Jagalah lisanmu. ALLAH memberi dua telinga untuk lebih banyak mendengarkan daripada bicara. ALLAH memberi dua mata untuk lebih melihat daripada berkata-kataNote
Tulisan bab ini bukan untuk mendiskreditkan atau apapun. Pun bila nantinya ada ketidak sesuaian dengan prosedur mohon di maafkan. Di sini aku hanya menyampaikan inti tentang bagaimana gigihnya seorang istri menjaga harta dan kehormatan suaminya dan bagaimana dia menerima tamu sedang sang suami tak ada, juga tentang bahaya dari lisan yang tak terkontrol, tentang cerdas dalam mengambil keputusan dan tetap berkepala dingin.
Syafa pov
Entah apa yang ada di pikiran pak Tito, tetangga yang juga pengurus RT di tempat tinggalku ini sehingga terus menerus nyinyir terhadap keluargaku. Entahlah apa yang ada padanya, karena tingkat kenyinyirannya menyamai ibu-ibu komplek yang suka bergosip tak jelas.
Aku dan suami yang semula merasa masalah tentang intoleransi yang si tuduhkan pada kami telah usai pengurus bertabayyun ke rumah dan penjelasan panjang kali lebar suamiku.
Entah juga apa motif dari perilaku nyinyir bapak itu. Kami juga tak pernah punya masalah pribadi, persaingan pengurus RT juga tak mungkin, suamiku bukan termasuk ke jajaran kepengurusan. Imam mushola juga tidak, amir mushola orangnya bijak, ada jadwal untuk menjadi imam di sana lagipula kata suamiku, pak Tito jarang sekali ke mushola.
Persaingan posisi di kantor lebih mustahil, suamiku dan beliau beda tempat kerja. Kesenjangan sosial? Kehidupan mereka jauh lebih berada daripada kami. Saingan bisnis juga tak mungkin kami tak punya bisnis selain usaha jilbab dan kerudungku,kekesalan istri? Tak masuk akal juga. Istri beliau sosialita, sedang aku... Ibu berdaster yang harus pencak silat mengurus suami juga ketiga anak, di tambah urusan ruko. Tak ada waktu untuk itu.
Aku hanya bisa tersenyum bila mendapat pengaduan dari ibu-ibu pengajian di komplek tentang apa yang mereka dengar. Banyak yang tak percaya tapi tetap ada yng mempercayai kabar tak jelas itu.
Suamiku pun sampai di ajak duduk dan bicara empat mata dengan amir mushola perihal kasak-kusuk yang cukup santer dan meresahkan itu.
"Bunda Idlan. Saya bingung ya sama pak Tito yang selalu menuduh ibu juga keluarga itu orang yang nggak punya toleransi sama orang lain"lapor mba Dewi saat kami sedang berbelanja di tukang sayur keliling.
"Iya bu. Laki-laki kok lemes banget ya mulut nya. Bahkan kemaren saya denger dia curiga ibu sekeluarga itu ikut aliran apa gitu. Sama kelompok teroris. Trus kita jangan sampai terpengaruh, jangan ikut kajian lagi. Kan konyol tu orang"timpal ibu yang lain.
"Sudah bu... Biarkan saja beliau mau gimana. Nanti kalo udah kelewatan biar suami saya yang ambil tindakan. Walaupun dia jahat kita tetap saudara sesama muslim,dan jangan menghibahnya ya...sayang pahala kita berkurang"
"Iya bu.. Beri pelajaran aja. Saya juga sebel sama keluarganya. "Kompor yang lain
"Kalo perlu laporin aja ke polisi"
"Iya bu, biar kapok"
Haduh.... Kok malah situasi jadi seperti ini. Jadi emosi tak karuan.
"Sudah ibu-ibu tak perlu di perpanjang lagi. Nanti malah memperkeruh suasana. Saya duluan ya ibu-ibu. "Pamitku segera berlalu tak ingin lama-lama di sana.
Selepas dzuhur aku harus mempersiapkan makan siang untuk anak-anak, juga camilan sore hari. Di tengah asyiknya berpencak-silat di dapur, bel rumahku berbunyi tanpa henti. Sepertinya ada tamu yang urgent hingga tak sabaran seperti itu.
"Iya sebentar "teriakku saat kembali mendengar bel bernyanyi lagi.
Buru-buru kulangkahkan kaki menuju pintu. Keningku berkerut saat dari kaca kecil yang tertempel di pintu kayu aku melihat pak Tito dan beberapa orang polisi tengah berdiri di depan pagar rumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumahku Surgaku
SpiritualBagaimana kisah Syafa Althafunnisa dan sang suami Ikhwan Abdulrasyid dalam membesarkan putra putrinya di tengah kehidupan yang hedonis Akankah ketiga anaknya akan mampu melawan arus. Berhasilkah usaha mereka memberikan pondasi keimanan. Mampukah m...