Keluarga adalah tempat pulang. Tempat ternyaman dalam berbagi. Tempat terindah dalam mengenal hidup. Bagaimana hidup kita??
Syafa pov
Setahun terlewat sudah. Hari ini kami di jadwalkan menjemput anak-anak di asrama pesantren. Terkhusus buat si sulung, dia kembali ke rumah. Usai tiga tahun menempuh pendidikan di pesantren. Hafla yang setahun ini cukup kesepian bersorak girang, mendapatkan kakaknya akan kembali ke rumah ini.
Sama seperti saat di sekolah dasar dulu, hasil UN Idlan di tingkat lanjutan sangat memuaskan. Semua nilai sempurna dan hanya satu nilai hampir mendekati sempurna. Sebenarnya kami sudah menawarkan untuk melanjutkan sekolah di pesantren ini juga. Namun Idlan menolak, aku tau alasannya karena biaya yang mahal. Anak itu tak mau bila kami terlalu memaksakan diri membiayainya, dia memikirkan adek-adeknya yang juga butuh biaya tak sedikit. Sementara ayahnya tak mungkin selamanya bekerja. Bagaimana aku tak terharu memiliki anak yang pengertian seperti ini. Di saat anak-anak yang lain banyak memberi tuntutan.
Selepas pesantren, Idlan memilih melanjutkan ke sekolah lanjutan negeri. Memang dari segi biaya lebih murah, sebenarnya kami mengharapkan Idlan mendapatkan lingkungan yang mendukung juga tapi kami menghargai keputusannya. Toh kami percaya kalo Idlan akan mampu menjaga diri.
"Udah siap? "Tanya mas Wawan saat melihatku masih duduk di depan meja rias di kamar.
"Bentar lagi. Dedek udah? "
"Udah standby di mobil. "
"Ayok mas... "
Hari ini tak ada bekal apapun yang aku bawa. Karna kami hanya akan menjemput anak-anak untuk pulang.
"Bunbun... Rumah rame lagi. Terus besok-besok ada kak Idlan di rumah. Dedek ada temennya"
"Tapi kak Idlan nggak nemenin dedek main ya.. Kakak kan udah SMA, jadi harus fokus belajar. Nggak main-main lagi nak" jelas suamiku memberi pengertian.
Aku terkikik saat membayangkan Idlan dengan seragam SMA nya bermain dengan anak SD.
"Nanti dedek berangkat sekolahnya sama siapa? "
"Sama ayah. Kan kakak belom punya kendaraan. Doakan ya setahun lagi ayah sama bunda ada rejeki buat beli motor buat kakak. "
"Aamiin.. Nanti dedek sama kakak berangkatnya. Kasian ayah capek kalo jadi sopirnya dedek heheheh.... "Ucap Hafla terkikik menggoda ayahnya.
"Anak ayah ini ya..."
"Peace yah... "Cengir Hafla sambil memasang wajah polos dan jari berbentuk huruf V.
Setelah bermacet-macet, akhirnya kami tiba di tempat ini, tempat penuh ilmu yang sebentar lagi akan di tinggalkan oleh sulungku. Hari ini upacara pelepasan siswa. Aku juga mas Wawan segera mengambil posisi di dalam aula sekolah. Sedangkan Hafla bersama Ghazi, membereskan barang-barang kakaknya yang hari ini akan meninggalkan pesantren ini.
Acara pelepasan ini penuh suasana haru. Tiga tahun Idlan kami titipkan di sini, untuk dididik dan di bina menjadi insan rabbani, insan islam yang berkualitas. Di acara ini pula rasa banggaku membuncah, mendapatkan anakku sudah hafal 15 juz dan menjadi lulusan dengan nilai tertinggi, belum lagi prestasi di ajang lomba.
Melihat mas Wawan memeluk bangga putranya di atas panggung aula membuatku tak kuasa meneteskan airmata. Kerja keras kami dalam mencari nafkah, mengumpulkan rupiah demi rupiah terbayar melebihi dari apa yang kami harapkan. Tak sia-sia kami menghemat segala hal demi bisa membayar biaya pendidikan anak. Tak sia-sia suamiku rela lembur di usia yang tak muda lagi demi mendapatkan gaji lebih. Kelelahannya terbayar dengan indah hari ini. Putra kami memberikan tinta emas pada nama kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumahku Surgaku
EspiritualBagaimana kisah Syafa Althafunnisa dan sang suami Ikhwan Abdulrasyid dalam membesarkan putra putrinya di tengah kehidupan yang hedonis Akankah ketiga anaknya akan mampu melawan arus. Berhasilkah usaha mereka memberikan pondasi keimanan. Mampukah m...