VIII

206 67 116
                                    

Awan nimbostratus berwarna putih gelap mendekati abu-abu menyebar luas dan merata menutup langit biru sore ini. Cahaya matahari sudah tak nampak, mendung sepertinya sedang berjaya menghalangi sang mentari menyinari dunia.

Rintik air hujan mulai berjatuhan membasahi bumi. Kulihat dari balik jendela kamarku semua tanamanku menjadi basah terkena air mata langit itu, mengapa langit menangis? Apakah ia sedang bersedih hingga membuat hari yang tadinya cerah menjadi kelabu?

Entahlah, suasana hatiku pun sedang dirundung perasaan gundah gulana. Aku gelisah menunggu Elios yang sejak tadi siang tak memberiku kabar. Sepulang dari makam ia terlihat lebih banyak diam. Ia hanya berpamitan akan menemui seorang teman yang ada urusan dengannya.
Tapi bahkan ini sudah sore, mengapa ia tak menghubungiku lagi? Mengapa ia tak kunjung pulang atau sekedar memberiku kabar? Apa ini karena pertemuan dengan Gavin pagi tadi?

Satu persatu pertanyaan muncul di pikiranku. Aku jelas mengkhawatirkannya, tidak biasanya ia bersikap seperti ini. Aku sudah mencoba meneleponnya namun nomornya tidak bisa dihubungi.

Kutimang timang ponselku, akhirnya aku bertekad untuk menghubungi dokter Darrell menanyakan keberadaan Elios, mungkin saja Elios sedang bersama dengannya mengingat dokter Darrell adalah sahabat dekat Elios.

"Hallo Dok, maaf menganggu."

Suara ramah khas dokter Darrell terdengar dari arah seberang.

"Iya Selene ada apa ya?"

"Apa Dokter tahu keberadaan Elios? Ia tak memberiku kabar sejak siang tadi, maksudku apa Elios sedang bersama Dokter?"

"Oh maaf Selene, Elios tidak di sini. Mungkin ia sedang bertemu dengan temannya. Nanti jika ia menghubungiku aku akan memberitahumu. Janganlah kau khawatir kakakmu sudah besar, pasti ia bisa jaga diri. Kau tenang saja ya."

"Baiklah Dok, eh sebentar Dokter ada satu hal lagi yang akan kutanyakan."

"Apa itu Selene?"

"Apa Dokter mengenal seseorang bernama Gavin? Lelaki yang pernah hadir di mimpi burukku tadi pagi datang menghampiriku Dok, dan Elios mengenalnya. Orang itu bernama Gavin, apa Dokter Darrell mengenalnya juga?"

"Gavin? Sepertinya aku tak mengenalnya. Coba nanti kutanyakan kepada Elios ya Selene, apa ada yang kau tanyakan lagi?"

"Sudah Dokter hanya itu, terima kasih Dokter maaf aku mengganggumu."

"Oh ya sama–sama, tak apa Selene anggap saja aku kakakmu juga."

"Baiklah Dokter, terima kasih." Kututup panggilan itu dengan perasaan kecewa. Bagaimana tidak, aku masih tak bisa menemukan Elios.

Kutatap langit kian menggelap, hujan yang tadinya hanya gerimis mulai menjadi deras. Ibu bilang akan pulang malam hari ini, jika sampai malam Elios tidak pulang berarti aku akan berada di rumah sendirian sampai malam.

Aish, kiranya kemana ia pergi?

Karena merasa lapar kulangkahkan kakiku menuju dapur utuk memasak mie instan untuk diriku sendiri. Setelah selesai memasak, kusantap makananku di ruang tamu sambil menunggu Elios pulang.

Hingga makanan itu habis Elios masih belum menampakkan batang hidungnya. Merasa frustasi akhirnya aku mengetik pesan untukknya.

Selene : Kau ini sedang berada dimana heh, mengapa tak memberiku kabar?

Send.

Lima menit kutunggu balasan dari Elios namun tak ada satupun pesan yang masuk ke ponselku. Merasa bosan akhirnya kubaringkan tubuhku di atas sofa ruang tamu. Perlahan kupejamkan mataku, satu menit, dua menit, tiga menit, akhirnya aku terlelap.

Praeteritum aut Futurum?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang