27 : Pengikat

52 3 0
                                    


-Ada yang telah berakhir, ada pulang yang baru memulainya. Sebuah intuisi dapat berubah dan berbalik tanpa kita ketahui akhirnya-


Malam hari ditemani dengan suara rintik hujan yang menambah pilu rasa sesak di dalam hatinya.

Tentang apa yang ia lihat siang tadi, membuat fikirannya bercabang menjadi berbagai hal yang terus berkembang tanpa henti.

Disandarkannya bahu di kursi belajar miliknya dengan kedua mata yang terus memandang keluar jendela. Sejak tadi ponselnya berdering, namun tak sekalipun diresponnya. Seolah muak dengan suara dering ponsel, ia raih ponsel itu dan di nonaktifkan agar tak lagi mengusik fikirannya saat ini.

"Cindyy..". Panggil Sang Ibu dari depan pintu kamarnya. Lalu membuka pintu.

"Iya bu".

"Kamu gak makan?". Menghampiri Cindy.

"Lagi gak laper bu. Ntar kalo udah laper Cindy makan kok". Jawabnya sambil tersenyum.

"Yaudah. Tapi jangan lupa ya, nanti sakit". Mengusap ujung kepala Cindy.

"Iya bu". Ucapnya lagi-lagi tersenyum seolah dirinya baik-baik saja.

Hari ini sungguh terasa melelahkan buat Cindy, bukan hanya untuk fisiknya. Namun juga untuk fikiran dan hatinya. Ia rebahkan tubuhnya di atas ranjang putih yang tersusun rapih. Tak ada sedikitpun keinginan dalam hatinya untuk hanya sekedar mengecek ponsel. Entah, kali ini ia merasa benar-benar muak untuk menatap layar ponselnya.

*****

Dengan perlahan Cindy langkahkan kakinya menyusuri koridor. Sebenarnya hari ini ia enggan berangkat sekolah. Tapi dari info yang tersebar, hari ini nilai Matematika akan di bagikan. Maka otomatis hari ini pun pengumuman tentang remedial akan diberitahu.

Cindy menghentikan langkahnya, tertuju pada satu sosok yang baru saja masuk ke ruang Kepala Sekolah.

Sosok itu adalah Panji. Cindy yakin pasti Panji sedang ada masalah, karena untuk Siswa seperti Panji tidak mungkin masuk ke ruang Kepala Sekolah jika bukan karena ada masalah.

"Cin!". Seseorang menghampiri Cindy sambil menepuk bahunya. Cindy terkejut, sontak menoleh kebelakang.

"Eh Rahayu". Ucapnya spontan.

"Nilai Agama udah keluar tuh".

"Ehh emm iya ya. Makasih".

Rahayu terdiam, keningnya berkrenyit. Ia bingung dengan sikap Cindy yang tidak seperti biasanya. Buatnya Cindy terasa aneh, seperti orang yang linglung. "Yok gua anterin". Sergap Rahayu menggandeng tangan Cindy kuat, hingga Cindy harus berjalan cepat agar dapat mengikuti langkahnya dari belakang.

"Lepas yu. Gua bisa sendirian kok". Pinta Cindy mencoba melepaskan tangan Rahayu. Rahayu berhenti melangkah diikuti oleh Cindy. "Abis elo aneh banget. Kaya orang gak tau jalan". Melepaskan genggaman tangannya.

"Masa sih?".

"Iya. Kenapa sh?. Elo belom sarapan?".

"Udah kok".

"Syukurlah. Tadinya mau gua tlaktir".

"Gak gak makasih". Jalan melewati Rahayu.

Mading depan kantor guru ramai di padati para siswa siswi yang sedang berhimpitan melihat hasil nilai Matematika masing-masing. Dari beberapa orang disana, ada satu yang sangat menonjol. Tubuhnya yang tinggi dapat dengan mudah terlihat, yaitu Arga. Ia berada di paling depan, beberapa murid di belakangnya terlihat menyoraki karena tubuh tingginya yang menutupi pandangan murid-murid dibelakangnya.

INTUISI - Hati 'ku'. [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang