Syafa pov.
Lega rasanya usai mengklarifikasi gosip yang meluas dan melebar tentang keluargaku.
Ya tadi saat arisan aku menjelaskan semuanya. Termasuk testpack sebagai bukti akurat bahwa saat ini diriku tidak sedang hamil. Dan pasti hukum sosial yang berlaku, mba Vera sangatlah malu pada banyak orang. Biarlah itu menjadi pembelajaran.
Anak-anakku kini bermain dengan santai tanpa gangguan omongan dari tetangga. Si bungsupun udah kembali ceria.
"Bunbun.. Yomba itu apacih? "
"Lomba itu pertandingan untuk mendapatkan pemenang"
"Oooo iya.. "
"Nanti dapat hadiah ya talo menang? Dedek mau"
"Emang dedek mau ikut lomba apa? "
"Yomba di yapangan bun, tama tatak Idan tama tatak daji"
"Kakak Idlan ma kak Ghazi ikut juga? "
"Iya bun. Meleta mau itut. Tapi olang tua ndak boyeh itut bun. Dadi ayah tama bunbun ndak itut "
"Iya nanti ayah sama bunda nonton kalian aja ya"
"Bun, tok tatak yama. "
"Kakak kan hari ini ada ujian hafalan. Jadi lama dek. Dedek juga dong, hafalannya tambahin lagi ya. "
"Nanti dapat hadiyah ya bun? "
"Hadiahnya dari ALLAH dek. "
"Talo dali ayah? "
"Dedek minta hadiah apa? "
"Cepeda balu... "
"Memang sepeda dedek kenapa? "Tanyaku heran, karena yang aku tau sepedanya baik-baik saja
"Tan tatak fina puna cepeda balu. Dedek penen"
Aku melirik suamiku yang menghela nafas. Dia tau kalo si bungsu ini paling susah untuk mensyukuri di banding kedua kakaknya.
Aku tak menyalahkannya, yah apa boleh buat, si bungsu seperti itu karena ayahnya selalu memanjakannya dan menuruti semua permintaannya.
"Dedek... Kan sepeda dedek masih bagus, belum waktunya ganti. Banyak lho dek di luar sana yang pengen sepeda, tapi orang tuanya nggak mampu beliin... Nah sayang kan uangnya kalo buat beli sepeda baru sedangkan sepeda dedek masih bagus, padahal kebutuhan kita yang penting masih banyak. Bunda perlu bayar sekolah kakak juga dedek, buat belanja, buat bayar listrik, air, buat ke dokter kalo ada yang sakit. "Jelas ayahnya berusaha memberi tahu
"Yah, tan talo cepeda dedek balu, yang lama di tatih ma olang. Tan dedek baik tatih cepeda te yang ndak puna yah"
Gubrak!!!
Aku pengen tertawa. Anak ini, satu-satunya yang berani mendebat sang ayah. Suamiku melirik meminta bantuan. Karena dia tahu aku tak pernah luluh sama Hafla, beda dengannya yang selalu ada luluh bila Hafla mengeluarkan senjata andalannya, yaitu menangis.
"Dedek soleha.. Alhamdulillah dedek pinter punya niat untuk berbagi kalo dedek punya sepeda baru. Tapi.. Ada banyak hal yang lebih penting dari membeli sepeda. Kita masih bisa berbagi kok dengan yang lain.. "
"Bunbun peyit ni yah... "
"Sayang... Bukannya ayah sama bunda nggak mau beliin sepeda baru. Sepeda dedek kan masih bagus. Coba lihat kakak-kakak, sepeda mereka juga nggak baru kan. Dedek tahu kan, bunda musti bayar sekolah, belanja buat makan sehari-hari, buat bayar listrik, air, beli buku dedek sama kakak.
Hadiahnya yang lain aja ya.. Nanti kalo waktunya sepeda dedek musti ganti, pasti dibeliin tanpa dedek minta. Kita harus membeli yang di butuhkan bukan yang kita inginkan dedek"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumahku Surgaku
SpiritualBagaimana kisah Syafa Althafunnisa dan sang suami Ikhwan Abdulrasyid dalam membesarkan putra putrinya di tengah kehidupan yang hedonis Akankah ketiga anaknya akan mampu melawan arus. Berhasilkah usaha mereka memberikan pondasi keimanan. Mampukah m...