Mentari belum berkenan menyentilku tuk bangun, tapi dia sudah memicu jerit ponselku. Inginku tak peduli jeritnya, namun suaranya makin diabai makin menjadi. Terpaksa hawa malas menekan alat itu demi sebuah ketenangan.
Belum sampai bibir ini membuka diri, cerocosan bertubi-tubi mencecar seluruh saraf telinga. Tetap saja, semua yang masuk, segera keluar. Dia pun tak tahu, cukup balaskan,”ya”, selesailah semuanya.
Belum habis hari, sudah sampai sepuluh kali jeritan menggangguku. Saat berbunyi, inginku memaki-maki benda ini. Tapi kalau tak ada jeritan barang sehari saja, hariku bagai kehilangan pengawalnya.
-E.K-
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidupk(a)u [Part I]
PoetryHidupk(a)u mengisahkan perjalanan seorang gadis berusia sembilan belas tahun untuk menemukan arti hidup yang sebenarnya. Usia sembilan belas tahun benar-benar menyadarkannya bahwa dunia masa kecilnya sudah hilang dari kehidupannya. Kelenaannya akan...