"Memotong rumput harus dicabut dengan akar-akarnya," kata pemuda kita. "Buat apakah mesti ditinggal separuh-separuh?"
"Itu benar," kata Hoa In Liong. "Tetapi kau harus jangan lupa, bahwa itulah ada urusan remeh. Ingatlah, seekor naga boleh menjagoi di lautan, tetapi tak dapat ia berbuat begitu dalam sebuah sungai, dimana ada kemungkinan ia diganggu oleh kawanan udang."
"Itu benar, itu benar. Aku mufakat," kata Louw Cu Leng sambil tertawa.
Tetapi Poan Thian tetap berkeras akan mencari juga pada Hok Cit, hingga orang banyak tidak bisa mencegah lagi akan pemuda kita pergi mencari pada sisa berandal dari Jie-sian-san itu, yang menurut keterangannya Teng Kie, ada kemungkinan masih berada di Ca-kee-chung.
"Kedatanganku ke sana," katanya, "bisa dipergunakan sebagai pelabi akan menyambangi pada Ca Tiauw Cin yang telah kulukai sehingga cacad itu."
Begitulah setelah minta supaya Kong Houw sudi melayani Louw Cu Leng dan Hoa In Liong sementara ia pergi "membereskan perhitungan" dengan Hok Cit di Ca-kee-chung, pemuda itu lalu menyatakan juga menyesalnya pada orang tua itu dan kakak seperguruannya, bahwa ia tidak bisa melayani mereka sebagaimana mestinya, berhubung ia tak senang akan Hok Cit yang berada di luaran masih saja mencari gara-gara dan menghasut ke kiri-kanan untuk membikin ia jadi bertambah banyak musuh dan dibenci orang tanpa alasan yang bisa masuk diakal.
Maka dengan hanya membawa beberapa stel pakaian saja, pedang hadiah dari In Cong Sian-su dan kantong kulit yang berisikan senjata-senjata rahasia, pemuda kita segera berangkat ke Ca-kee-chung dengan menunggang seekor kuda yang dapat berlari cepat.
◄Y►
Dan tatkala melakukan perjalanan sehingga beberapa hari lamanya, akhirnya sampailah ia di muka gerbang desa Ca-kee-chung, dimana ia lantas minta salah seorang pengawal akan pergi memberitahukan pada Ca Tiauw Cin tentang perkunjungannya itu, tetapi di luar sangkaannya ia memperoleh jawaban bahwa Chungcu-ya justru keluar bepergian. Oleh sebab itu, maka si pengawal minta supaya Poan Thian suka kembali lagi nanti, dua atau tiga hari pula kemudian.
Oleh karena mendengar keterangan itu, Poan Thian terpaksa pergi mencari rumah penginapan untuk berikhtiar, cara bagaimana ia bisa mencari Hok Cit yang saban-saban telah membuat ia mengalami banyak kesukaran. Bahkan kalau ia bisa bertemu dengannya di saat itu, niscaya ia akan bunuh padanya dengan tidak ampun lagi.
Demikianlah sambil dahar di rumah penginapan, Poan Thian berpikir dengan tidak henti-hentinya.
Lama-lama timbul ingatan dalam hatinya akan menerobos saja ke Ca-kee-chung. Tetapi karena mengingat bahwa Ca Tiauw Cin sekarang sudah menjadi seorang baik, ia jadi tidak enak buat berlaku semberono, memasuki rumah orang dengan tidak mengindahkan kepada orang yang menjadi tuan rumahnya. Sebaliknya, jikalau dibiarkan saja Hok Cit diberi ketika akan merat, lalu segala kecapaiannya yang dari jauh datang ke situ dengan maksud khusus untuk membereskan perhitungan dengan sang musuh itu, akan menjadi sia-sia belaka. Oleh karena itu, bagaimanakah ia harus berbuat sekarang?
Pikirannya bekerja dengan keras, tetapi pemecahannya belum juga dapat diperoleh.
"Pelayan," ia berkata, "cobalah bawakan pula aku dua kati arak."
Si pelayan yang memang telah pernah kenal pada pemuda kita, tentu saja heran dan balik bertanya: "Tuan, hari ini tidak sari-sari¬nya kau minum banyak, sedangkan di waktu biasa, hanya kau minum sekadarnya saja."
Poan Thian tertawa.
"Aku sebenarnya telah lupa," katanya, "bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku di sini tidak punya kenalan atau sanak saudara, oleh karena itu, sudikah kau menemani aku duduk makan minum sambil mengobrol buat melewati waktu yang terluang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan
AdventureDi jaman Ahala Ceng, yaitu pada masa kaisar-kaisar Boan-ciu berkuasa di Tiongkok, di kalangan Kang-ouw banyak terdapat jago-jago silat yang nama-namanya sangat masyhur di seluruh negeri. Salah seorang antaranya adalah Sin-tui Lie Poan Thian, yang il...