22. Hukuman Bagi Murid Murtad

482 13 0
                                    

Sementara Wie Hui yang dari kejauhan telah mengenali pada Hwat Yan, dengan wajah yang tenang dan berseri-seri lalu berjalan menghampiri dan memberi hormat kepada mereka berdua sambil berkata: "Selamat datang, saudara-saudaraku, aku sebenarnya tidak menyangka yang kamu akan datang dengan cara yang begitu terkonyong-konyong, sehingga aku telah terlambat datang menyambut dan bikin kamu berdua kesal menunggu-nunggu."

"Engkau tidak perlu berlaku pura-pura untuk menyembunyikan segala cacad-cacadmu," kata Hwat Yan dengan suara kaku. "Engkau telah mencemarkan nama baik guru dan rumah perguruan sendiri, kau ketahui ini, tetapi engkau tidak mau merubah kekeliruan-kekeliruanmu itu. Bahkan disamping itu, engkau telah menimbun dari satu kepada kedosaan yang lainnya dengan sama sekali tidak berikhtiar untuk menghentikan. Maka oleh sebab itu, apakah bukan berarti bahwa kau memang sengaja hendak mencari setori dengan orang-orang dari golongan sendiri?"

"Suheng!" kata Wie Hui dengan suara menyindir, "di waktu aku masih berdiam di Po-to-sie, memang tidak lebih dari pantas jika aku mesti menuruti segala perintah guru di sana. Tetapi setelah sekarang aku berada di luaran dan tidak ada pula sangkut pautnya dengan guru dan kelenteng Po-to-sie, cara bagaimanakah engkau masih juga tetap menganggap aku sebagai seorang kacung yang harus mentaati perintah induk semangnya dimana saja ia berada?"

"Kalau begitu," kata Hwat Yan dengan hati mendongkol, "engkau ini tidak berbeda dengan seekor babi atau binatang-binatang lain yang tak mengenal budi kebaikan orang!

"Ingatlah olehmu, bagaimana engkau dari seorang anak jembel yang sebatang kara telah ditolong oleh guru dan dididik sehingga menjadi seorang yang agak pantas dilihat orang. Tetapi bukannya engkau berterima kasih atas susah payah guru yang telah mendidik padamu, sebaliknya kau telah melemparkan najis ke muka orang yang telah menolongmu.

"Apakah itu suatu perbuatan seorang yang menamakan dirinya "manusia-manusia? Seekor anjing masih ingat kebaikan majikannya, tetapi seekor babi tidak pernah memikirkan kebaikan majikannya barang sedikitpun! Demikian juga dengan halnya dirimu, hingga itu patut kukatakan perbuatannya seekor babi!"

Mendengar dirinya dicaci-maki sedemikian hebatnya, sudah barang tentu ia menjadi sangat gusar, tetapi dilahir ia tetap kelihatan tenang dan berkata: "Suheng, kukira tidak perlu kau memberikan aku nasehat-nasehat sampai begitu, apalagi karena aku sendiripun memangnya tidak bersedia akan menerimanya. Sekarang hanya terbuka satu jalan untuk mengakhiri urusanku dan kamu dari Po-to-sie. Apakah kau sanggup kalahkan aku, bolehlah aku menyerah kepadamu untuk dibawa kembali kepada guru di sana, jikalau tidak, jangan harap akan kamu bisa memaksa kepadaku!"

"Kurang ajar!" teriak Lie Poan Thian yang tidak tahan mendengar omongan Wie Hui yang sangat brutal itu. "Aku Lie Poan Thian memang telah sengaja dikirim ke sini untuk menjajal sampai dimana kekerasan kepalamu! Apabila dengan tanganku sendiri aku tak mampu menaklukan kepadamu, aku bersumpah tak akan hidup lebih lama pula di dalam dunia ini!"

Sambil berkata begitu, Poan Thian lalu minta supaya Hwat Yan menyingkir ke suatu pinggiran, kemudian ia bertindak maju sambil menanyakan pada sang lawan itu, apakah ia hendak bertempur dengan tangan kosong atau bersenjata?

Wie Hui lalu mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidung sambil dengan cepat mencabut golok yang disoren di pinggangnya.

Itulah jawabannya atas tantangan Poan Thian tadi.

Maka dengan tidak banyak bicara lagi Poan Thian pun lalu maju menerjang dengan pedang terhunus dan berseru: "Aku mendatangi!"

"Persilahkan!" sahut Wie Hui yang juga segera mainkan goloknya untuk menangkis bacokan pemuda kita yang dijujukan pada dirinya.

Begitulah dengan terjadinya pertempuran itu, maka terjadilah pula pertempuran antara Hwat Yan dan beberapa orangnya Wie Hui, yang kemudian telah turun ke bawah gunung dengan beramai-ramai dan segera mengepung calon paderi itu. Tetapi biarpun jumlah lawan di kedua pihak tidak sama banyaknya, ternyata pertempuran itu telah berlangsung dengan sama imbangan dalam kekuatannya.

Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang