26. Untuk Ayah Tercinta

3.7K 235 10
                                    


“Taatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat.” (HR. Ahmad)

“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” (HR. Ahmad)

Ikhwan pov

Mataku terbelalak saat mendapati adik bungsuku pingsan saat memandikan jenazah ayah. Aku tahu kesedihan yang ia rasakan. Rafa sangat dekat dengan ayah, ayah cinta pertamanya. Yang aku nggak tau adalah dia sedang hamil muda. Andai aku tau kondisinya mungkin sudah aku larang untuk ikut memandikan ayah.

Akmal, suaminya segera menggendong adikku. Wajah pucatnya membuatku khawatir, teringat saat istriku dulu juga terkulai dalam keadaan pucat pasi.

Usai sedikit kendala, jenazah ayah kami kafani, aku masih belum percaya jika ayah telah tiada. Di mataku ayah seolah terlelap tidur, bibirnya menyunggingkan senyum yang paling hangat yang pernah kulihat ,wajah papa nampak bahagia, tak ada raut kesakitan sama sekali.

Aku merasa ada yang menepuk punggungku pelan. Istriku.. Menyunggingkan senyum untuk menghiburku. Aku tau dia tak ingin aku larut dalam kesedihan. Kupeluk istri adan anak-anakku di hadapan jenazah papa. Aku seolah ingin menunjukkan kalo sekarang aku bahagia sangat bahagia, dan aku tau papa mengetahui hal ini.

"Terimakasih karena papa aku ada, terimakasih karena papa aku bisa seperti ini, terimakasih karena papa aku bisa merasakan banyak hal. Maafkan sikap Wawan di masa lalu, maafkan kekurang-ajaran Wawan pada papa. Setelah jadi seorang ayah, Wawan tau semua alasan papa, bahwa seorang ayah ingin yang terbaik bagi anaknya.

Pa.. Banyak kata sayang dan maaf juga terimakasih yang ingin Wawan sampaikan ke papa. Tapi Wawan nggak tau sebanyak apapun kata itu Wawan sampaikan, tak akan bisa mewakili apa yang Wawan rasa.

Wawan berusaha ikhlas papa pergi. Tugas papa buat mendidik dan menjaga anak-anak juga mama udah usai. Saatnya papa menikmati semua amal kebaikan yang telah papa perbuat. Kini saatnya anak-anak papa yang menjaga mama. Kini saatnya anak-anak papa yang mengusahakan pahala terus mengalir di kehidupan papa di dimensi yang berbeda." ucapku lirih di samping jenazah papa.

Mba Husna memelukku erat. Dia yang paling tau bagaimana pembangkanganku terhadap papa di masa lalu. Mba Husna juga tahu bagaimana menderitanya papa karena ulahku.

"Wan... Lihat papa. Papa meninggalkan kita dengan senyum. Papa ingin kita untuk tidak menangisi kepergiannya. Papa kembali ke kehidupan yang sesungguhnya.

Papa bahagia melihat bagaimana anak-anak papa sekarang. Kita semua rukun, saling melengkapi. Kini saatnya kita buktikan ke papa, bahwa apa yang papa inginkan bisa kita laksanakan. Apa yang papa harapkan bisa kita wujudkan, dengan kebahagiaan kita bersama keluarga kita. " bisik mba Husna di sampingku.

Mas Hamid mendekat, berdiri di samping mba Husna.

"Papa, kami anak-anak papa berusaha ikhlas melepas papa. Terimakasih atas segala yang papa berikan ke kami. ALLAH yang akan membalasnya pa. Ayo semua kita sholatkan papa. "Ucap mas Hamid mengambil posisi sebagai imam sholat jenazah bagi semua anak dan cucu papa.

Aku teringat sulungku. Dia yang sangat menyayangi eyangnya tak bisa hadir di sini. Sedih memang, tapi anak itu sangat istimewa. Di tengah rasa sedih dan kecewa karena tak bisa mensholatkan dan menghadiri pemakaman eyangnya, Idlan mengatakan bahwa mungkin ALLAH tak ingin Idlan datang karena mungkin Idlan akan menangis dan tak ikhlas. Anak istimewaku itu juga mengatakan bahwa walaupun tak bisa datang ia tetap akan mendoakan eyangnya.

Acara pemakaman papa telah usai. Aku sangat terharu dengan banyaknya orang yang mensholatkan papa. Mengantar papa, mendoakan papa.

Hanya adik bungsuku yang masih terpukul, Rafa masih menangis terisak usai memaksakan diri ikut mensholatkan papa, sehingga aku tak mengizinkannya ikut ke pemakaman dan meminta Fafa menemaninya. Aku juga bahagia, jenazah papa di usung oleh anak menantunya, saat menurunkan jenazahpun kami anak juga menantu lelakinya yang melakukannya. Mas Hamid sebagai anak lelaki tertua memimpin kami. Aku percaya papa bahagia. Rukun islam telah semua beliau kerjakan, dan kami hanya berharap dan berdoa bahwa segala amal kebaikan akan menemani papa dalam kekekalannya.

Rumahku SurgakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang