Chapter- 20

1K 51 1
                                    

Aira masih terdiam, terpaku di tempatnya.

Sekarang sudah pagi, jam sudah menunjukan pada angka 10 dan Aira masih terasa enggan untuk sekedar terduduk di atas kasur Juna. Seenggak ia menikmatinya.

Ya, Juna. Orang itu tidak ada pas Aira terbangun, entah di mana keberadaan orang itu yang pasti Aira masih merasa enggan untuk mencarinya.

Mungkin karena efek bulanannya.

Ia mulai menghembuskan napasnya perlahan mencoba meredakan perasaanya yang mulai ngayay.

Dengan terpaksa ia duduk karena kepalanya yang sudah mulai pening.

Hingga sebuah pemikiran lagi-lagi menghantui pemikiranya, padahal ia sudah mencoba untuk menepis pemikiran itu tapi apa daya ia tak kuasa, karena mereka selalu mamaksa Aira untuk memikirkan hal konyol itu.

Apa artinya aku di hidupnya?

Pemberi makanan? Itukan bisa di lakukan oleh pembantunya.

Pembuat dia tersenyum? Ck, Raka juga mampu melakukana.

Lalu, apa artinya aku di hidupnya?

Aku miskin, memang. Tapi seenggaknya aku masih mempunyai harga diri untuk tidak tidur sekasur dengan orang yang bukan siapa-siapa.

Aira semakin memberengut dan menyurai rambut hitamnya kebelakang.

“Sepertinya gue butuh air dingin.” Gumam Aira sembari berlalu ke kamar mandi.

Seenggaknya untuk pagi ini Aira mampu mandi.

Dan untuk pekerjaan di lestoran Mama’cacing, ia telah berhenti begitupun dengan Raka.

Ke3 temanya yang lainpun merasa aneh begitupun dengan Cacing yang pemarah itu langsung mendelik tajam kearah Aira dan Raka.

Tapi, tetap. Mereka pasti akan baikan lagi kedepanya.

Sekarang Aira telah selesai, tak perlu berpuluh-puluh menit bagi Aira untuk mandi, cukup badanya terkena Aira saja menurut Aira dirinya itu sudah bersih.

“Jun.” Panggil Aira sembari keluar dari kamar Juna.

Apartementnya sepi, sunyi pertanda kalau orang yang tengah di carinya itu tak ada di tempat.

Aira mendengus.

“Bisanya ninggalin orang tanpa pamit.” Ketus Aira sembari menuju ke pantry.

Melihat keberadaan apa yang ada di dapur.

Dan tak aneh bagi Aira kalo di dalam isi kulkas itu terdapat kangku segar dan beberapa lauk-laukan.

Ia mulai menanak nasi di lanjutkan dengan pasakanya yang lain.

“Seenggaknya aku masih punya rasa timbal baik karena dia sudah mengijinkan aku tidur di kasurnya yang empuk.” Gumam Aira masih sibuk dengan pasakanya.

Dan beberapa menit kemudian suara pintu aprtement Juna langsung terbuka.

“Apakak? Lo masih punya perasaan ama gue?”

“Nggak gue udah lupa dan gue nggak tau perasaan itu apa.”

“Ck, seenggaknya dulu elo pernah ngejar-ngejar gue.”

“Itu pas lo kelas 1 SMP. Gue nggak inget.”

“Itu buktinya elo inget.”

“Ya, sekarang mau lo apa?”
Aira masih terdiam bersembunyi di belakang tembok dapur, mencoba mendengarkan lebih jelas perkataan mereka.

Dilihatnya Juna yang tengah membelakanginya, sepertinya ia tengah berhadapan dengan seorang wanita.

“Elo nggak ada sopan-sopanya ya. Gue kakak lo.” Ketus Juna langsung terduduk di sofa dan—

BEAUTY[1] AND THE BABY BOSS [BUNGKUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang