6. Apartment

4.3K 67 0
                                    

Aku menggeliat diatas ranjang. Aku merasakan ada yang aneh dengan kamarku. Aku merasakan aroma pengharum ruangan otomatis yang akan menguarkan aroma tiap 30 atau 15 menit, aku merasa tak pernah memiliki benda itu dikamarku. AC, sejak kapan aku hanya menggunakan AC untuk pendingin kamarku, aku selalu menggunakan AC plus Kipas angin listrik. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Memperbaiki pandanganku dan menelaah dimana aku berada. Ini bukan kamarku!

"aaaaaaaaaaaaaa" Aku berteriak histeris. Aku sangat takut. Aku takut jikalau ternyata aku sedang diculik oleh penjahat.

Azhuar membuka pintu dengan wajah panik. "ngapain si lo teriak-teriak?"

"heh onta! Ini gue dimana si?"

"Di apartment. Makannya kalo disuruh bangun tuh bangun!" Aku melihat kearah jam. Jam menunjukan pukul 12 siang.

"Lah trus tadi gue kesini jalannya sambil merem gitu? Kok gue ngga sadar si?"

"Tadi pagi gue ngga bangunin lo, takut lo nangis lagi. Ngga enak gue sama orangtua lo kalo pagi-pagi gue udah bikin nangis cuma gara-gara disuruh bangun pagi. Makannya tadi pagi gue gendong lo sampe kesini"

"Wah onta kaya lo ternyata baik juga ya. Makasi ya"

"Yaudah tuh barang-barang lo beresin sana. Itu lemarinya" Azhuar menunjuk lemari besar yang menyatu dengan dinding, dan memiliki sederet pintu.

Kemudian Azhuar sedikit menunjukan bagian-bagian dalam apartmentnya. Seperti dapur, ruang kerjanya, ruang Tv, interkom untuk memanggil house keeping, dan lain sebagainya. Apartment ini cukup besar, memiliki dua kamar tidur, dapur dan satu kamar mandi dengan gaya modern bercampur klasik. Terdapat pula balkon yang menghadap langsung keluar apartment, menghasilkan pemandangam kearah kolam renang apartment mewah ini. Terdapat pula bangku goyang yang terbuat dari rotan yang diletakkan menghadap langsung keluar balkon dan akan menghasilkan hembusan angin yang sejuk apabila pintu geser balkon yang terbuat dari kaca itu dibuka.

Setelah membenahi barang-barang bawaanku kemudian aku mandi. Setelah itu aku ikut duduk disamping Azhuar menonton Tv, Entah acara apa yang sedang ia lihat.

"lapeeeerr" dengusku pelan sambil memainkan gadgetku.

Tak lama, Azhuar memesan 2 porsi masakan cepat saji. Aku hanya memandangnya dengan tatapan bingung. Sejauh ini, yang aku lihat Azhuar adalah suami yang baik. Namun, Entahlah.. apa yang akan terjadi esok. Dan soal 'hubungan antara suami dan istri', entahlah kapan itu akan terjadi, aku sendiri tak dapat memperkirakan kapan waktu yang tepatnya. Yang jelas sampai hari ini aku masih takut. Entah apa yang membuatku takut, namun yang jelas aku takut.

"kenapa lo ngeliatin gue? Gue ganteng ya?" aku hanya menatapnya seakan jijik dengan opininya tentang dirinya sendiri.

"Dih? Ganteng dari mana?, mirip onta kaya gitu.." Azhuar menepuk-nepuk puncak kepalaku. Memperlakukanku seakan aku adalah adik kecilnya.

Tak lama, kemudian bel apartment berbunyi. Kami berdua sama-sama menoleh kearah pintu dan pada akhirnya Azhuar menyuruhku untuk membuka pintunya.

"buka tuh pintunya, trus lo makan" aku beranjak dari tempat duduk dan membuka pintu. Membayar semua pesanan makanan yang dipesan Azhuar.

"Zhuar, Ini dua duanya gue makan? ngga muatlah perut gue.." jawabku sambil menghampirinya.

"Lah? Udah dibayar?"

"Udah"

"Oh yaudah nanti uangnya gue ganti. Oiya, siapa bilang itu dua duanya buat lo? itu yang satu buat gue"

Aku menyiapkan makanan dimeja makan dan membuatkannya secangkir teh hangat. Aku menirunya dari Ibuku. Dulu, saat Ayahku masih sehat, setiap Ayahku berangkat dan pulang kantor atau ingin makan selalu dibuatkan teh hangat oleh ibuku. Meskipun terkadang tak terminum oleh Ayahku, Ibuku tak pernah marah, ia akan membuatkannya lagi nanti sesuai jadwal jatah ia membuat teh. Pun sampai hari ini, saat ayahku terbaring tak berdaya, ibuku masih setia membuatkannya teh hangat saat ingin atau sesudah minum obat. Begitu pun denganku, surgaku kini berada padanya, aku harus mematuhinya, berbakti padanya seperti yang ibuku lakukan untuk ayahku.

"lo ngga kerja?" Tanyaku saat kami sedang makan dimeja makan.

"Cuti married keles"

"Oh. Lo udah mandi belom si? Belek lo tuh sampe kering dibawah mata"

"Belom"

"lah lo belom mandi? mandi lah sono,udah siang, menjelang sore malah"

"Mandi bareng aja gimana?" Aku tersedak. Lari kedapur mencari minum. Kemudian kembali ke meja makan melanjutkan makan tanpa berkata sedikitpun atau melanjutkan perbincangan kami sebelum aku tersedak.

Setelah mandi Azhuar menghampiriku. Duduk disofa bersamaku sambil menonton acara Tv yang aku sendiri pun tak tau acara apa yanv sedang aku tonton.

"Well, gue belum tau banyak soal lo. Lo kuliah jurusan apa si?" Azhuar memulai percakapan.

"Farmasi"

"Wow. Mega cool!"

"Kenapa?" Aku tak mengerti mengapa ia begitu terkagum saat kukatakan bahwa aku kuliah jurusan farmasi.

"Keren! Nih ya, Apa bedanya otak lo sama otak dokter? Otak mereka isinya tentang penyakit. Sedangkan lo? Otak lo isinya obat dan cara mengobati penyakit yang dipelajarin sama dokter"

"Jelas beda lah. Kita beda. Dokter mah lebih pinter"

"Ngga lah kalian sama!" Azhuar masih terkagum.

"Serah lo dah"

"Punya pacar?" Aku kembali tersedak.

"Makannya pelan-pelan dong.." Aku masih terbatuk, Azhuar bangkit dan mengambilkanku segelas air putih didapur kemudian menepuk-nepuk punggungku pelan sambil berkata "pelan-pelan kalo makan" sekali lagi. Aku melanjutkan makanku, aku tak menjawab pertanyaan Azhuar yang terakhir.

"Jo, kok malah diem si? Punya pacar ngga?" Tanya Azhuar sekali lagi.

"Kenapa si emang?"

"Ya engga, nanya aja. Kalo punya juga ngga apa-apa"

"Ngga" Jawabku. Azhuar menatapku dengan wajah masculine nya. Aku tak peduli aku melanjutkan makan.

Setelah selesai makan, aku membenahi piring-piring kotor dan membawanya kedapur untuk kucuci. Tak lama aku mendengar suara langkah Azhuar mendekat kearah dapur, sejurus kemudian aku merasa ada yang memelukku dari belakang. Aku terkejut dan menoleh. Ternyata Azhuar yang memelukku, aku tak dapat berontak, karena membantah suami itu dosa kan?

"Ngap, ngapain si lo juar?" Azhuar hanya tersenyum memandang kearahku.

"Bikinin teh lagi dong"

"Ohh, bilang dong.. Jangan peluk-peluk gini" aku melepaskan tangannya dari pelukanku kemudian melangkahkan kakiku menjauh darinya.

"Ya.. Gue kan suami lo, kan ngga dosa kalo peluk-peluk istri mah" Jawabnya sambil tertawa kecil. Aku bergidik ngeri. Kemudian Azhuar kembali menonton Tv diruang tengah.

Aku membuatkan teh hangat pesanannya dan mengantarnya ketempat ia berada. Aku duduk disofa berdampingan dengannya dan merebut remote Tv yang sedang ia pegang, Azhuar hanya diam melihatku merebut remote Tv dan menggantinya sesuka hatiku. Azhuar mengacak puncak kepalaku pelan sambil tersenyum, aku hanya diam tak acuh dan kembali fokus menonton kartun favoriteku yaitu Ben10.

"Ngapain si juar, ngeliatin mulu?"

"Lo lucu" Azhuar mencubit pipiku. "Gembulllllll"

"Awwwwwww!! Sakit ihhh!!" Protesku.

"Maaf maaf.. Jangan nangis"

"Apaansi juar.. Gue ngga secengeng itu kali"

"Hehehe dasar gembul" Azhuar mencubit pipiku sekali lagi. Kemudian ia bangkit dan pergi entah kemana. Tak berapa lama ia kembali dengan membawa dua tiket pesawat pulang-pergi tujuan Jakarta - Bali.

"Apaan nih?" Tanyaku.

"Tiket Honey Moon" Aku hanya diam. Bergidik ngeri dalam hati. Ya Tuhan, apa yang akan ia lakukan selama Honeymoon, Tuhan. Aku terhenyak sesaat. Menelan ludah berkali-kali.

"Honey moon?" Suaraku lirih.

"Ngga usah takut gitu si mukannya. Kalo lo belom siap juga ngga apa-apa, gue ngga maksa. Kita bisa pake buat liburan kaya biasa, lagian lo udah gue anggep kaya adek gue sendiri" Aku mengucap ribuan rasa syukur kepada Tuhan atas apa yang baru saja Azhuar katakan. Aku lega, setidaknya ketakutanku selama setelah menikah berkurang.

Tanpa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang