“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” [QS. An Nisa’:34].
Ikhwan pov.
Dua dasawarsa aku dan Fafa berumah-tangga. Dua putraku telah remaja kini. Banyak jalan berliku telah kami lalui. Tak terhitung tangisan kami alami, namun banyak juga tawa bahagia yang kami rasakan.
Kupeluk erat-erat tubuh istriku yang tetap mungil di usia kepala empat. Masih tetap dengan tatapan teduhnya yang selalu menggetarkan hatiku. Wanita yang selalu di jaga oleh dua jagoannya, wanita yang selalu menjadi ratu adi rumah ini.
"Mas, kamu udah tahu rencana Idlan apa? "
"Udah, tadi kami sempat berbicara. "
"Terus apa keputusan mas? " tanya istriku, ada nada sedih yang ku tangkap di ucapannya.
"Mas akan kasih dia kesempatan dek. Mas percaya sama dia. Mas yakin di bumi manapun Idlan berada anak kita akan selalu mengingat dan bersama ALLAH. "
"Tapi apa harus ke luar negeri? "
"Kalo kesempatan itu ada kenapa nggak? Adek tau kan kewajiban mencari ilmu? Bahkan dulu para sahabat di utus oleh rosulullah untuk belajar ke berbagai daerah.
Mas tau perasaan adek gimana. Kita berpisah dengan Idlan tiga tahun, baru sebentar di rumah bersama kita anak itu udah minta ijin untuk pergi lagi.
Tapi kita harus sadar dek, nggak selamanya anak-anak ada sama kita terus. Kelak mereka akan berumah tangga, akan hidup terpisah dari kita. Kita akan kembali berdua lagi. Dan kita harus siap untuk itu"Ucapku sambil membelai lembut punggungnya.
"Waktu berlalu begitu cepat. "
"Sangat dek.. Bukan adek saja yang merasakan berat bila berpisah dengan anak-anak. Mas juga. Masih belum semua tanggung jawab yang sudah mas laksanakan. Mas juga merasa berat, bahkan sangat berat. Apalagi saat mas membayangkan, menjabat tangan seorang laki-laki yang akan menjadikan putri kita pasangannya, mengantarkan putri kita kepada laki-laki lain. Sementara putra-putra kita akan membagi kasih sayang dengan istri dan keluarga yang akan mereka bangun. Membagi waktu, untuk tak sepenuhnya milik kita.
Kadang mas juga merasa jangan lekas terjadi semua itu. Tapi mas realistis, bahwa semua tahapan hidup harus kita lalui bukan?
Kita saat masih menjadi anak, saat menjadi orang tua. Kepingan itu akan selalu kita alami. "
Ada isak kecil yang ku dengar. Pelukannya semakin erat kurasakan. Memang apa yang di sampaikan Idlan tadi cukup membuat bundanya shock. Anak itu mendapat kesempatan beasiswa ke Swiss, negara yang jauh dari jangkauan.
Menjadi seorang arsitek adalah impian Idlan. Terutama setelah ia berkesempatan ke Turki, beberapa tahun silam. Menyaksikan secara langsung bukti kejayaan kekhalifahan. Belum lagi cerita yang sering di bacakan bundanya dulu juga foto-foto tentang andalusia, Maroko dan banyak tempat lainnya.
Sejak kecil memang Idlan mewarisi darah seni bundanya. Jarang ia mau menggambar pemandangan, sering bangun ruang yang ia gambar.
"Dek.. Masih ingatkan saat Idlan masuk pesantren dulu. Ia ingin kita mendukung cita-citanya dan itu adalah seorang arsitek.
Impian anak kita sebentar lagi terwujud. Dengan kegigihannya, berusaha untuk tidak merepotkan kita. "
"Ia.. Adek ngerti. Tapi bolehkan kalo adek merasa kehilangan? Bagaimana nanti dia di sana? Makannya? Tidurnya? Tempat tinggalnya? Kebutuhannya? Sedang kita nggak mungkin mengirimkan dia uang untuk memenuhi biaya hidup di sana, kita sadar diri mas. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumahku Surgaku
SpiritualBagaimana kisah Syafa Althafunnisa dan sang suami Ikhwan Abdulrasyid dalam membesarkan putra putrinya di tengah kehidupan yang hedonis Akankah ketiga anaknya akan mampu melawan arus. Berhasilkah usaha mereka memberikan pondasi keimanan. Mampukah m...