4. Keputusan 2

4.5K 75 4
                                    

Imajie jo: Deyyyy skype kekkk, mau cerita nihh

Dea winsy: oke, langsung aja blayyy

Aku memperlihatkan undangan pernikahanku kekamera laptopku. Terlihat Dea dan Ical menyipitkan kedua matanya dan menelaah tulisan yang ada diundangan, kemudian tak lama mereka bertatap lama dengan ekspresi kaget dan tak percaya.

"Demi apa lo? Lo lagi ngga bercanda kan Jo?" Dea.

"Kali ini gue lagi ngga becanda" airmataku kembali mengalir

"Kenapa ngga cerita dari kemaren si Jo?" Ical.

"Gue takut ganggu sekolah kalian, jadi gue baru berani cerita kekalian hari ini" hari sabtu.

"Jujur, gue speechless. Gue gatau mau ngomong apa lagi, ini terlalu mendadak" Dea.

"Yang lain udah pada tau?" Ical.

"Udah kok, dan reaksi mereka sama kaya kalian. Speechless mereka bilang ini terlalu mendadak, malahan jeje nyangkanya gue udah hamil duluan"

"Emang gimana ceritanya jo? Kok mendadak gini?"

Malam itu aku menceritakan semuanya kepada Ical dan Dea. Setelah itu mengenang masa-masa indah di sekolah. Saat aku dan sahabat-sahabatku membuat sebuah grup vokal asal-asalan, kemudian berganti menjadi sebuah genk, dan akhirnya dikenang sebagai genk troublemaker oleh guru-guru dan teman-teman seangkatan. Aku sampai tertawa terbahak-bahak jika mengingat semuanya. Dan pada akhir topik, aku menanyakan soal Mahesa.

"Menurut kalian, undangannya gue kirim kerumahnya atau gue kasih langsung keorangnya?"

"Ngapain si lo ngundang orang brengsek kaya dia, ngga ada gunanya tau ngga si" Dea.

"Iya bener, mau dia dateng atau ngga dateng dia ngga akan peduli sama lo, mungkin cuma bakalan bikin suasana jadi ngga enak. Sumpek" Ical.

"Kok kalian sarkatis gitu si tanggepannya"

"Heh Jo, buka mata lo lebar-lebar! Mahesa itu brengsek!, bajingan!, udah lupain!. Dari dulu juga gue sama yang lain tuh ngga suka lo deket sama dia! Stop belain Mahesa!" Dea.

"I know.. Tapi kan ngga ada salahnya kalo gue ngundang dia. Biar sekalian ngasih tau dia kalo gue udah berlabuh dipelabuhan hati seseorang, bukan dia" Aku bohong. Jelas, aku mengundangnya karena aku merindukannya, aku ingin bertemu denganya. Aku ingin tau, reaksi apa yang akan dikeluarkannya ketika ia mengetahui bahwa aku akan menikah.

"Iya sih.. Ngga ada salahnya. Kalo menurit gue si, mending kirim kerumahnya aja deh.. Ngga usah ketemu, nanti lo nekat kabur lagi kalo ketemu sama dia. Gue ngga percaya deh pokoknya kalo lo pergi-pergi sama Mahesa, pasti ada apa-apa"

Kemudian kami melanjutkan perbincangan dengan membahas topik lain. Dan di akhir perbincangan Ical dan Dea meminta maaf karena tak dapat hadir dipernikahanku karena sedang sibuk dengan sekolahnya.

Aku tak menuruti usul mereka. Aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepada Kak Mahesa dan meminta agar kita dapat bertemu.

Imajie: kak

Mahe: ya?

Mahe: apa kabar jo?

Imajie: baik, kakak sendiri?

Mahe: baik juga :-)

Imajie: kita bisa ketemu? Sebentar.. Saja

Mahe: boleh, loh? bukannya kamu lagi diluar kota?

Imajie: taman suropati, besok jam 9 pagi. Bisa?

Mahe: ya.

Keesokan harinya aku menepati janji untuk bertemu ditaman suropati. Aku datang 1 jam lebih awal. Untuk mengingat kenangan manis itu. Disini, terukir banyak kenangan dimasa sekolah. Aku dan sahabat-sahabatku sering ke taman ini untuk refreshing, terkadang untuk belajar karena dihari biasa taman ini sepi. Juga terkadang dengan Kak Mahesa, biasanya akhir pekan. Setiap akhir pekan banyak musisi jalanan yang berlatih biola dan saxophone ditaman ini. Hembusan angin membuat rambutku berterbangan, udara menjadi agak dingin, langit pun menjadi agak mendung.

Aku teringat dulu, 2 tahun yang lalu, saat aku dan Kak Mahesa ketaman ini. Duduk berdua dibangku taman, angin berhembusan, dan suara biola bersaut-sautan. Tiba-tiba hujan. Aku dan Kak Mahesa meneduh diwarung kecil dekat taman. Udara menjadi dingin, aku kedinginan karena jaketku menjadi basah saat berlari menghindari hujan tadi. Aku mendekap tubuhku sendiri. Aku terkejut saat perlahan aku merasakan sebuah kehangatan lain. Pelukan Kak Mahesa. Ya, tiba-tiba ia memelukku dari belakang. Aku terkejut dan tak dapat berkata apa-apa kecuali diam. Maksudku hanya mulutku yang diam, jantungku tidak, ia berdegub amat kencang. Aku tersenyum sekaligus tersipu malu jika mengingat kejadian itu karena setelah Kak Mahesa memelukku secara tiba-tiba, aku dan dia menjadi pusat perhatian orang-orang yang juga sedang berteduh disana.

Aku kembali memandang kearah lain. Mengingat-ingat segala kenangan manis dengannya yang lain yang harus segera aku lupakan, karena aku akan segera menjadi istri orang. Entahlah, aku dapat melupakannya atau tidak. Terlalu manis untuk dilupakan. Terlalu sakit untuk selalu diingat.

"hai Jo" tak lama aku mendengar suara berat yang sudah lama tak aku dengar

"kak.." mataku mulai berkaca-kaca "long time no see ya.." Air mataku jatuh. Dia menghapusnya.

"Aku datang" ucapnya.

Kami berdiam diri cukup lama, hanya saling memandang entah apa yang dipikirkan.

"Don't cry, i'll always with you" ia menepuk-nepuk pundakku

"You'll always with me sebagai apa?"

"Kekasihku. Istriku. Ibu dari anak-anakku" jawabnya.

Tangisku pecah. Aku makin terisak. Semua yang ku lakukan menjadi seperti tombak. Semua menjadi terasa menyakitkan. Benar apa yang dikatakan ical semalam, seharusnya aku tak bertemu dengannya.

"Heyyyyy... What's wrong?" Tanyanya dengan cemas sambil memegang pundakku. Aku masih terisak dengan tengan tertelungkup diwajah. "Maaf baru bilang sekarang, aku emang pengecut. Ngga berani bilang dari dulu kalo aku..." Suranya terdengar seperti orang gugup "aku sayang sama kamu" bagai tertusuk jutaan tombak. Kata-kata yang seharusnya terdengar manis menjadi sangat menyakitkan bagiku saat ini. Aku memeluknya. Melanjutkan isak tangisku didadanya. Ia membalas pelukanku.

"Semua sudah sangat terlambat kak" ucapku disela-sela isak tangis.

Ia melepas pelukanku. "Maksudnya?" Ia bertanya meminta penjelasan. Aku mengeluarkan undangan pernikahan sialan itu dan kuberikan padanya. Wajahnya berubah warna. Mulutnya sedikit terbuka karena tercengang melihat sebuah kenyataan pahit. Kakinya mundur satu langkah. Matanya menatapku dalam-dalam. Air matanya mengembang dipelupuk mata. Oh Tuhan, ini pertama kalinya aku melihat air matanya.

"Ini. Seharusnya aku kasih ini ke kakak waktu kak mahe tepat tujuhbelas tahun" aku memberikan kado yang masih kubungkus rapi sejak 2 tahun lalu.

Aku menghapus air matanya. "Everything's gonna be alright. Kak mahe bisa dapetin yang lebih dari aku. Asal kakak tau, aku masih cinta sama kak mahe. Entah aku bisa ngelupain kak mahe atau ngga. Itu tergantung waktu, ia mampu menghapusnya atau tidak. Jika tidak, aku akan memaksanya karena aku harus tau diri dengan posisiku nanti"

"Apa kamu hamil?, aku yang akan bertanggung jawab jika itu memang benar" Aku menggeleng.

"Aku dijodohkan kak. kak mahe tau keadaan ayahku kan. Mungkin ini permintaan terakhirnya, aku ngga bisa kak. Maafin aku"

Dia membuang nafas asal-asalan. Berdarah-darah aku melangkah pergi meninggalkannya. Memulai hari baru esok hari tanpanya lagi. Memaksa waktu untuk menghapuskan sketsa wajahnya dari ingatanku, dan segala kenangan indah bersamanya dari hidupku. oh waktu, bantulah aku.

Oh Pujaan, ketahuilah.. Aku sangat mencintaimu. Sejahat apapun kamu, sebrengsek apapun kamu, aku akan tetap mencintaimu. Bahkan mecintai tiap goresan yang kau ukir dihatiku.

Oh Pujaan, maafkanlah aku.. Cinta ini harus segera berakhir, cinta ini akan dimiliki orang lain. Oh tidak. Aku salah. Bukan cintaku yang akan dimiliki orang lain, tapi diriku, diriku yang akan dimiliki orang lain. Maka dari itu, cinta ini harus segera berakhir karena aku harus tau diri.

Oh Tuhan, Kalau saja ia memang tidak digariskan untukku, jangan lagi kau biarkan ia berkunjung dalam bunga tidurku, agar aku berhenti terbangun karena merindu.

Tanpa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang