XXV

175 28 79
                                    

**coba diputer siapa tau suka :))** 👆👆

Pagi ini aku sedang duduk di sebuah kursi kayu yang berada di balkon sambil sesekali memejamkan mata menghayati lagu yang sedang kudengarkan lewat earphone yang menggantung di kedua kupingku.

Lagu itu mengingatkanku kepada Elios saat mengatakan bahwa arti namanya adalah Matahari dan arti namaku adalah Bulan, ya aku akui sekarang ia adalah matahari dalam hidupku.

Matahari yang mampu menghangatkan hatiku. Tapi apakah matahari dan bulan bisa bersatu? Nyatanya mereka hanya bisa bertemu saat terjadi gerhana. Apakah takdir akan memisahkanku dengan matahariku juga?

Hari ini matahari itu tak kunjung terlihat di ufuk timur. Cahaya kuning keemasan yang biasanya datang mengusik tidur lelapku kini tak nampak meski aku tengah menunggunya sedari tadi.

The other night dear as I lay sleeping

I dreamed I held you in my arms

When I awoke dear I was mistaken

So I hung my head and I cried

You are my sunshine my only sunshine

You make me happy when skies are gray

You'll never know dear how much I love you

Please don't take my sunshine away

I'll always love you and make you happy

And nothing else could come between

But if you leave me to love another

You have shattered all of my dreams

You are my sunshine my only sunshine

You make me happy when skies are gray

You'll never know dear how much I love you

Please don't take my sunshine away

Kulirik jam dinding di dalam kamar menunjukkan pukul tujuh pagi namun suasana yang kurasakan masih seperti jam setengah enam. Menudung menyebar luas di cakrawala. Angin yang berhembus terasa lembab dan dingin. Mungkin hari ini akan turun hujan lebat dari pagi atau mungkin itu hanya mendung yang menggantung? Seperti yang orang-orang bilang mendung tak berarti hujan bukan?

Semalam aku tidur bersama bunda. Menghabiskan satu malam untuk beristirahat dalam dekapan hangatnya yang entah berapa lama tak kurasakan. Sebenarnya semalam aku tak ingin terlelap, karena saat aku terlelap malam akan terasa seolah berjalan terlalu cepat. Tapi ternyata kantuk tetap saja menyeretku untuk mengikutinya menuju alam mimpiku tak peduli seberapa keras aku berusaha untuk menolak ajakannya itu.

Saat aku terbangun, aku sudah tak menemukan sosok bunda di sampingku. Setelah kucari-cari ke seluruh penjuru rumah ternyata bunda sedang berada di sebuah kamar yang terletak di lantai atas.

Bunda sedang membersihkan kamar itu dan setelah menyadari kehadiranku bunda menyuruhku untuk ikut masuk kedalam kamar. Rupanya kamar itu telah disiapkan untukku sejak lama. Bunda dan Darrell selalu menungguku untuk pulang ke rumah ini. Bunda mengatakan bahwa beliau sangat bersyukur karena Tuhan mendengar doa-doanya terkait kesembuhanku.

Seketika hatiku ngilu, bagaimana jika ingatanku hilang secara permanen? Bagaimana jika aku tak bisa lagi mengingat mereka sebagai keluargaku? Apakah mereka akan tetap menungguku? Menunggu sesuatu tanpa kepastian.

"Bunda sangat senang kau kembali sayang, entah bagaimana caranya nanti Bunda akan tetap mempertahankanmu dan tak akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya dengan meninggalkanmu untuk hidup bersama Ayahmu, Bunda janji akan meminta kepada Ayahmu agar kau tinggal di sini saja bersama Bunda." Bunda memelukku erat, kurasakan lembut tangannya membelai rambutku perlahan.

Praeteritum aut Futurum?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang