Saat harus pergi menuntut ilmu maka pahala jihad akan bersamamu.
Ikhwan pov.
Ujian nasional telah di lewati putra sulungku. Alhamdulillah, hasil yang di capainya melebihi apa yang kami orang tuanya bayangkan. Dengan nilai yang sempurna Idlan berhasil lulus, dan karena nilai itu pula kami mendapatkan keringanan biaya pendidikan dari pihak pesantren.
"Barang-barangnya udah masuk semua kak? "Tanya istriku saat melihat kami packing keperluan Idlan saat masuk asrama besok.
"Udah nda... "
"Ada yang kurang? "
"Nggak nda.. In syaa ALLAH cukup. "
"Kakak beneran mau ninggalin bunda? "Ucapnya melo
"Ini bunda kenapa?? Jangan bikin anak kita jadi sedih dong... Malu ah sama tiga buntutnya... "Godaku sambil mencubit hidungnya.
"Hehehe... Maaf ya kak... Bundanya sedih..."
"Nda... Idlan juga sedih pisah sama ayah, bunda juga adek-adek. Tapi Idlan kan harus tetap mencari ilmu nda... "Jawab Idlan diplomatis.
"Tuh.. Anaknya aja semangat. Bundanya juga semangat dong. Ntar ayah cetak foto Idlan yang gede biar bunda bisa peluk kalo pas kangen "imbuhku
"Bunda semangat kok kak... Kan bunda pengen anak bunda berilmu. "
"Kakak... Nanti kalo dedek kangen gimana? "
Aku menghembuskan nafas frustasi. Tadi bundanya sekarang si kecil nan manja ini.
"Dedek kan bisa ikut ayah sama bunda pas nengokin kakak nanti. "
"Tapi kan kalo dedek belantem sama kak Azi ndak ada yang bantuin. "
"Makanya jangan berantem sama kakak. Kak Azi kan sayang sama dedek"jawabku, mengingat kedua anak ini yang slalu memberi warna dalam rumah ini dengan teriakan-teriakan mereka.
"Nanti kalo kakak di asrama, pasti kak Azi baik sama dedek. "Ucap Idlan lembut sambil membelai rambut indah adeknya.
Idlan memang kakak-able untuk adek-adeknya. Entahlah aku sendiri bingung dengan kedewasaannya dalam bersikap. Atau mungkin karena dulu kami kebobolan saat Idlan masih bayi. Mungkin saja itu salah satu faktor yang membuat Idlan selalu di kondisikan untuk bersikap dewasa tapi yang pasti aku tau ini adalah didikan istriku.
"Kak Azi aja deh yang pelgi ke aslama"
"Awas ya nanti kalo dedek minta bantuan kakak"ancam Ghazi sambil mencubit pipi cabi adek kesayangannya.
"Dedek... Dengerin kak Idlan. Kak Azi itu sayang sama dedek. Jadi dedek jangan sedih ya."
"Bun... Kenapa sih kakak masuk pesantren? "
Aku tau, ini hal berat yang musti kami lalui. Selama sembilan tahun kebersamaan mereka, aku tau Ghazi sangat mengidolakan kakaknya. Dia peniru ulung setiap tingkah polah kakaknya saat masih balita dulu. Idlan juga sosok yang hangat untuk adik-adiknya, melindungi mereka, ada saat mereka mendapat kesulitan.
Aku dan istriku memang sengaja membiarkan anak-anak belajar menyelesaikan masalah mereka. Sering kami mendapati Idlan juga Ghazi saling bertukar pikiran saat ada masalah.
"Nanti kalian ngobrol ya.. Kenapa kakak masuk pesantren. Kalian tukar pikiran. Abis itu Azi diskusikan sama ayah apa bunda "
Itulah istriku, selalu menginginkan anak-anak terbiasa berfikir apa yang akan mereka lakukan, baik buruk di hadapan ALLAH.
Syafa pov
Akhirnya hari ini tiba juga. Aku harus melepaskan sulungku untuk hidup jauh dari orang tua. Untuk dididik lebih memahami syariat. Berat melepaskan putra yang kusayangi. Dari semalam aku harus menahan rasa sedih. Idlan yang biasanya ringan tangan membantuku, melerai adik-adik nya, memberikanku perhatian tak terduga, kini harus jauh dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumahku Surgaku
SpiritualBagaimana kisah Syafa Althafunnisa dan sang suami Ikhwan Abdulrasyid dalam membesarkan putra putrinya di tengah kehidupan yang hedonis Akankah ketiga anaknya akan mampu melawan arus. Berhasilkah usaha mereka memberikan pondasi keimanan. Mampukah m...