7. Honey Moon

4.2K 60 0
                                    

Aku dan Azhuar akan berangkat ke Bali sore nanti dengan menaiki pesawat melalui Bandara Soekarno-hatta. Pagi menjelang siang ini aku akan pulang kerumah orangtuaku untuk meminta izin sekaligus menjenguk keadaan Ayahku. Sesampainya dirumah aku langsung disambut dengan keponakanku Ayummi yang berumur 4 tahun, anak dari Mas Wageh dan Mba Sarah.

"Mbahhhhh" Ujar Ayumi sambil berlari menyambutku.

"Hehhhh yumiii kurang aja lo ya manggil - manggil gue mbah" Aku menggendongnya kemudian mencubit dengan gemas pipinya yang gembul.

"Ehhhh ada tanteee dateng" Ujar mba sarah yang baru saja keluar rumah dan juga menyambutku.

"Anak lo nih mba kurang ajar, masa manggil gue mbah. Emang gue neneknya? Emang tampang gue kaya nenek - nenek? Anak kecil aja ingetnya gue neneknya"

Mba Sarah hanya tertawa kecil. "Jangan panggil mbah dong dee, panggilnya Tante, Tante To" Ujar Mba Sarah kepada Ayumi yang masih di gendonganku.

"Enak aja Tante. Panggilnya Kakak. Panggilnya Kakak Jo ya dee" Jawabku protes.

"Antee woooo" Ucap Ayumi dengan tingkahnya yang lucu. Aku dan Mba Sarah hanya tertawa melihat Ayumi yang menyebut namaku dengan cadel.

"Ayo Jo masuk" Mba Sarah memintaku untuk masuk kedalam rumah. "Sendirian aja penganten baru. Azhuar kok ngga ikut Jo?"

"Lagi banyak kerjaan kayanya. Kan seminggu kedepan kita mau bulan madu. Aku jadi ngga enak mau minta anterin pulang, abis kayanya lagi sibuk banget"

"Oh, berangkat kapan?"

"Nanti sore mba" jawabku singkat.

"Oiya, aku kekamar papah dulu mba" Aku menyerahkan Ayumi kepada Mba Sarah kemudian aku menuju kamar Ayahku. Aku mendapati Ibuku yang sedang dengan setia menemani Ayahku yang kini hanya bisa terbaring bercengkrama. Perasaan bahagia meliputi hatiku tatkala melihat senyum Ayahku yang kembali mengembang. Tak seperti biasanya jika ajak bercengkrama kaku dan ogah menjawab, kini ayahku lebih suka bercerita, menurut penuturan ibuku. Bercerita tentang apa saja. Tentang kisah cinta mereka di masa lalu, tentang aku dan saudara-saudara kandungku, dan lain sebagainya.

"Papah udah minum obat belum siang ini?" Tanyaku kepada Ayahku.

"Udah. Azhuar ngga ikut Jo?" Jawab ayahku.

"Lagi banyak kerjaan, ngga bisa ikut"

"Oh. kapan ya Jo papah bisa gendong cucu dari kamu?". Ah, ya Tuhan. Pertanyaan Ayahku membuatku sedih. Bahkan sampai hari ini aku masih agak takut jika berdekatan dengan Azhuar.

"Ya.. Ngga tau pah.. Nikah baru ada seminggu. Besok si Jo sama Mas Azhuar mau bulan madu selama seminggu, doain aja pah".

Ayahku hanya mengangguk sambil tersenyum. "Mamah sama papah selalu doain yang terbaik buat kamu Jo". Ibuku membelai lembut rambut hitamku yang lurus.

Setelah jam menunjukan pukul 2 siang aku berpamitan pulang kepada semua keluargaku yang sedang berada dirumah. Sungguh berat pulang membawa pesan dari ayahku yang meminta agar ia segera menggendong cucu dari Aku dan Azhuar. Sesampainya di Apartment aku memencet bel, namun tak ada jawaban dari siapapun. Aku tak bisa masuk ke Apartment karena aku tidak tau nomor kombinasi pintunya, hanya Azhuar yang tau. Aku sudah memencet bel berulang kali namun tak ada tanda-tanda kehidupan dari dalam Apartment, Aku ingin menghubungi Azhuar tetapi aku tak punya nomor handphone Azhuar. Akhirnya dengan terpaksa aku berdiri didepan pintu menunggu Azhuar pulang. Aku lelah berdiri hingga akhirnya aku terduduk dilantai, menyenderkan kepalaku ke pintu.

"mba.. jangan tidur disini nanti diusir satpam loh" suara seorang perempuan membangunkanku.

"oh iya mba" Jawabku sambil tergugup membenahi air liur yang mungkin mengalir dari mulutku. "Saya lagi nunggu suami saya pulang mba hehe, saya ngga tau nomor kombinasi apartnya soalnya"

"kalo mau ke apart saya aja dulu, saya tinggal sendirian disana"

Aku tersenyum. Berpikir sejenak kemudian menerima tawaran baik dari tetangga baru tersebut, tanpa memikirkan hal negative mungkin akan terjadi padaku.

"Boleh?"

"tentu bolehh" jawabnya sambil tersenyum lebar hingga kawat behelnya dapat kulihat jelas.

"Flow, kamu?" Tanya tetangga itu tiba-tiba.

"Aku Jo, salam kenal ya tetangga hehe"

"hahaha iyaiya ayo masuk". Flow mempersilahkan aku masuk kedalam aprtmentnya.

Aku dan Flow banyak bercengkrama tentang segala hal. Mulai dari kehidupanku sehari-hari sampai kehidupannya sehari-hari. Tak terasa ternyata jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku pun berpamitan pulang kepada Flow. Berharap Azhuar sudah pulang. Aku kembali memencet bel dan tak lama Azhuar membukanya.

"Kemana aja?" Tanya Azhuar dengan tatapan garang aaat mebuka pintu. Kemudian nempersilahkan aku masuk.

"Maaf. Tadi kan gue udah izin mau pulang kerumah, tapi lo diem aja nanggepin gue ngomong, lo malah sibuk sendiri diruang kerja lo"

"Yaudah maaf. Tapi kan lo tau kal8 kita mau ke Bali pesawatnya berangkat jam 8, berarti minimal kita udah sampe bandara jam 6 atau jam 7 kan. Ya lo pulangnya jangan sore-sore gini dong"

"Gue yang harusnya nanya lo kemana. Gue udah pulang dari jam 3. Gue mencet bel ngga ada yang buka. Gue ngga tau nomor kombinasi apartment lo berapa, padahal gue istri lo, gue berhak tau. Dan gue gatau nomor hape lo berapa. So, masih salah gue? Salah temen-temen gue? Salah keluarga gue?"

"Yaudah maaf. Yaudah ayo berangkat ke bandara sekarang, barang-barangnya udah dilobby. Tinggal suruh satpam cariin taksi" Azhuar meraih jaketnya dan menggenggam tanganku menuju lobby.

Azhuar tak melepaskan genggamannya selama diperjalanan menuju bandara. Ia menggenggam erat tanganku seakan tak mau kehilanganku. Aku hanya pasrah dengan mebalas genggaman tangannya. Aku hanya tak ingin membuat suamiku kecewa. Sudahlah, Jangan pikirkan yang aneh-aneh dibab ini hanya karena judul bab ini. Aku juga tidak mulai mencintainya, hatiku masih seperti dulu. Hatiku masih mencintai cinta yang tak mungkin bersatu karena statusku sekarang. Semoga waktu dapat menghapus pahatan cinta dihatiku itu.

Azhuar kembali menggenggam tanganku ketika kami berdua sudah berada didalam pesawat sebelum take-off. "Kalo lagi perjalanan bisnis aku suka iri sama mereka yang naik pesawat sama pasangannya. Pas take-off mereka pegangan tangan. Kadang mereka pelukan. Bikin gue iri. Tapi rasa iri itu gue tepis waktu gue inget kalo sebentar lagi gue mau nikah dan gue juga bakalan ngerasain kaya mereka. Naik pesawat bareng pasangannya. Pegangan tangan, pelukan, pake selimut berduaan. Gue pikir, cewe pertama yang bakalan nemenin gue terbang itu Joana. Ternyata tebakan gue salah. Gue dapet pendamping hidup yang jauh amat sangat lebih baik dari Joana" Kemudian mata Azhuar menatap dalam kearahku. Kulihat bibirnya tersenyum tipis. Aku hanya diam dengan membalas pandangannya. Ketika pesawat benar-benar take-off , Azhuar makin mengeratkan tangannya, memejamkan matanya sambil mengatakan sesuatu dengan nada yang pelan, namun tak dapat kudengar karena terhalangi oleh suara batuk seseorang didepanku.

Tanpa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang