Akad Nikah dilaksanakan dirumahku. Jantungku berdegup kencang. Aku tak dapat bernafas dengan normal. Ini yang disebut dengan nervous. Azhuar sebagai sang mempelai pria telah duduk dihadapan penghulu siap mengucapkan janji suci sehidup semati, sedangkan aku masih berdiam diri dikamar, memandang diriku dikaca rias. Tak lama aku diminta keluar oleh Ibuku. Aku keluar kamar, mengedarkan pandanganku keseluruh ruangan, sahabat-sahabatku, orangtuaku, keluargaku dan keluarganya telah duduk manis menunggu kehadiranku disana. Aku melangkahkan kakiku menghampiri mempelai pria. Ini kali kedua aku bertemu dengannya. Sekarang dan dulu saat aku duduk dikelas sembilan. Dia sudah sangatlah berbeda, umurnya lima tahun lebih tua dariku, saat pertama kali aku bertemu dengannya ia masih terlihat seperti anak muda urakan pada umumnya. Sekarang ia terlihat tampan dengan tuxedo hitamnya, duduk dihadapan penghulu. Aku duduk disebelah mempelai pria. Jantungku berdegub amat kencang, lebih dari yang sebelumnya. Saat penghulu mengucapkan doa-doa sebelum ijab kabul ia menggenggam tanganku. Aku terkejut.
"Relax" ucapnya. Aku hanya menatapnya kemudian melanjutkan doa.
Dia mengucap janji suci sehidup semati dengan lancar. Kata-kata yang dia ucapkan seakan menusuk relung hatiku yang terdalam saat aku melihat 'Sang Pujaan' berdiri dipelataran rumahku, tersenyum seakan ikhlas melihatku dimiliki orang lain. Kemudian tak lama ia pergi dari sana saat Azhuar selesai mengucap janji sehidup semati itu dengan lancar. Akhirnya airmataku jatuh juga. Setelah acara ijab kabul selesai aku mengurung diri dikamar, menumpahkan segala kesakitan disana. Tak peduli dengan make up yang hancur berantakan. Tak lama seseorang masuk kekamarku.
"Ehem.." Suaranya terdengar berat. Aku tak peduli. "Jo.." Aku hanya diam. "Jo!" Ia membentakku pelan.
"Apaansi!!" Jawabku ketus.
"Semua orang nungguin kita diluar! C'mon!! Mau sampe kapan lo nangis di kamar?"
"Suka-suka gue. Hidup-hidup gue"
"Tapi gue suami lo sekarang!" Aku hanya diam. Tak ingin menanggapinya lebih lanjut. "Gue panggilin tukang make up. Lo jangan nangis lagi. Kegedung bareng gue. Mobilnya didepan" ia menaruh sekotak tissue disampingku.
Aku keluar kamar. Melempar senyuman palsu pada semua orang yang memberi selamat atas pernikahanku. Tak lama aku dan rombongan menuju gedung resepsi pernikahan. Aku naik mobil hanya berdua dengan Azhuar menuju gedung. Tak ada percakapan. Hanya diam satu sama lain.
Aku berdiri dipelaminan berdampingan dengan Azhuar. Memberi salam kepada semua tamu undangan yang datang. Tak lupa melempar senyum palsu. Tiba saatnya sahabat-sahabatku bersalaman dan berfoto denganku dan Azhuar.
"Badai pasti berlalu" bisik luvita ditelingaku.
Aku memeluknya, memeluk semua sahabatku yang datang. Taccil menghapus airmataku yang jatuh ketika memeluk mereka. "Selamat menempuh hidup baru, ini garis takdir lo Jo.. Jangan ditangisin" ucap Taccil.
"Tau nih Jojo.. Baper banget" ucap Jeje.
"Sialan lo!" Jawabku ke Jeje.
"Eh Je mau nyanyi bareng mba mba yang itu ngga?" Bagio menunjuk salah satu penyanyi didalam gedung yang sedang menyanyikan lagu pop.
"Nyanyi apaan pel?" Bagio sering kali kali dipanggil dengan sebutan 'Tompel' oleh Jeje.
"Kucing garong aja gimana?" Jawab Bagio.
"Jangan pel, gue ngga enak sama suami gue" jawabku agak berbisik. Kemudian mereka mengangguk mengerti dan turun dari atas pelaminan setelah foto bersama.
Semalaman aku dan Azhuar berdiri berdampingan diatas pelaminan. Memasang topeng kebahagiaan. Melempar senyum penuh kepalsuan. Oh Tuhan, sungguh menyakitkan tak dapat melihat Dia hadir diacara resepsi pernikahanku. Aku berharap dia datang, aku ingin melihat senyumnya, meski untuk yang terakhir kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa?
RomanceAku menanti. Tapi menanti bukanlah diam. Detik berputar dan aku tetap berputar di lingkaran. Ya, ini masih saja tentang dia sekali pun aku telah di miliki. ...... Percayalah.. tidak akan ada yang abadi. Termasuk orang yang mencintaimu juga akan perg...