VI

258 81 122
                                    

Aku baru saja menyelesaikan makan siangku lima menit yang lalu dan berniat membersihkan kekacauan di dapur seusai kugunakan untuk memasak, namun niat baikku itu terhalangi dengan adanya dering panggilan masuk di ponsel yang entah kutinggalkan di mana tadi.

"Aish, dasar pelupa." Kutepuk kepalaku sendiri menyadari kecerobohanku yang makin menambah setiap harinya. "Bunyinya tak jauh dari sini, tapi dimana kiranya benda itu? Siapa pula yang menelpon siang-siang begini." Aku terus menelusuri setiap jengkal ruangan itu dan mencoba menemukan sumber suara. Dan akhirnya, kutemukan ponsel itu di sela-sela rak piring dan ditutupi dengan serbet dapur.

"Pantas saja tak kelihatan dari tadi, untuk apa kau bersembunyi di situ heh?" runtukku kesal dan mulai memeriksa layar ponsel. Belum sempat aku menjawab panggilan itu telah berakhir. Tak berselang lama si penelpon tadi kembali menghubungiku.

Kini foto dan nama Elios memenuhi layar ponselku. Rupanya ia yang sedari tadi menelpon. Segera saja kuterima panggilan itu. Kudengar ia menghela napas di seberang setelah panggilannya berhasil kujawab. Kugigit bibir bawahku dan bersiap menerima ocehan dari kakakku itu.

"Astaga Selene! Darimana saja kau? Mengapa lama sekali kau mengangkat telponku?"

"Maaf, aku lupa menaruh ponselku jadi tadi harus mencarinya dulu." Aku berjalan kembali ke meja makan dan mendaratkan pantatku di kursi sambil mendengarkan ocehan dari si penelpon tadi. Ia terus saja berbicara, mengatakan ini itu dan tak lupa menyebutku 'si ceroboh setiap saat'.

"Apa kau sudah makan siang?"

Akhirnya ia berhenti mengomel.

"Aku bahkan baru selesai makan siang tadi dan berniat membersihkan dapur, lalu kau menelponku," jelasku sambil mengangguk-anggukan kepala.

"Apa kau sudah makan siang juga? Kau pulang jam berapa hari ini?"

"Baiklah kalau kau sudah makan siang, aku hanya ingin mengingatkan, aku bahkan baru sempat keluar dari ruanganku. Ya sudah aku mau makan siang dulu."

Hanya itu? Ia memarahiku panjang lebar dan intinya hanya ingin mengingatkanku makan siang? Sungguh ini sangat menyebalkan. Kuletakan ponsel itu di atas meja makan agar tak terselip lagi dan membuatku susah menemukannya. Aku mulai mencuci piring kotor dan di lanjutkan menyapu lantai dapur.

Ibu menghadiahkan sebuah ponsel kepadaku sepekan yang lalu. Saat aku sampai di rumah setelah pergi ke tempat makan yang mempertemukanku dengan lelaki mimpi buruk itu, ibu sudah berada di rumah dan sedang merapikan kopernya. Sesuai janjinya, ibu membawakan sesuatu untukku dan benda itu adalah sebuah ponsel yang baru saja kugunakan tadi. Ibu diberitahu Elios bahwa aku telah bisa menggunakan ponsel dan berhasil menelpon dokter Darrell untuk memeriksa Elios saat Elios tak kunjung bangun.

Dan kakiku, aku bisa berjalan dengan lancar sekarang tanpa dibantu dua tongkat atau kursi rodaku lagi. Berawal dari tiga hari yang lalu saat Elios mengajariku berjalan di taman samping rumah. Masih terngiang kata-kata Elios kala itu, 'Jika kau yakin dan tetap maju kau pasti bisa. Namun jika kau ragu, kau takkan pernah bisa melakukannya.' Entah mengapa setelah mendengar perkataan itu aku mulai meyakinkan diriku bahwa aku bisa berdiri tegak tanpa perlu bantuan tongkat lagi dan benar saja ucapan dokter Darrell waktu itu, bahwa jika aku terus belajar suatu saat aku bisa berjalan dengan normal.

Setelah semuanya beres aku berjalan memasuki kamarku. Aku terkantuk-kantuk dengan mata menyipit dan menguap lebar. Kurapikan ranjang, naik ke atasnya dan membaringkan tubuhku. Baru beberapa menit aku menutup mata, terdengar suara orang mengetuk pintu. Aku bangkit dari ranjangku dan berjalan dengan malas menuju pintu depan.

Saat membuka pintu, tak kutemukan orang yang mengetuknya tadi. Apa aku salah dengar? Sungguh itu bukan halusiasi, aku mendengarnya dengan jelas. Tentu itu bukan sebuah mimpi, aku saja belum sempat berjalan ke alam mimpi.

Praeteritum aut Futurum?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang