28 : Pamit

48 6 0
                                    

Pukul lima lewat tiga puluh sore ini, langit jingga telah nampak. Cahaya jingga itu memantul di setiap bangunan yang menghadap lurus ke arah matahari kala itu.

Sejak tadi Aliya hanya duduk diam menikmati angin dan suasana selama di perjalanan. Tak lama motor vespa itu berhenti, bersama dengan suara mesin yang juga telah berhenti.

"Eh udah sampe". Aliya turun dari motor. "Mau mampir dulu?".

Panji mengangguk.

"Sebentar aja tapi".

"Kenapa?".

"Udah mau magrib".

"Sebentar aja kok. Cuma mau pamitan". Panji turun dari motornya.

Aliya mengangguk, membuka pintu pagar. Belum sampai masuk kedalam rumah, Ayah Aliya keluar dengan mengenakan baju koko, sarung, lengkap dengan pecinya. Iya, mau kemana lagi jika bukan ke masjid untuk menunaikan salat maghrib.

"Ayah". Aliya menghampiri Ayahnya, diikuti oleh Panji.

"Pak". Sapa Panji lalu mencium tangan Ayah Aliya.

"Eh Panji. Mau ikut solat?".

Panji dan Aliya saling pandang. "Iya Yah. Eh Bapak". Entah ada apa tiba-tiba Panji gugup dan canggung. Ayah Aliya tersenyum sambil menepuk bahu Panji pelan.

"Mita Ibu cariin baju koko sama sarung buat Panji". Menoleh ke Aliya.

"Hah?. Iya". Aliya menggaguk lalu masuk kedalam rumah. Panji hanya diam, pasrah dengan keadaan apapun yang terjadi disana. "Bapak duluan ya, tau kan masjidnya?".

"Iya, tau pak". Panji mengangguk.

Setelah hampir dua menit, akhirnya Aliya keluar dengan baju koko putih dan sarung di tangannya. Mendengar suara langkah kaki Aliya, Panji langsung menoleh. "Nih baju kokoknya. Mau ganti dulu?".

"Gak usah di dobel aja". Sebelumnya Panji memang mengenakan seragam sekolah, tapi entah kapan seragam itu sudah tergeletak di kursi dan hanya menyisakan kaos oblong putih di tubuhnya. Mengingat azan maghrib sudah berkumandan, Panji bergegas mengenakannya.

"Nah pas". Ucap Panji spontan saat mengenakan baju koko milih Ayah Aliya. "Cocok". Sapa Aliya sambil tersenyum menatap Panji. Panji ikut tersenyum.

"Yaudah aku ke masjid dulu".

"Iya". Baik Panji maupun Aliya tidak berhenti tersenyum, entah aura apa yang terasa saat ini hingga membuat Aliya dan Panji merasa bahagia dan ingin terus tersenyum.

Eh. Panji menghentikan langkahnya, kembali menghampiri Aliya. "Kenapa?". Tanya Aliya.

"Masjidnya dimana?".

Aliya tertawa kecil, ia kira Panji tahu dimana masjidnya. "Jalan lurus aja ke ke kiri sana. Ntar juga ketemu".

Panji mengangguk, lalu pergi meninggalkan Aliya.

*****

Seusai mengambil air wudhu, Arga bergegas masuk kedalam masjid untuk melaksanakan solat sunah. Sampai di batas suci, ada sepasang sepatu yang menarik perhatiannya. Sepertinya ia mengenali sepatu itu, tapi iapun tak tahu pasti apakah yang ada difikirannya itu benar atau tidak. Seolah tak ingin memperdulikannya, Arga segera masuk ke dalam masjid.

Arga terdiam, ia lihat Panji sedang duduk di salah satu sab. Sadar sedang di perhatikan, Panji-pun menoleh. Arga segera beralih menempati sab lain.

*****

"Asalamualaikum". Ayah masuk kedalam rumah.

"Waalaikumsalam". Aliya menghampiri Ayahnya. Tidak ada Panji disana, hanya ada Ayahnya yang berjalan terus melewati Aliya. "Panji mana yah?".

"Sama Arga tadi".

"Hah". Aliya berjalan keluar rumah. Cukup lama, hingga akhirnya Panji muncul di depan pagar rumah Aliya.

"Kenapa?". Tanya Aliya melihat wajah Panji yang mesem. "Kaya ibu ibu nunggu suaminya pulang". Aliya melengos. "Kamu pulang bareng Arga?".

"Emang kenapa?". Ucapnya balik tanya. "Gak papa". Aliya tersenyum lalu menuntun Panji masuk kedalam rumah.

"Bu, Pak. Saya pamit mau pulang". Panji menghampiri Ibu dan Ayah Aliya di ruang tengah. "Eh gak makan dulu". Ucap Ibu Aliya.

"Gak usah bu. Dirumah aja nanti, udah gerah banget soalnya belom mandi".

"Oh iyaiya". Ibu dan Ayah Aliya berdiri dari posisinya. "Baju kokonya bawa aja. Masih baru kok itu belom pernah di pake. Kekecilan sama Bapak".

"Beneran pak?".

Ayah Aliya mengangguk. "Makasih ya pak".

"Iya".

Aliya mengantar Panji keluar rumah. Entah mengapa rasanya hari ini terasa berat mebiarkan Panji pergi. Aliya memandangi Panji yang sedang membungkuk mengenakan sepatunya di kursi depan. Lalu berdiri mengenakan jaket dan tas miliknya.

Panji berdiri menghadap Aliya. "Pulang ya". Aliya menganggguk. Tapi Panji masih diam, tidak bergerak sama sekali dari posisinya. "Yaudah. Katanya mau pulang".

"Aku mau peluk kamu sekali lagi boleh gak?".

"Enggak". Jawab Aliya datar.

Panji mengalihkan pandangannya, kecewa. Tiba-tiba ia memeluk Aliya. Aliya terkejut, hanya diam merasakan kehangatan peluk Panji.

"Nanti Ayah sama Ibu aku liat. Malu sih".

"Biar aja sih". Panji mengeratkan pelukannya, mengelus bahu Aliya lembut. Tak lama, ia lepaskan pelukannya. "Yaudah aku pulang ya".

Aliya mengangguk, mengiyakan ucapan Panji. Mengantarnya sampai depan pangar rumah, ia pandangin wajab Panji yang tersenyum sambil melambaikan tanganya. Aliya ikut melambai, hingga Panji benar benar hilang di ujung jalan.

_________________________________________

"Chapter ini sengaja di bikin pendek banget. Karena mau bedain suasana di chapter berikutnya. Stay tune ya HEHEHE"

Btw makasih yang udah baca sampe sejauh ini. Love u pokoknya ❤❤

INTUISI - Hati 'ku'. [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang