perusahaan keluarga Dominic. Tapi begitu perusahaan Dominic berada di tangan kita, perusahaan keluarga Angelo seolah selalu menghadang kita." Jelas Ethan, dia mulai duduk di sofa yang berhadapan dengan Max. "Aku merasa ada yang tidak beres disini, Max."

Max menautkan kedua alisnya, menatap Ethan dengan bingung. "Apa maksudmu, Ethan?"

"Seharusnya perusahaan Angelo tidak bisa menghadang perusahaan kita, Max. Karena perusahaan Angelo tidak mengetahui pergerakan kita. Tapi sekarang?" Ethan membuka ponsel-nya, membuka statistik saham perusahaan mereka. Melihat statistik perusahaan Jasper, Ethan kemudian mendesah kecewa. Keuntungan perusahaan mereka menurun dalam setengah tahun terakhir. "Aku merasa ada pihak kita yang berkhianat disini, Max."

Ethan mendongakkan kepalanya, iris mata birunya menatap iris mata biru Max dengan tajam. "Ada orang didalam perusahaan ini yang memberi tahu segala rencana perusahaan kita pada perusahaan Evan Group Company."

"Kau jangan asal menuduh, bodoh." Max meyandarkan tubuhnya pada sofa yang empuk. Kemudian memijat pelipisnya. "Hanya kau, ayah, dan aku yang mengetahui rencana perusahaan kita. Yah, mungkin, tidak hanya kita bertiga. Karena aku juga sering mengajak Shayla ke rapat-rapat perusahaan dan terkadang aku meminta pendapat tentangnya."

Mendengar itu, Ethan terdiam. Sedikit rasa khawatir melesak kedalam hati-nya, dan sebuah rasa penasaran terbersit dalam pikirannya.

Ethan tidak ingin menuduh, hanya saja...

"Hai, Max? Sudah makan siang? Aku membawakanmu-" Ucapan Shayla terhenti ketika dia juga melihat Ethan di ruangan kerja Max, kemudian senyuman tulus terbersit pada wajah Shayla. "Oh, kau juga disini, Ethan? Kalau gitu ayo kita makan bersama, aku memasak dirumah dan membawanya kesini."

Wedding And SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang