12 : Pedekate

36 4 0
                                    

"Aliya. Besok kalo mau berangkat sekolah bareng gua aja". Teriak niko, ketika aliya hendak membuka pagar rumahnya.

Aliya menoleh, memperlihatkan senyumannya. "Gak deh, kita kn gak searah. Yang ada ngerepotin lo dong".

"Beneran yak gak papa, gua malah seneng kok bisa bareng elo".

"Enggak deh, ntar pasti elo minta ganti uang bensin sama gua". Aliya tertawa meledek.
Dalam hati sebenarnya ia berharap niko terus membujuknya. Membuat aliya yakin jika niko memiliki rasa yang sama dengan apa yang ia rasakan saat ini.

"Yaudah pokoknya besok gua jemput elo atau kalo gak elo tunggu aja dirumah gua. Ok". Niko menjalankan kembali motornya.

Aliya tersenyum tak dapat menahan rasa bahagia. Menarik kedua tali tasnya hingga naik keatas, matanya tak dapat terlepas dari niko yang terus menjauh lalu hilang masuk kepagar rumahnya.

Gua malah seneng kok bisa bareng elo. Kata itu memenuhi seluruh ruang dalam otak aliya, membuatnya sedikit terbawa perasaan.

****
Panji mem-parkir-kan motornya di depan pagar rumah berwarna putih. Tangan kanannya mendorong kedalam tuas pintu pagar berwarna coklat hingga gerbang terbuka cukup untuk ia masuki.

"Asalamualaikum". Mengetuk pintu rumah berdominasi warna putih.

Asalamualaikum.
Ucapnya lagi lebih tinggi.

"Waalaikumsalam". Sahut seorang wanita dari dalam, terdengar suara langkah seseorang mendekat. Taklama pintu mulai terbuka bersamaan dengan seorang wanita di hadapan panji.

"Panji". Wanita cantik dihadapan panji dengan ekspresi sedikit terkejut atas kedatangannya yang tiba-tiba.

"Elo kok bisa tau rumah gua?". Ucap wanita itu yang tak lain adalah 'amola'.

Panji tersenyum manis, sifatnya bisa berubah tiga ratus enam puluh derajat dari biasanya jika bersama dengan amola.

"gak penting gua tau rumah lo dari mana. Yang penting gua boleh main kn?". Lagi lagi tersenyum pada amola, senyum termanis yang tak pernah ia berikan pada wanita lain sebelumnya.

Amola mengangguk. "Duduk dulu, gua ambilin minum ya. Sebentar".

"Iya. Makasih".

Panji duduk menyandarkan bahunya di kursi depan rumah amola.

Beberapa menit setelah amola berada didalam, ia keluar membawah minuman dingin dan kue yang ia letakkan diatas meja.

"Minum dulu nji".
Panji mengangguk tersenyum. Kebetulan saat ini ia rasa tenggorokan dan lidahnya terasa sangat kering.

"Makasih ya". Menelan air dingin hingga masuk membasahi tenggorokan dan lidahnya yang terasa kering.

"Buat apa?". Amola menaikkan sebelah alisnya.
"Buat minumannya lah, kebetulan gua lagi aus banget".
Amola mengangguk meng-iyakan ucapan panji.

"Elo, ada perlu apa kerumah gua?". Ucap amola membuat panji terdiam sejenak.

Sebenarnya ia datang kerumah amola hanya sekedar ingin ngobrol dan tau rumah amola. Tahu apa yang harus ia lakukan untuk menyeimbangi sikap amola yang kurang welcome, sebisa mungkin panji mencari alasan yang menurutnya logis.

"Eemm... elo bisa anterin gua kerumah aliya?. Gua ada perlu sama dia dan kebetulan gua belum tau rumah dia dimana. Elo mau kan anterin gua?".
Amola menoleh, menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Elo gak tau rumah aliya?".

Panji mengangguk.
"Tapi kok lo bisa tau rumah gua?. Padahal kan elo temen sekelasnya aliya, seharusnya elo lebih mudah dong nyari alamat aliya daripadah gua. Apalagi daerah rumah gua lebih jauh dari daerah rumah aliya".

INTUISI - Hati 'ku'. [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang