Mencintai karena ALLAH, membenci karena ALLAH.
Ikhwan pov.
Lusa masa cuti tanpa tanggunganku usai. Rasanya enggan untuk kembali ke kantor jika bukan ingat akan kewajiban ku untuk mendapatkan nafkah dari sana. Nikmat rasanya hari-hari di rumah, melihat secara langsung keusilan, kedewasaan, kepintaran anak-anakku.
Aku juga lebih banyak menikmati waktu dengan istriku saat anak-anak bersekolah. Memang ALLAH memberiku kenikmatan yang tak pernah aku duga. Mana pernah aku bayangkan akan mengambil cuti tanpa tanggungan bila tak ada kasus kemaren.
Ah ya... Mengenai kasus kemarin, kami mencabut tuntutan hukum atas pak Tito. Kami menyelesaikannya dengan kekeluargaan. Masalah hukum dia dengan tempat kerjanya itu bukan urusanku.
Tetanggaku yang kafir (baca non muslim) selama ini tak pernah berkonflik dengan aku sekeluarga dan tak pernah ada masalah apapun. Jadi semuanya baik-baik saja dan damai dalam konteksnya yaitu hubungan antar sesama manusia.
Selepas asar aku bermain basket sambil menemani istriku membenahi tanaman-tanamannya di samping rumah.
"Banyak cabenya dek? "
"Lumayan mas alhamdulillah.. Nanti anterin ke Nindya ya.. Dia kan jago kalo makan pedas."
"Itu tomat nggak sekalian di panen? "
"Lusa aja mas, masih ijo. Adek juga belum bagi ini ke tetangga.. "
"Pintarnya istriku.. "Godaku sambil menikmati es jeruk dan kue nastar hasil olahannya.
Ku senderkan tubuh penuh keringat ini sambil memejamkan mata. Menikmati udara sore yang cerah ini.
"Lusa Ghazi wisuda Hizfil mas. "Info istriku sambil duduk di sampingku.
"Iya, tadi surat pemberitahuannya juga udah mas terima kok"
"Nggak terasa ya.... "
"Apanya?? "
"Waktu berlalu begitu cepat. Anak-anak semakin tumbuh dewasa. Jika Idlan setuju usulan kita ia masuk pesantren tahun ini, dua tahun lagi Ghazi menyusul. Rumah akan sepi tinggal Hafla dan kita mas"
"Kasih Hafla adek aja gimana? Biar ada kesibukan lagi "Godaku sengaja merusak suasana melo nya.
"Mas ih.. Rusak suasana aja... Boleh Hafla punya adek.. Tapi mas yang hamil ya" jawabnya meledek
"Mana bisa dek... Yah itulah hidup.. Kita harus menjalaninya.. Suatu saat nanti anak-anak juga akan meninggalkan kita. Mereka akan sibuk dengan kuliahnya, pekerjaannya.
Jika mereka menikah.. Mereka pun akan keluar dari rumah ini. Membangun istana sendiri dengan ratu yang menjadi pilihan mereka dan pilihan ALLAH.
Hafla juga, nanti akan ada saat nya kita melepaskannya, menjadi ratu di istana yang dibangun oleh pendampingnya kelak"
"Adek nggak bisa bayangin itu mas.. Melepaskan pelukan anak-anak. Masih teringat saat kita berusaha mendapatkan anak, menunggu yang kemudian tumbuh lagi janin di rahimku.. Bagaimana bayi-bayi usil merusak prinsip kerapianmu. Menghamburkan segala mainan. "
"Yah itulah kehidupan. Generasi datang silih berganti, saling menggantikan tugas.
Yang pasti, mas mau kita menua bersama, menikmati hari bersama, berkasih sayang sampai surgaNYA kelak. "
"Romantisnya suamiku.... "Godanya sambil terkekeh.
"Kalo nggak romantis nanti istri cantikku baper... "Godaku balik, yang di balas cemberutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumahku Surgaku
SpiritualBagaimana kisah Syafa Althafunnisa dan sang suami Ikhwan Abdulrasyid dalam membesarkan putra putrinya di tengah kehidupan yang hedonis Akankah ketiga anaknya akan mampu melawan arus. Berhasilkah usaha mereka memberikan pondasi keimanan. Mampukah m...