XV

155 44 85
                                    

Kuhempaskan tubuhku di atas ranjang dengan kasar. Aku masih merasa kesal dengan perlakuan Elios saat melihatku pulang. Ia memang sering memarahiku namun tak pernah membentakku seperti tadi. Pasalnya aku sangat merasa bersalah bila sampai dibentak oleh seseorang jika itu mengenai kesalahan yang aku perbuat. Kubenamkan wajahku ke bantal dan mulai menyadari suara ibu masih terdengar memanggil-manggil namaku di luar kamar.

"Sudah lah Bu, aku baik saja aku hanya ingin tidur. Besok aku akan bicara lagi dengan Elios." Tak ada jawaban dari ibu, langkah kaki terdengar menjauh dari pintu kamarku, sepertinya ibu telah beranjak dari sana.

Dengan malas kuraih kabel charger dan mengisi batrai ponselku, gambar batrai berwarna hijau yang naik turun sedang terisi terpampang jelas di layarnya. Kulihat kotak kecil berwarna putih tergeletak di atas mejaku, kudekati benda itu dan membawanya ke atas ranjang.

Kusandarkan punggungku kepinggiran ranjang, salah satu tanganku mengambil bantal dan meletakannya di atas pangkuanku. Sedangkan satu tanganku yang lain masih memegangi kotak kecil tadi dan meletakannya di atas bantal yang tengah kupangku. Kotak itu terasa agak berat, berwarna putih polos tanpa coretan sedikitpun. Rasa penasaran mendorongku untuk segera membuka kotak itu, kiranya benda apa yang ada di dalamnya dan siapa yang meninggalkannya di atas meja di dalam kamarku.

Setelah kubuka kotak itu, yang kutemukan adalah sebuah powerbank beserta kabelnya dan secarik kertas di atasnya. Kubuka lipatan kertas itu dan kubaca barisan huruf yang tertera di sana.

Aku tahu kau sering lupa mengisi batrai ponselmu. Sekarang kau sudah memiliki teman dan pasti akan sering berpergian dengannya tanpa aku. Luangkan waktu untuk mengisi powerbank ini sebelum kau pergi dan nantinya kau bisa mengisi batraimu dimana saja. Aku tak bisa membiarkan kau pergi dengan ponsel yang mati dan membuatku dan Ibu cemas.

Elios.

Melihat perlakuan Elios yang seperti ini malah membuatku semakin diliputi rasa bersalah. Pasti ia pergi membeli powebank ini setelah menghubungiku berkali–kali dan menyadari ponselku telah mati karena kehabisan batrai. Betapa bodohnya aku membiarkan Elios dan ibu mengkhawatirkanku yang pergi bersama Ica, seseorang yang baru kukenal. Pantas saja Elios membentakku seperti tadi, rupanya aku telah membuatnya sangat cemas.

Kurapikan kotak itu dan kuletakan di tempat semula. Merasa frustasi kuhempaskan tubuhku ke atas ranjang lagi dan menggaruk kepalaku yang tak gatal hingga rambutku acak–acakan. Kuhembuskan nafas kasar dan menutup mataku. Sepersekian detik berikutnya aku kehilangan seluruh kesadaranku.

**

Suara deru mesin mobil yang sedang dipanaskan membangunkanku dari tidur nyenyak. Siapa pula yang menyalakan mobil sepagi ini? Kulirik jam dinding masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. Sudah kukatakan ini masih pagi. Dengan malas kuberanjak dari ranjang dan menyibakkan tirai jendela untuk memeriksa siapa yang sedang memanaskan mobil, namun tak kutemukan sosok manusia di luar sana, yang kulihat hanya mobil dengan bagasi yang terbuka.

Aku ingin keluar kamar namun tertahan ketika melihat penampilanku yang sangat kacau dengan rambut awut awutan seperti rambut singa. Dengan segera aku beralih haluan memasuki kamar mandi sekedar mencuci muka dan mengganti kaos yang kukenakan. Setelah cukup rapi aku keluar kamar dan menemui ibu yang sedang memasak di dapur.

"Mengapa kau tak sekalian mandi? Kau hanya mencuci muka?"

"Bagaimana Ibu tahu aku hanya mencuci muka?" Aku menatap ibu yang sedang memotong sayuran. Kuposisikan diriku duduk di meja makan dan menghadap ke arahnya.

Merasa sedang diperhatikan, ibu menoleh ke arahku. "Ibu bahkan bisa mencium bau tidak sedap dari arahmu dengan jarak sejauh ini Selene." Ibu terkekeh melihat ekspresiku setelah digoda olehnya, aku mengendus kesal dan mencoba mecium bau badanku sendiri. Jarakku dengan ibu tak terlalu jauh, hanya dua meter aku kira.

Praeteritum aut Futurum?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang