11. Pria brengsek

4.2K 57 0
                                    

Kuliah hari ini berakhir pukul 11, karena masih siang jadi aku masih menyempatkan diri untuk bersantai bersama Jeje ditaman dekat kampus.

Tawaku yang terpingkal-pingkal seketika terhenti saat melihat pria dengan behelnya yang khas, dan wajahnya yang tak asing lagi. Mahesa. seketika pula senyumku tergantikan dengan degupan jantung yang tak beraturan dan sangat menyiksa batinku.

"iya.. dia kuliah disini" Ujar Jeje tiba-tiba.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah yang lain.

"Ga usah pura-pura lo, gue tau lo ngeliatin si Hesa kan tadi?. Asal lo tau ya, lo itu istri orang sekarang" Ujar Jeje menasehatiku.

"Iya gue tau. eh, makan yuk je laper nih" aku mencoba mengalihkan pembicaraanku dengan Jeje.

Saat aku makan ketoprak dengan jeje tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menyapaku dan menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh dan merasakan dunia seakan berhenti ketika aku melihat senyumnya yang mengembang.

"jo!" Sapanya.

"kak mahesa.." Jawabku sambil membulatkan mataku.

"kok lo disini? ngga kuliah?" Tanya Mahesa.

"Dia lagi cuti hamil, dia kesini karna mau main sama gue. udah sana pergi lo ah.." Ucap Jeje seakan membelaku, melindungi air mataku yang sudah hampir terjatuh karena melihat Mahesa, juga melindungi luka dihatiku yang tak kunjung sembuh karena terlalu sering disakiti oleh mahesa.

"eh.. gue ngga nanya sama lo ya homo!" Mahesa menatap mata Jeje dengan penuh amarah.

"Punya bukti apa lo sembarangan ngejudge gue homo? gue pernah nyepong titit lo emang? ha? mulut lo tu dijaga ya, bantet!" Jeje yang juga tersulut amarah membalas hinaan yang sebelumnya dilontarkan Mahesa.

"Eh udah-udah jangan berantem. lo pergi deh mendingan.. gue ngga mau liat lo lagi!" Ucapku tiba-tiba kepada Mahesa.

Mahesa menoleh menatap mataku, aku dapat menangkap tatapan kesedihan dimata itu setelah aku mengucapkan bahwa aku tidak ingin melihatnya lagi.

"Udah je, kalo dia ngga mau pergi kita aja yang pergi" Berdarah-darah aku menyeret lengan Jeje dan mengajaknya pergi dari kerumunan dan dari hadapan Mahesa.

"Dasar bantet, kurang ajar banget ngatain gue homo, punya bukti apa dia sampe ngatain gue homo" Selagi Jeje terus meracau tiba-tiba air mataku terjatuh.

Aku menangis karna aku teringat pada tatapan penuh luka bernanah tadi. Aku tau dia pasti terluka karena ucapanku, tapi dengan berat hati aku harus lakukan itu, aku harus memaksamu pergi dari kehidupan pikiranku, karena aku adalah seorang wanita bersuami.

"Ngomong mulu lo je" Aku menyeka air mataku.

"Lah kenapa? kok nangis si?"

"ha? ngga.. ngga apa-apa"

"udah bege ngga usah ditangisin, ngga ada gunanya, lo ngga inget? bertahun-tahun dia jahat sama lo. Tindakan lo yang tadi itu udah bener. Ngga ada yang perlu ditangisin"

"Bokap gue minta cucu dari gue je" aku mengalihkan pembicaraan.

"So? ya bikinin lah, pake nanya lagi.."

"Gimana caranya gue bilang ke Azhuar goblok. Gue aja ngga pernah ngapa-ngapain sama dia, baru digrepe-grepe aja gue udah ketakutan"

"Ya trus lo mau bikin anak sama gue gitu? trus nanti lo aku-akuin ke bokap lo kalo itu anaknya azhuar?"

"Enggak tololllll....... gue cuma minta pendapat gimana caranya gue ngomong ke Azhuar tentang hal ini"

"ya ngomong aja.. mas azhuar aku ngga tahan nih bikin yuk" ucap jeje yang menirukan suara perempuan.

Tanpa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang