"Ini tempat lo?" tanya Aira sembari memperhatikan semua yang ada di ruangan yang tengah di kunjungi Aira sekarang.
"Ya, beginilah. Aku buatkan air." Juna langsung melangkahkan kakinya kepantry.
"Elo tinggal sendiri disini?" Juna langsung memejamkan kedua bola matanya, pasalnya Aira berteriak dengan sangat kencang di ruangan kotaknya itu.
"Ck, ini bukanlah gunung Aira yang bisa teriak-teriak sesuka mulutmu." Protes Juna sembari memberikan air kepada Aira.
Aira tersenyum kaku.
Mereka langsung terduduk dan terdiam. Tidak dengan Aira yang masih memperhatikan sekitarnya.
"Apa aku boleh berkeliling?" tanya Aira seantusias mungkin.
Juna memperhatikan Aira, mimik mukanya, kedua bola matanya yang membulat, pipinya yang agak tirus dan juga bibirnya yang-menawan.
Ia langsung menganggukan kepalanya tak sadar bahwa ia telah mengijinkan wanita itu untuk mengobrak-abrik apartementnya.
"Tenang nggak bakalan ada yang berubah kok." Teriak Aira yang langsung membuat kedua bola mata Juna menutup.
Lagi-lagi, batin Juna.
"Ck, udah di bilang nggak usah teriak-teriak." Geram Juna sembari menumpukkan kepalanya di tangan kursi.
Ia mulai menarik napasnya sembari lenganya di sampirkan pada dahinya.
Di tatapnya langit-langit apartement dirinya, di sana ada sebuah lampu yang menggantung seorang diri.
Bayanganya mulai melantur kesegala arah.
"Sudah aku katakan aku tidak mau melakukan itu!" bentak Juna sembari mentap sengit lawan bicaranya.
"Aku sudah memutuskan dan kamu harus melaksanakanya." Ujar lelaki itu kekeuh dengan keinginanya.
Juna langsung memejamkan matanya, mencoba mendinginkan pikiranya yang sekarang sudah mengepul penuh dengan uap-uap panas.
"Apa kau akan selalu mengekang dan menyiksaku?" ujar Juna yang sudah melembutkan suaranya.sedikit melembutkan suaranya.
"Aku tidak pernah-"
"Ya kau tidak pernah, tidak pernah ingat bahwa kau mempunyai seorang putra!" teriak Juna sembari memalingkan wajahnya.
Dadanya terasa nyeri kala mengatakan hal yang menyakitkan itu.
Orang itu terdiam masih dengan tatapan lurusnya, seakan-akan dia tak mempunyai perasaan tentang hal itu.
"Sudah aku bilang, kau harus melaksanakan semuanya, aku sudah mendaftarkanmu."
Juna menggeram dengan hebatnya.
"Ah, anjing. Persetan dengan semua keinginan lo, gue nggak peduli!" ujar Juna sembari melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.
"Kau, berbicara seperti tak pernah didik saja Arjuna."
Juna langsung terhenti dan berdecih sesaat.
"Didikanku hanya sebatas lingkungan saja Tuan. Maaf jika mengecewakan." Ujar Juna dan setelah itu suara pintu melengkingtertutup, langsung terdengar di seluruh penjuru ruangan itu.
"Kau tak bisa mengelak anakku." Gumam lelaki itu sembari meneruskan pekerjaanya.
Sedangkan Juna langsung menyetop angkot yang ada. Ia menggeram saat kilasan ingatan yang baru saja ia bicarakan dengan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTY[1] AND THE BABY BOSS [BUNGKUS]
RandomKita berdua emang sudah sangat dekat, seperti pasangan kekasih lah. Tapi, sayangnya setatus kita itu gantung banget. Apalagi pas aku tahu kalau dia itu, yeah sebenarnya aku nggak mau ngumbar-ngumbat aib orang lain tapi apa daya dia itu pemake. Hmmm...