Masuklah ke dalam Islam secara kaffah. Suka ataupun tak suka, hukum syara mengikat kita sebagai seorang muslim. Kita harus mengimani keseluruhan, tak bisa memilih sesuai hati.Author pov.
Sejak pembicaraan malam itu, Syafa lebih banyak berdiam. Ia ingin memberikan waktu bagi suami untuk memikirkan keputusan apa yang akan di putuskannya.
Walau tak jarang air mata selalu mengalir di tiap sujudnya. Ia sadar, sepenuhnya sadar. Ia terlalu mencintai suaminya, dan ALLAH tak suka, ALLAH cemburu. Tapi ia juga tak sanggup membayangkan ada wanita lain yang melayani suaminya, memeluk dan di peluk suaminya.
Sering ia dapati matanya membengkak saat bangun. Ia menangis dalam tidurnya. Ikwan merasa sakit mendapati istrinya yang selalu hangat kini lebih banyak diam. Tatapan penuh pertanyaan dari anak-anak yang tak mampu di jawabnya.
"Yah.. Besok kita jadi jemput kak Idlan kan? " tanya Hafla di meja makan, sambil menanti hasil tangan bundanya untuk mengisi energi seharian ini.
"Iya sayang. Besok kakak pulang. Dedek udah kangen ya sama kakak? "
"Iya yah... "
"Waktunya sarapan... Ghazi, cepat nak. Nanti kalian telat"
Walaupun suasana hatinya sedang buruk, Syafa tetap menjalankan perannya sebagai istri seperti biasa.
"Bunda abis nangis ya? "Tanya Ghazi yang membuat hati Syafa kembali teriris. Anak-anaknya sangat peka.
"Iya.. Bunbun juga suka sedih, padahal kakak besok pulang"sambung Hafla dengan polosnya.
"Bunda nggak kenapa-napa kok sayang. Iya kan yah... "
Ikhwan hanya mengangguk sambil menatap pilu. Istrinya terlihat kurus, keceriaan yang di suguhkannya hanya untuk menutupi kesedihan yang kini di rasanya. Ikhwan tau itu, istrinya paling anti terlihat sedih di hadapan anak-anak.
"Awas ya kalo ayah bikin bunbun nangis.. Dedek akan malah sama ayah. Ndak mau ngomong sama ayah. Kita musuhan"ancam Hafla judes yang di balas kekehan oleh Ghazi, namun tak demikian yang di rasa sang ayah. Ia yang membuat bunda kesayangan mereka menangis.
"Hafla sayang, soleha.. Jangan gitu nak. Memusuhi ayah dosa lho.. ALLAH nggak suka. "
"ALLAH mungkin juga nggak suka sama orang yang bikin nangis bunda, bikin sedih bunda"jawab Ghazi dingin sambil melirik sang ayah. Ia tau ada masalah yang di sembunyikan oleh orang tuanya.
"Sttt nggak ada yang bikin bunda sedih kok. Bunda selalu tersenyum kan? Apa kalian nggak lihat? Kalo gitu bunda khawatir ada sesuatu sama mata kalian.. Kita perlu ke dokter ini yah..."Ucap Syafa mencoba mencairkan suasana. Ia merinding dengan nada dingin putranya itu.
"Untuk apa bun? "
"Memeriksakan mata dua anak kesayangan kita... Masa mereka nggak lihat bundanya senyum"
"Ih... Bunbun. Dedek lihat ya... "Jawab Hafla dengan muka polosnya, tak tahu jika bundanya mencoba menggoda.
"Ayo berangkat "ajak sang ayah saat sarapan telah usai.
"Azi pake sepeda aja... Ayah sama dedek aja"pamit Ghazi sambil mencium tangan ayah bundanya tanpa mau melihat muka sang ayah.
Saat-saat seperti ini, Ghazi sangat membutuhkan kehadiran Idlan kakaknya. Hanya pada Idlan lah ia bisa terbuka mengungkapkan apa yang di rasa.
Sejak kepergian Idlan ke asrama, Ghazi menjadi lebih dewasa, lebih peka, lebih bertanggung jawab juga jiwa melindunginya semakin tumbuh.
Ikhwan hanya menghela nafas berat. Ia tahu anaknya itu menghindarinya. Tepatnya sejak kemaren, saat melihat mata sembab bundanya dan menyediakan air hanyat untuk mengompres kelopak mata sang bunda. Ikwan melihat itu semua, melihat bagaimana sayangnya putranya pada sang bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumahku Surgaku
SpiritualBagaimana kisah Syafa Althafunnisa dan sang suami Ikhwan Abdulrasyid dalam membesarkan putra putrinya di tengah kehidupan yang hedonis Akankah ketiga anaknya akan mampu melawan arus. Berhasilkah usaha mereka memberikan pondasi keimanan. Mampukah m...