Seulgi terlihat benar-benar panik saat melihat Jimin yang baru saja dibawa ke kamarnya oleh Sehun, Jungkook dan Hanbin. Dia berusaha keras untuk tak menangis saat melihat Jimin yang terluka di sekujur tubuhnya.
Pria itu hampir mati di depan matanya sendiri setelah kembali dari hutan. Perasaan bersalah pun muncul karena Seulgi merasa bahwa semua yang terjadi pada Jimin adalah salahnya.
"Hanbin, panggil Moon kesini." Semua orang terlihat panik dan kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan pada Jimin. Termasuk Seulgi yang kini entah sejak kapan sudah menangis karena tak tahu harus melakukan apa.
"Jimin.." lirih Seulgi saat menatap Jimin yang begitu kesakitan. Ingin sekali Seulgi mendekat ke arah Jimin dan memeluk pria itu erat.
Tapi beberapa menit menunggu, dari arah pintu terlihat seseorang yang baru saja datang dengan wajah yang panik.
"Moon!"
"Ada apa ini?" perempuan itu melihat ke arah Jimin yang terbaring dengan nafas pendek menahan sakit. "Oh Tuhan." Moon masuk mendekati Jimin.
"Dia dari hutan dan tertembak. Aku rasa itu bukan peluru biasa karena Jimin benar-benar kesakitan." Moon terlihat memeriksa Jimin.
"Kalian bisa tinggalkan aku sendiri?" Mendengar itu, semua orang pun di sana keluar meninggalkan Moon dan Jimin berdua.
Semuanya terlihat begitu khawatir, tapi berbeda dengan Sehun, Hanbin dan Jungkook, Kai justru menunjukkan wajah marahnya ke arah Seulgi.
"Ini semua gara-gara kau." Ucapan dari Kai itu seketika membuat Seulgi merasa bersalah. "Kalau saja Jimin tak mengenalmu, mungkin dia tak akan sekarat seperti itu."
"Kai, apa yang kau bicarakan!"
"Memangnya apa yang salah huh? Semuanya benar kan? Semuanya akan baik-baik saja kalau gadis ini tak pernah muncul di kehidupan kita!"
"Kai cukup."
"Selama kita hidup tanpa mengenal manusia, semuanya sangat baik-baik saja."
"Kai—,"
"Dan gadis ini menghancurkan semuanya!" Di sana Seulgi benar-benar merasa sangat bersalah.
"Ini bukan salah Seulgi."
"Lalu salah siapa huh? Jimin tak akan seperti itu jika bukan karena gadis ini!"
"Kai—,"
"Maaf." Seulgi langsung memotong ucapan Sehun saat ingin membelanya. "Ini memang salahku. Kalau saja Jimin tak menyelamatkanku waktu itu, mungkin semuanya tak akan terjadi."
"Lihat kan? Semuanya memang salahmu." Ujar Kai lagi yang masih menyalahkan Seulgi.
"Kai cukup!" Sehun beralih menatap Seulgi yang menunduk. "Seulgi, sebaiknya kita pulang saja. Ayo ku antar." Saat Sehun menggenggam tangan gadis itu, Seulgi malah menolaknya dan memohon agar tetap di sini.
"Izinkan aku di sini. Setidaknya sampai aku yakin kalau Jimin baik-baik saja."
***
Semua orang yang duduk di ruang tengah langsung berdiri ketika Moon baru saja membuka pintu kamar Jimin dan keluar dari sana. Semua pertanyaan sudah mereka siapkan untuk Moon tapi mereka lebih memilih untuk menunggu perempuan itu berbicara.
"Pelurunya mengenai perut Jimin." Semua orang terlihat lega. "Aku tak tahu penembaknya akan memakai peluru perak. Untung Jimin masih bertahan walau dia hampir mati." Rasa bersalah itu kembali terpikirkan oleh Seulgi yang masih menunduk. "Aku pikir.. Jimin benar-benar membutuhkan wanitanya sekarang." Seketika seluruh pandangan menatap gadis yang kini menatap Moon. "Dia benar-benar khawatir padamu."
"Boleh aku melihatnya?" Senyum menenangkan Moon langsung terlihat setelah Seulgi bertanya.
"Tentu saja boleh." Seulgi pun buru-buru bangkit menghampiri Jimin untuk memastikan keadaan pria itu. Perlahan tapi pasti, Seulgi melihat pria yang masih memejamkan matanya itu. Dia pun mendekati Jimin, tangannya terulur. Gadis itu mengusap lembut punggung tangan Jimin yang juga terlihat sedikit terluka.
"Ini semua memang salahku. Maafkan aku." Seulgi menangis dalam keheningan. Seulgi merasa bahwa semua yang terjadi pada Jimin adalah salahnya.
"Aku tak akan memaafkanmu kalau kau masih menangis." Ucapan itu membuat Seulgi mendongak. Jimin kini sudah membuka matanya. "Hapus air matamu.. aku baik-baik saja."
"Jimin.." Seulgi menggeser tubuhnya agar lebih dekat. Perlahan, Seulgi menyentuh pipi Jimin lembut. "Maafkan aku." Jimin pun ikut mengulurkan tangannya tepat di tangan Seulgi yang berada di pipinya.
"Tidak Seulgi. Tak ada yang harus disalahkan di sini."
"Kalau kau tak menolongku, kau tak akan terluka."
Jimin menggeleng pelan. "Semuanya memang harus terjadi." Walaupun semuanya memang sudah takdir, tapi Seulgi tak bisa begitu saja melupakan rasa bersalahnya.
"Kau baik-baik saja?" Pertanyaan itu dijawab anggukan oleh Jimin. Jika saja Jimin hanya datang sebagai 'pria biasa', mungkin masalahnya tak akan serumit itu. Tapi soal 'pria biasa', Seulgi tiba-tiba teringat ucapan Sehun sebelumnya. Saat dia mengatakan bahwa Seulgi bisa mengubah Jimin menjadi 'pria biasa' itu. Atau menjadi manusia.
"Aku bisa mengubahmu kan?" Mendengar ucapan Seulgi, Jimin sedikit terkejut.
"Kau..."
"Sehun bilang padaku, aku bisa membuatmu menjadi manusia. Dan bukan hanya kau, tapi teman-temanmu juga. Apa itu benar? Kalau iya, katakan, aku akan melakukan apapun untukmu dan teman-temanmu." Di sana Jimin merasa terkejut. Tentu saja, bahkan gadis itu menawarkan dirinya. "Kenapa selama ini kau tak pernah mengatakan itu? Apa kau tak mau menjadi manusia?"
"Aku.. hanya menunggu waktu yang tepat. Aku tak mau memaksamu. Aku ingin kau melakukannya karena kau benar-benar ingin melakukannya." Gadis itu menatap Jimin.
"Aku akan melakukannya. Jika kau yang meminta, aku akan melakukannya." Kedua orang itu saling menatap. "Apa yang harus aku lakukan?" Tapi alih-alih menjawab, Jimin malah tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari Seulgi. "Katakan Jimin." Pria itu semakin menatapnya sebelum menjawab.
"Kau... hanya perlu diam."
"Kening Seulgi berkerut. "Diam? Kenapa di—,"
Seulgi menghentikan ucapannya saat Jimin menarik tangannya untuk mendekat ke arahnya. Wajah mereka pun benar-benar dekat dan menyisakan beberapa senti saja.
"Kau memang hanya perlu diam." Sampai mata Seulgi benar-benar terbelalak saat benda lembut milik Jimin itu sudah menyentuh bibirnya. Tunggu, Jimin menciumnya, untuk pertama kali. Kini Seulgi bisa merasakan bibir lembut Jimin yang bergerak di bibirnya. Mengusap lembut dengan mata Jimin yang tertutup merasakan kehangatan itu. Sampai Seulgi mulai membalasnya.
Ciuman pertama mereka di atas ranjang, dan Jimin mulai menarik gadis itu mendekat, memperdalam ciuman mereka. Sampai ciuman itu terhenti ketika Jimin menghentikannya. Keduanya kembali bertemu pandang. Perlahan tapi pasti, tangan Jimin mengarah pada helaian rambut Seulgi yang terurai menutupi lehernya. Jimin menyingkirkan helaian rambut itu ke belakang.
Jimin juga menurunkan sedikit baju Seulgi agar dia benar-benar bisa melihat leher gadis itu. Dan perlahan, Seulgi bisa merasakan bibir Jimin yang bergerak di lehernya. Mengelus kulitnya, merasakan sengatan kecil saat bibir Jimin mencium lehernya.
"Ah!" Jimin menjauhkan wajahnya dan menatap gadis itu. "Apa yang kau lakukan?" Jimin tak menjawab, dia hanya tersenyum lembut menatap Seulgi.

KAMU SEDANG MEMBACA
WEREWOLF BOY
Fiksi PenggemarHidup Seulgi biasa saja sebelum bertemu Jimin, pria misterius yang sulit dia jangkau. Kejadian-kejadian yang membahayakannya itu membuat Jimin entah kenapa selalu ada untuk melindunginya. Tanpa perlu memanggilnya, Jimin selalu datang dan menyelamatk...