04. Kin Cu Cia, Cek; Kin Bak Cia, Hek

1.5K 20 0
                                    

Poan Thian lekas memberi hormat dan bertanya: "Apakah Lo-suhu telah kembali?"

"Ya," sahut paderi yang ditanya itu, "sekarang ia panggil kau akan datang menghadap."

Poan Thian jadi girang, dan dengan tindakan lebar ia mengikuti paderi itu masuk, ke halaman pertengahan kelenteng.

Di situ, setelah melalui beberapa banyak pintu, akhirnya sampailah ia ke sebuah ruangan, di mana Poan Thian melihat seorang paderi tua tengah duduk bersila di atas ranjang untuk paderi-paderi, sepasang matanya dipejamkan. Walaupun usianya paderi itu sudah lanjut, tetapi potongan badannya tinggal tetap tegap. Sepasang halisnya yang panjang sudah tercampur sedikit uban. Wajahnya yang angker dan lebar, ditimpali oleh sepasang daun telinga yang lebar pula, ia tidak berjanggut ataupun bermisai. Hidungnya mancung, mulutnya agak lebar, sedang sembilan Kay-khong atau noda bunder bagaikan bekas luka yang tampak di kepala tiap-tiap paderi, tampak dengan tegas di kepala paderi itu yang agak besar. Maka setelah ia diberitahukan bahwa paderi tua itu bukan lain daripada Kak Seng Siang-jin, Poan Thian buru-buru jatuhkan diri menjurah di atas lantai beberapa kali. Dan tatkala Kak Seng Siang-jin membuka mata dan mengamat-amatinya, Poan Thian jadi terperanjat bagaikan orang yang terkena getaran listrik, hingga ini telah membikin ia hampir tak berani memandang lagi sorotan mata itu, kalau saja sang paderi tak mulai bertanya: "Apakah kau ini bukan Lie Kok Ciang yang baru datang dari Cee-lam?"

Poan Thian membenarkan apa kata paderi tua itu.

"Apakah maksudnya kau datang mencari aku?" bertanya Kak Seng Siang-jin pula.

Poan Thian lalu tuturkan dengan sejelas-jelasnya, maksud apa yang dikandung di dalam hatinya.

"Kau ini ternyata mempunyai kesabaran yang lumayan juga," kata sang paderi sambil tersenyum sedikit. "Jikalau kau memangnya sudah pernah meyakinkan ilmu silat, cobalah tuturkan itu, berapa lama dan siapa gurumu?"

Poan Thian lalu tuturkan segala keterangan yang diminta, dengan mana Kak Seng Siang-jin kelihatan merasa puas.

"Tetapi ini bukan berarti bahwa aku lantas bisa terima kau sebagai murid," kata paderi tua itu. "Karena disamping kau harus bisa memenuhi segala peraturanku, aku harus tahu juga sampai dimana keuletan dan kerajinanmu buat belajar dengan menurut sistim yang aku biasa kasihkan kepada murid-muridku di sini. Lebih jauh karena kau di sini telah dua hari dan semalam menunggu-nunggu akan berjumpa denganku, maka aku percaya kau tentu merasa capai dan lelah. Sekarang pergilah kau istirahat dahulu, supaya nanti sore aku bisa periksa segala pelajaran yang telah kau pelajari dari An Chun San itu."

Poan Thian lalu menyoja sambil mengucapkan terima kasih.

Kemudian Kak Seng Siang-jin perintah seorang murid kecil akan pergi mengantarkan Poan Thian pergi tidur.

Sebagaimana di bagian atas telah dikatakan, Poan Thian yang sudah merasa sangat lelah, tentu saja jadi girang, dan lalu pergi mengikut pada murid kecil itu. Dan sebegitu lekas ia dapat "mencium bantal", dengan lantas ia tidur pules dengan amat nyenyaknya, hingga tahu-tahu ketika ia tersadar dari tidurnya, ternyata haripun sudah hampir senjakala. Buru-buru ia bangun pergi mencuci muka dan menukar pakaian kemudian murid kecil tadi muncul dan persilahkan ia akan sama-sama dahar nasi.

Poan Thian mengucap banyak terima kasih atas kebaikannya kawan baru itu.

Begitulah sambil duduk dahar ber-sama-sama, mereka berdua beromong-omong dan saling menuturkan asal-usul masing-masing, sehingga kemudian datang ke kelenteng Liong-tam-sie itu.

Dari penuturan si murid kecil itu, Poan Thian mengetahui bahwa ia itu adalah seorang anak desa yang sudah tidak mempunyai ayah bunda lagi. Sanak saudaranya tidak mau mengakui kepadanya, berhubung ia ditinggalkan mati oleh ayah-bundanya dalam keadaan sangat miskin. Maka Kak Seng Siang-jin yang pada suatu hari kebetulan melalui desa itu dan dapat dengar kejadian ini, ia jadi merasa kasihan dan lalu ajak anak itu datang berdiam di Liong-tam-sie untuk diberikan didikan dan pelajaran sebagaimana mestinya.

Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang