10 : filosofi

45 4 0
                                    

Tubuh mungil aliya berbaring di atas kasur, menatap langit-langit namun kosong. Ia masih tak percaya, Panji mengantarnya pulang. Sumpah demi apapun kesambet apa tuh orang.

Pas itu aja gua udah nyampe mau telat dia ogah nebengin gua.
Aliya mengacak-acaj rambutnya, fikiran itu. Fikiran tentang panji tanpa ia sadar bergema memenuhi setiap isi otaknya.

Gak, gua gak bisa kaya gini. Gua haru keluar, kalo gua dikamar mulu kaya gini bisa stres gua.
Aliya beranjak keluar dari kamarnya, pergi mencari angin atau kesibukan lainnya.

Yang pasti ia butuh orang lain untuk di ajak mengobrol. Agar fikirannya tak lagi kacau. Hari ini sama dengan hari biasanya, rumah selalu sepi hanya aliya sendirian. Ayah dan ibu selalu sibuk ditoko, sedangkan aliya hanya memiliki seorang kakak perempuan yang kini telah memiliki anak berusia satu tahun lima bulan, kakaknya satu satunya itu tinggal di yogyakarta karena suaminya asli orang yogya dan bekerja disana.

Ayah dan ibu aliya baru akan pulang jam lima sore. Sebagai anak terakhir yang hanya memiliki seorang kakak perempuan dan itupun telah menikah, sungguh benar-benar membosankan buat aliya.

Alhasil rumah argapun selalu menjadi jawaban buat kebosanannya.

****
"Asalamualaiku, arga". Aliya mengetuk pintu rumah arga dengan malas.
"Aarr....".

Baru setengah memanggil, seseorang membuka pintu. Fatimah muncul di ambang pintu. "Eh aliya".

"Iya te, arganya ada?".

"Belum pulang. Katanya mau kesekolahan niko".
aliya menaikkan sebelah alisya.
"Ngapain ya te?".

"Jemput niko katanya".
Aliya baru teringat ucapan aisyah bahwa niko akan keluar dari asramanya.

"Ayok masuk al, temenin tante sendirian dirumah". Fatimah menarik tangan aliya masuk. Aliya mengikuti langkah fatimah, daripadah ia kesepian dirumah.
Mending ngobrol sama ibunya arga, fatimah juga enak di ajak ngobrol.

Fatimah langsung pergi kedapurnya menyelesaikan kue bolu buatannya. Fatimah memang menerima pesanan keu, terutama lapis legit. Dari banyak orang yang tinggal di Lampung, tidak semua bisa membuatnya. Hanya orang orang tertentu, dan kebetulan fatimah bersuku asli lampung.

"Bentar ya al, tante lagi tanggung". Suara fatimah bergema dari dapur rumahnya.
"Iya te, selesain aja dulu".

Rumah arga sudah bagaikan rumah kedua buat aliya. Sudah tak segan lagi buatnya untuk sekedar menghidupkan tv atau tiduran di sofa ruang tengah.

Arga anak satu-satunya yang dimiliki fatimah dan adi. Dulu arga sempat hampir memiliki adik, namun calon adiknya itu sama sekali tak berkembang jadi dengan berat hati dokter terpaksa mengangkat kandungannya.

"Nih, buat kamu". Fatimah meletakkan sepiring kue di atas meja. "Bungkus ya te". Ledek aliya.

Siapa yang betah mengangguri kue seenak itu. Keu yang proses pembuatannya banyak menggunakan telur, susu, gula dan mentega itu rasanya sangat manis dan lelehan dari mentega membuatnya sedikit berminyak. Waktu yang digunakan untuk menyatukan lapisan-lapisan tipis menjadi setebal itupun memakan banyak waktu.

Dari itulah banyak orang yang kebih memilih membelinya daripadah membuat sendiri yang dijamin hasilnya tidak seenak buatan fatimah.

Aliya bahkan tidak pernah membeli atau harus menunggu perayaan tertentu untuk mendapatkannya. Karna hanya perlu datang kerumah arga maka ia akan mendapatkannya.

"Oh iya tante mau tanya, pacarnya arga siapa sh al?. Tante penasaran deh setiap hari di itu telfonan mulu".
Ucap fatimah membuat aliya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Emang tante belum tau?".
Fatimah menggeleng, menyomot sepotong kue diatas meja.

"Cindy loh te, kayanya dia pernah kesini beberapa kali".

Fatimah terlihat sedang mengingat sosok dari nama itu.
"Oh, yang rambutnya panjang lurus, badannya sekamu itu?. Yang suaranya agak cempreng?".
Ungkap fatimah gambal, menaikan alisnya.

Aliya mengangguk membenarkan perkataan fatimah.
"Tante gak suka ih sama suaranya, tante lebih suka suara kamu al".

"Maksud tante?". Sambil mengunyah kue.

"Iya pasti suara dia kalo nyanyi jelek deh. Gak sebagus kamu kalo pas lagi nyanyi".
Perkataan fatimah membuat aliya tersipu malu.

Memang sih, semua orang yang mengenal aliya-pun tau bahwa aliya memiliki suara yang bisa dibilang merdu ketika membawakan lagu. Apalagi ia juga pandai bermain gitar, menjadi nilai plus deh dimata cowok.

"Tante nih bisa aja bikin orang terbang". Memasukkan kue kedalam mulutnya.

"Loh tante gak jualan sayap loh, mana bisa buat kamu terbang". Ucapa tante fatimah memecah tawa diantara keduanya.

"Eh, pas arga nembak cindy. Dia ngasih bunga mawar merah gak?".
Kening aliya berkerut, tak tau mengapa fatimah menanyakan itu.

"Enggak tuh, arga gk ngasih apa-apa".

Kini berbalik fatimah mengerutkan keningnya, wajahnya nampak bingung. Bahkan lebih terlihat bingung dari aliya.

"Kamu pernah dikasih bunga sama arga?". Tanyanya lagi membuat aliya semakin tak mengerti maksud pembicaraan ini.

"Pernah".

"Bunga apa?".

"Arga sering ngasih aku bunga matahari".

Fatimah mengangguk.
"Kenapa sh te emangnya?".

"Dia itu, sama dengan ayahnya al. Selalu ngungkapin perasaanya ke orang lain dengan bunga".

Aliya masih tak mengerti, penjelasan fatimah masih mengganjal di otaknya.
"Maksudnya te?".

"gini deh, setiap bunga itu memiliki arti dan filosofi yang berbeda al. Dia bisa ngungkapi perasaan hati seseorang, jadi kalo arga ngasih bunga ke orang itu ada maksudnya gk cuma sekedar ngasih gitu aja".

Aliya mengangguk mulai mengerti. Kebetulan ia cukup mengerti tentang filosofi bunga, walau hanya beberapa.

"Kamu tau makna filosofi dari bunga matahari?". Tanya fatimah, membuat aliya sedikir berfikir.

"Persahabatan iya kn te?".
Aliya mengangkat kedua alisnya.

Fatimah mengangguk.
"Iya, itu berarti dia nganggep kamu sahabat setianya. Coba deh kamu perhatiin aja tiap bungan yang dia kasih kekamu atau ke orang lain. Dan sekecil apapun perubahan bunga yang dia kasih pasti ada maknanya. Cuma tergantung kepekaan orang yang dikasihnya aja".

Aliya mengangguk lagi, mencoba mengingat kepada siapa arga pernah memberikan bunga selain dirinya dan selama ini apa ada bunga lain yang arga beri kepada aliya selain bunga matahari.

Tapi kenapa arga gak pernah ngasih bunga apapun ke cindy. Batin aliya dalam hati.

"Cindy pernah dikasih bunga sama arga?". Ucap Fatimah memecah fikiran aliya.

"Kurang tau deh te". Jawab aliya seadanya. Bingung ia sendiripun tak pernah melihat cindy mendapatkan bunga dari arga. Setau aliya arga hanya sering memberi cindy coklat dari padah bunga.

Aneh!.
Tanpa aliya sadar kata itu keluar begitu saja dari mulutnya. Membuat pandangan fatimah mengarah padanya.

"Aneh kenapa?".

Aliya bingung, ia harus menjawab apa. Bodoh, bisanya kata itu terlepas dari mulutnya.
"Iya aneh aja te, baru tau kalo arga ngasih bunga selalu punya makna buat dia".

"Iya, turunan dari ayahnya tuh al". Fatimah sibuk memindah cenel tv, mencari mana yang bagus untuk ia tonton.

Sedangkan aliya sibuk dengan fikirannya tentang rahasia kecil arga yang baru saja ia ketahui.
Aiishh kalo beginimah bukannya ngeringanin otak, malah nambah bikin pusing. Agak nyesel deh gua kesini.

Arliya mengacak acak rambutnya pelan. Menghembuskan nafas lalu bersandar mencoba menenangkan otaknya.

INTUISI - Hati 'ku'. [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang